Sudah seminggu usia pernikahan Richard dan Kareena. Setelah penantian yang tidak sebentar dan banyak mengorbankan perasaan, akhirnya keduanya disatukan dalam ikatan suci pernikahan. Tidak banyak yang berubah dalam hubungan mereka, selain status dan aktifitas ranjang. Selebihnya Arin masih dengan sikap semaunya, dan Richard masih dengan sikap dinginnya.
Walaupun Arin tahu suaminya sudah mencoba untuk bersikap lebih manusiawi, tapi tetap saja sulit bagi pria itu untuk menunjukkan sisi manusiawinya. Senyumnya hanya diciptakan khusus untuk Arin, juga tatapan lembut dari sepasang mata indah itu. Hanya Arin yang bisa melihat dan menikmatinya.
“Sayang,” Arin melenguh ketika Richard mengecupi leher jenjangnya.
Saat ini ia memang sedang memasak sarapan pagi untuk mereka berdua. Karena para pelayan yang bekerja di mansion besar ini baru akan datang nanti siang. Richard benar-benar menggunakan waktunya sebaik mungkin. Bahkan pagi ini pun setelah mandi ia masih sempat meminta haknya pada sang istri. Membuat mereka harus mandi kembali sebelum berangkat bekerja.
Richard masih mengecupi leher dan telinga sang istri. Bahkan ia dengan sengaja menghembuskan napas hangatnya didaerah sensitif Arin. Karena memang telinga wanita itu begitu sensitif dengan sentuhan dan napasnnya. Tangannya bahkan sudah meremas bukit kembar milik Arin yang telah ditutup blouse berwarna hijau.
“Sayang. Enough,” ucap Arin membalikkan tubuhnya menghadap Richard.
“It’s never be enough,” Richard menggigit bahu Arin yang sedikit terbuka.
Plak...
Satu pukulan mendarat di lengan pria itu, dan ia hanya terkekeh dihadiahi pukulan oleh Arin. Justru ia merasa gemas pada istri yang saat ini berada di depannya. Rasanya ingin sekali ia menggiring tubuh Arin dan merebahkannya di atas kitchen counter. Menyingkap rok hitamnya dan menanggalkan lace berwarna hijau senada dengan blouse yang dikenakan sang istri.
“Masih pagi. Katanya kamu ada rapat pagi ini,” ucap Arin meninggalkan Richard yang masih tersenyum menggodanya.
“Ya sudah. Nanti malam, ya,” Richard mendudulkan dirinya di meja yang telah disiapkan Arin untuknya.
“Kalau aku tidak lelah.”
“Dosa.”
“Aku kan tidak menolak, hanya bilang kalau tidak lelah,” Arin memutar bola matanya jengah mendengar perkataan suaminya.
Selama beberapa hari terakhir memang Richard selalu menjadikan ‘dosa’ sebagai ancaman untuk Arin ketika terlihat enggan bercinta. Menurut Arin suaminya itu membuat alasan yang terlalu dibuat-buat. Tapi ia tidak memiliki alasan untuk menolaknya ketika ia bisa sangat menikmatinya.
Cup...
Satu kecupan didaratkan Richard pada kening dan bibir Arin. Ia memutuskan untuk pergi ke kantor lebih awal dari biasanya. Karena memang ia harus menghadiri meeting pemegang saham jam 8 pagi. Demi menghindari macet memang lebih baik jika pergi lebih awal. Meninggalkan sang istri yang masih menikmati sarapannya.
“Aku bawa mobil sendiri, ya,” pujuk Arin pada sang suami.
“No. Kamu diantar sopir,” tolak Richard mengacak rambut Arin yang sudah rapi.
“Kenapa? Aku bisa menyetir sendiri,” Arin sudah bersungut kesal.
“Kamu istriku, Nyonya Wirajaya. Tidak ada cerita menyetir sendiri, dan tolong turuti suamimu ini,” ucap Richard sebelum melumat bibir istrinya yang sudah tampak terbuka ingin membantah.
Hal itu adalah cara terbaik untuk membungkam mulut Arin yang terbiasa membantahnya. Karena setelah ini dapat dipastikan Arin akan fokus menikmati lumatan sang suami. Melupakan apa yang akan dikatakan sebelumnya. Richard tahu betul seperti apa Arin yang bisa dengan mudah lepas kontrol dengan permainan bibir dan lidahnya.
