twelve

2.7K 230 8
                                    

twelve

you steal my king?

***

Satu minggu setelah upacara pernikahan, Helia tidak pernah ingin mendengar informasi apa pun di luar kamarnya yang berada di Istana Romeo.

Otomatis, Auste yang meski sudah diberikan Istana Aurora, Istana bagi Permaisuri, masih tetap bisa tinggal di Istana Romeo sebagai istri sah dari raja.

Dan sejak saat itulah, Helia merasa dunianya kacau balau seolah dia terlempar ke dalam kobaran neraka.

Helia tidak menghadiri upacara penobatan Permaisuri. Lebih tepatnya, dia tidak akan pernah berniat untuk menghadirinya.

Pagi ini, Helia bersiap dan merias diri, dibantu Mary.

"Apa Anda baik-baik saja, Nona Helia?" tanya Mary dengan khawatir. Tangannya dengan cekatan menyisir rambut hitam Helia. "Anda kelihatan sangat pucat. Saya yakin Yang Mulia Raja akan baik-baik saja apabila Anda beristirahat selama beberapa hari lagi."

"Ah, tidak usah," tolak Helia secara halus. "Aku sudah beristirahat lebih dari satu minggu, bahkan aku melewatkan upacara penobatan Permaisuri Nona Auste-maksudku Permaisuri Auste tiga hari lalu. Aku merasa bersalah. Aku juga melewatkan banyak pekerjaanku sebagai ajudan Allan."

"Kenapa Anda merasa bersalah?" tanya Mary menggebu. "Anda sakit, demam, dan tubuh Anda lemas, bukan? Itu bukan kebohongan! Anda tidak perlu merasa bersalah karena Anda sakit."

Helia terkekeh kecil, lalu menatap sosoknya di cermin yang ada di hadapannya. Wajahnya tanpa dia sadari menirus, cahaya di matanya meredup, senyumannya tidak seindah sayap kupu-kupu lagi. Seolah Helia yang ada di cermin saat ini, bukanlah Helia. Melainkan orang lain.

"Anda sadar, kan? Penampilan Anda terlihat buruk," kata Mary lagi. "Bukannya saya menghina Anda, Nona Helia. Akan tetapi, saya merasa simpati. Anda bahkan belum sembuh total dari sakit Anda, Anda tidak perlu memaksakan diri untuk bekerja."

Helia menggeleng, masih menatap lekat refleksinya dalam cermin.

Jatuh cinta membuat Helia sakit baik fisik dan psikis. Jika dia bisa meminta satu permintaan pada Tuhan, Helia akan memohon agar perasaannya terhadap Allan terhapus dengan sempurna.

Namun, bukan berarti sebuah perasaan yang melekat padanya selama bertahun-tahun akan dengan mudah terkikis begitu saja. Helia bahkan tidak yakin dengan seberapa banyak luka di hatinya saat ini.

"Aku harus bekerja," bisik Helia.

"Anda masih sakit, Nona Helia. Saya mohon." Mary memohon dengan sorot sendu, kedua matanya sembap, seolah ikut menangis bersama nona majikannya. "Lagipula, ada Yang Mulia Permaisuri Auste sekarang. Pekerjaan Anda akan semakin ringan."

"Tapi tidak dengan perasaanku."

Mary bungkam.

Helia mengembuskan napas berat. Dia berdiri dari kursi rias, menepuk gaun merahnya yang mengembang, dan tersenyum pada Mary.

"Aku tidak apa-apa, Mary. Jangan pikirkan aku."

Mary terisak lagi. "Bagaimana bisa saya tidak memikirkan Anda, Nona Helia? Jika Anda terluka, saya akan semakin terluka. Jika Anda pergi ke ruang kerja Yang Mulia Raja, Anda akan semakin terluka. Saya mohon, istirahatlah untuk beberapa hari. Tuan Demian juga akan berpikiran seperti itu."

Helia terkekeh kecil. "Kamu tidak bisa membujukku dengan nama Kakak. Menyerahlah, Mary. Kalau begitu, aku pergi."

Mary hanya menatap kepergian Helia dari kamarnya dengan sorot sendu. Dia siap menumpahkan air matanya kapan saja.

END | Look at Me, Your Majesty! [E-book]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang