Chapter 3

437 25 0
                                    

“Aunty Ailin...”

Kurasakan tubuhku sedikit berguncang.

“Aunty Ailin bangun...”

Tubuhku semakin berguncang dengan keras, samar-samar kudengar suara anak kecil mengisi penuhu kamar tidurku. Dengan berat hati ku buka sedikit mataku, mengercipkannya. Benar saja dugaanku, gadis kembar Zenira dan Zehara sedang mengguncang-guncang tubuhku.

“Kenapa?” Tanyaku berusaha untuk duduk dan menyandarkan diri pada pinggiran ranjang, menarik keponakan kembar untuk duduk di pangkuanku.

“Aunty Ailin kalau sudah menikah akan tetap sayang sama Nira dan Hara, kan?”

Gleeekkk...

Aku menelan liur mendengar ucapan Zenira, maksudnya apa? Kenapa bocah kecil ini membahas kalau aku menikah? Sepertinya apa yang aku pikirkan benar terjadi, mereka memaksaku pulang untuk menikahkanku. Seketika itu juga perasaan marah dan kecewa megisi hati serta pikiranku. Segera kuangkat kedua keponakanku untuk duduk di ranjang, sebelum akhirnya aku beranjak dari kamar meninggalkan mereka dengan wajah heran.

Ku langkahkan kakiku pelan ketika mendengar suara orang tua serta kakak dan kakak iparku berbicara di ruang keluarga. Wajahku memerah, rahangku terasa keras dan ngilu. Tanpa kusadari tubuhku mematung di balik lemari jati yang ada di belakang sofa.

“Ayah sudah pikirkan baik-baik keputusan itu? Dia memang lelaki baik, tapi dia sudah beristri, Yah.”

Pria beristri? Siapa pria beristri yang dimaksud Kak Fazlan. Aku mau dinikahkan dengan pria beristri? Yang benar saja, apa kata orang-orang nantinya tentang aku? Dan kenapa mereka harus melakukan hal segila ini, mempertaruhkan masa depanku. Air mataku tidak terbendung lagi ketika mendengar Ayah mengatakan alasan di balik perjodohanku dengan seorang beristri.

Hatiku rasanya dipenuhi sayatan pisau yang amat tajam dan dalam. Benar-benar ditusuk sembilu mengetahui keluarga yang kucintai menjualku pada pria beristri yang aku tidak tahu siapa. Ku beranikan diri melangkah menghampiri mereka yang masih berbicara dengan wajah tegang. Kakiku rasanya lemas dan tidak mampu berjalan, sampai aku tanpa sengaja menabrak vas bunga di atas nakas.

“Arin...”

Suara mereka serentak bagai vocal group yang kali ini tidak terdengar merdu, lebih kepada suara sumbang penuh rasa terkejut. Ku tatap wajah mereka tanpa mengusap air mata yang masih membanjiri pipi.

“Arin, sejak kapan di sana, Nak?” Ibu menghampiriku dan segera merengku tanganku yang gemetar. Ku tolak tangan Ibu yang biasa menenangkan dan memberi rasa hangat ketika aku terpuruk.

“Maksud kalian apa? Kalian menjualku pada pria beristri? Yang benar saja?”

Aku tahu mereka terkejut dengan teriakanku, tapi aku lebih terkejut lagi dengan perlakuan mereka. Keluarga, tempat di mana aku sebut rumah, tempat di mana aku merasa aman, nyaman dan dihargai semuanya telah lenyap malam ini.

“Kita bisa bicarakan ini baik-baik, Rin. Ayah akan jelaskan perkaranya.” Bisa-bisanya Ayah bersikap tenang melihat kemarahan dan kekecewaanku. Aku tidak habis pikir.

“Perusahaan kita nyaris collapse kalau saja Arya tidak membantu. Dan sebagai balasannya Ayah akan menikahkan kamu dengan putra mereka.” Aku ternganga dengan mata membola seperti ingin melonjak keluar saking terkejutnya.

Anak om Arya? Putra Om Arya maksud mereka? Bagaimana bisa? Om Arya hanya memiliki satu anak laki-laki, dan itu mesin es batu yang sudah menikah. Aku benar-benar akan dinikahkan dengannnya? Pria beristri.