Richard melepaskan ciumannya, membersihkan sisa salivanya dan Arin yang tertinggal diarea bibirnya. Merapikan penampilannya yang sedikit berantakan karena cengkraman tangan sang istri. Arin pun melakukan hal yang sama. Senyumann terbit di wajah keduanya, jika tidak nyaris kehabisan napas mungkin ciuman panas tadi akan berubah menjadi pergumalan panjang tanpa akhir. Seperti yang sudah-sudah.
“Aku berangkat dulu, Sayang,” Richard mengecup kening Arin dan berjalan meninggalkan ruang makan.
Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri yang nyaris lepas kendali. Menggumuli tubuh sintal istrinya yang sungguh menjadi candu dalam kehidupannya sejak seminggu lalu. Kalau kontrol dirinya lepas, sudah dipastikan meeting pagi ini akan sangat kacau karena ketidak hadirannya. Karena Jenny akan hadir dalam meeting itu, ia tidak ingin membuat namanya jelek. Apalagi sampai ada yang membandingkan Arin dengan Jenny.
Setibanya di kantor para staff sudah mengucapkan selamat pada Richard. Atas pernikahan keduanya dengan Kareena Diandra Mahesa yang merupakan tunangannya sejak lama. Para staff lama pasti tahu kisah cinta Richard dan Arin. Tapi tidak dengan staff baru yang sebagian besar akan mencibir wanita yang telah menjadi istri Richard Wirajaya.
“Richard,” teriak Anna yang berjalan cepat untuk menghampiri Richard.
“Yang sopan, Ann... Kita sedang berada di kantor,” Richard mengetatkan rahangnya.
Sungguh ia kesal tiap kali sekretaris yang tidak lain adalah sepupunya ini bersikap semaunya. Ia bahkan tidak memanggil Richard dengan sebagaimana mestinya. Tapi percuma saja menegur Anna yang cuek saja dengan semua teguran Richard. Karena sejauh ini pun pekerjaan wanita hamil itu tidak ada masalah.
“Sorry. Gimana rasanya ngeremin Arin seminggu di mansion besar lo itu?” tanyanya kepo ketika mereka telah berada di dalam elevator.
“Kepo!” jawab Richard dengan wajah datarnya.
“Elah... Ngerti juga lo artinya kepo??? Wah wah wah... Perkembangan, nih,” kekeh Anna mengabaikan tatapan tajam menusuk dari Richard.
“Ann. Aku ini kakak sepupumu, jadi lebih sopanlah.”
“Wew... Takut,” ucap Anna bergidik ngeri yang mengejek.
Elevator telah sampai di lantai di mana ruang kerja Richard berada. Ia segera melangkahkan kakinya keluar dari elevator meninggalkan Anna yang masih mengganggunya. Sungguh adik sepupunya itu tidam bisa diam. Pantas saja bisa bersahabat baik dengan istrinya, karena mereka 11-12. Geng Arin isinya adalah kumpulan orang-orang berisik menurut Richard, kecuali Rendi suami Anna yang sedikit lebih tenang.
Setelah memeriksa beberapa berkas yang di berikan oleh Anna, ia segera menyiapkan diri untuk meeting pemegang saham. Karena Jenny memegang 9% saham Platinum Inc, jadilah Richard harus lebih berhati-hati. Karena bukan tidak mungkin Jenny menghasut para pemegang saham yang lain untuk menjatuhkannya. Walaupun keluarga Arya Wirajaya memegang 42% saham. Dan Arman Wirajaya, ayah Anna memiliki 17% saham Platinum Inc. Selebihnya saham Platinum Inc dimiliki oleh pihak luar.
Rapat berlangsung dengan sangat tenang, mereka hanya membahas seputar harga saham dan strategi yang bagus untuk mendapatkan proyek-proyek besar di Indonesia dan negara lain. Sepanjang meeting tidak ada seorang pun yang berani buka suara tentang pernikahan kedua Richard. Karena saat ini Jenny Arfian Halim juga hadir sebagai salah satu pemegang saham.
Setelah meeting usai, Richard bergegas kembali ke ruang kerjanya diiringi Anna. Karena ia sedang menghindari Jenny yang selama meeting terus menatapnya. Entahlah tatapan apa yang diberikan istri pertamanya itu. Walaupun ia tidak bisa memungkiri ada tatapan terluka di sana. Tapi ia lebih berusaha untuk menutup matanya dari Jenny yang telah merenggut kebahagiaannya dan Arin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Second Wife
RomansaNB : Cerita ini mengandung adegan dewasa, harap bijak dalam membaca. Kareena Diandra Mahesa terpaksa harus menikah dengan Richard Albercht Wirajaya. Bukan hal mudah baginya untuk menerima pernikahan ini. Terlebih lagi pria yang menjadi calon suaminy...