“Richard tidak memiliki anak dari pernikahannya dan dia bersedia untuk menikahimu. Demi melindungi perusaan kita dan kamu nak. Ayah harap kamu mengerti keadaan kita saat ini.” Sambungnya dengan suara yang bergetar. Aku sadar ini ialah keputusan berat bagi Ayah, terlebih lagi semua anggota keluarga ini bergantung pada perusaan yang telah diakuisisi oleh Om Arya. Aku tertunduk lemah sebelum mengucapkan keputusanku mengenai pernikahan ini.

“Aku akan menjadi istri keduanya. I must be his second wife, for the sake of my family.”

Isakku tidak tertahan lagi ketika mengucapkannya, aku menyetujui untuk menikah dengan pria beristri yang selama ini aku kenal sebagai mesin es batu karena sifat dinginnya. Ibu dan Kak Mai memelukku sambil terisak bersama, mereka tahu betapa pilunya aku dengan keputusan ini. Usiaku baru 27 tahun dan harus menikah dengan pria beristri yang usianya 10 tahun lebih tua dariku. Lebih parah lagi ia adalah Richard Wirajaya yang sedingin es, bagaimana bisa pria gila itu menyetujui perjodohan ini? Tangisanku masih belum berhenti saat menyeruput green tea hangat yang dibuatkan Kak Mai. Pikiranku rasanya gelap, aku tidak tahu harus berbuat apa. Kulangkahkan kakiku gontai menaiki anak tangga menuju kamar, walau tadi Kak Fazlan menawarkan bantuan. Aku menolaknya, hatiku rasanya sakit menerima kenyataan bahwa keluarga yang ku cintai telah mengkhianatiku.

Blammm...

Ku tutup dan pintu kamar tanpa menguncinya, karena aku tahu bahwa mereka akan merasa khawatir jika aku mengunci pintu saat marah. Ku tatap meja kerja di dekat jendela kamar, ku pandangi buku-buku yang tersusun di sana. Mataku berhenti bergerak saat buku berwarna biru itu menarik perhatianku, seakan menyihirku untuk membacanya. Ku duduk di sudut ranjang sembari membuka cover buku berwarna merah dengan aksen kerang yang menghiasi setiap sudutnya.

Kareena’s Diary

Tulisan tangan yang menghiasi cover buku tersebut, karena buku diary ini memang dibuat secara khusus dan sesuai pesanan. Dia menghadiahiku ini saat ulang tahunku ke 17 dan aku sangat menuliskan cerita menyenangkan dan perasaanku di dalamnya. Sampai akhirnya ku temukan foto yang menempel di salah satu halaman diary masa remajaku. Air mataku mulai menetes lagi, kenangan-kenangan tentangnya bermunculan sekelebat. Membuat hatiku semakin hancur dan sakit.

Aku akan menikahimu dan mencintaimu.

Kepalaku mendadak sakit ketika membaca tulisan tanganku sendiri, menikahi dan mencintainya. Yang aku tahu itu tidak akan dan sulit menjadi kenyataan, karena kenyataan yang aku hadapi sekarang berbeda dengan 10 tahun lalu. Tanpa sadar mataku terpejam dan aku tertidur dalam tangis.

Beberapa hari kemudian keluarga Arya Wirajaya bertandang ke rumah, ku tatap pria bermata cokelat yang sedang duduk berdampingan dengan Om Arya dan Tante Marry.

Sudah hampir 8 tahun tidak bertemu, dan dia tidak berubah sedikitpun. Tetap mesin es batu.

Aku hanya menggerutu dalam hati memandang Richard dengan wajah tampan dan tubuh tegapnya duduk dengan wajah tenang. Aku tidak habis pikir dengan sikapnya yang dingin ini, bahkan saat dia akan dinikahkan lagi. Memiliki 2 istri sah? Gila dia! Batinku rasanya meraung-raung ingin dilepaskan, memikirkannya saja aku tidak sanggup apalagi aku harus menjalaninya. Tanpa sadar mata kamu bertemu tatap, dia mencapkan tombak es tepat di mata dan hatiku. Rasanya ngilu mendapati pria di hadapanku ini akan segera menjadi suamiku, dan aku tidak lebih dari sekadar pajangan untuknya.

Yakin aku bisa bertahan menikah sama mesin es batu seperti dia?

Second WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang