Chapter 22

327 12 0
                                    

Matahari belum terbit dan langit pun masih gelap, tapi Richard telah bersih dengan handuk yang melilit dipinggangnya. Titik-titik basah dari rambutnya mengenai wajah Arin yang masih meringkuk dalam tidurnya. Gadis itu begitu manis saat tidur, wajahnya begitu tenang. Karena Richard tahu benar seperti apa wajah Arin ketika sedang dalam keadaan sadar, selalu membuat orang lain emosi. Semalam Arin bermalam di mansion mereka, ya milik bersama Richard dan Arin. Mansion yang telah disiapkan Richard sejak 9 tahun lalu untuk mereka tempati ketika menikah. Namun takdir berkata lain saat itu, Richard terpaksa menikah dengan wanita lain karena sebuah tipuan murahan. Walaupun murahan tapi harus diakui mereka hebat bisa mengelabui keluarga Wirajaya.

Arin menggelihat dalam tidurnya ketika titik basah dari rambut Richard mengenai wajahnya. Tangannya mengusap kasar wajahnya dengan dengan mata yang masih terpejam. Richard tersenyum sebelum akhirnya mendaratkan kecupan gemas pada pipi Arin. Gadis itu sudah tidak tenang lagi, perlahan ia membuka matanya walau masih berat. Melihat Richard yang sudah selesai mandi dengan handuk yang melilit dipinggangnya.

“Morning...” ucapnya berusaha duduk dan dibantu Richard.

“Morning, Sayang. How’s your sleep?” tanya Richard merapikan anak rambut Arin dan menyelipkannya di balik telinga.

“Tidur yang menegangkan,” jawab Arin asal yang membuat Richard menaikan sebelah alisnya.

“Iya, tegang,” Arin menganggukkan kepalanya seakan menyetujui apa yang diucapkan barusan.

“Are you dreaming something, Honey?” tanyanya pada Arin yang kini sedang membenamkan kepalanya didada bidang dan lembab Richard, karena dia tidak benar-benar mengeringkan tubuhnya sehabis mandi tadi. Richard bisa merasakan pergerakan kepala Arin di dadanya. Jadi gadisnya tadi bermimpi sesuatu yang menegangkan.

“Aku sikat gigi dan cuci muka dulu, ya, kamu tunggu di sini jangan ke mana-mana,” ucap Arin melepaskan pelukannya dan berjalan menuju kamar mandi yang berada dalam satu bilik di walk in closet.

Richard berjalan menghampiri Arin yang sedang menyikat giginya, menopangkan dagu pada bahu gadis itu. Memeluknya dengan lembut dibagian perut, sesekali membelainya. Bahkan ia menggigit kecil bahu Arin dengan gemas, membuat gadis itu mengerang tertahan. Dia hanya belum bisa mengomel karena sedang menyikat gigi, lihat saja apa yang akan dilakukannya sebentar lagi.

“Richard sakit!!!” teriaknya sambil memukul lengan telanjang Richard dengan keras. Mendapat perlakuan bringas dari Arin membuatnya meringis. Sudah lama sekali ia tidak merasakan pukulan dari tunangan liarnya ini.

“Habisnya gemas,” kekeh Richard yang masih menempelkan tubuhnya pada tubuh Arin.

“Tapi sakit,” Arin masih protes dengan memegang bahu yang tadi mendapatkan gigitan Richard.

“Nanti juga bakal lebih sakit lagi,” bisik Richard tepat di telinga Arin, membuatnya menggelinjang geli.

“Sayang geli...” protesnya dengan suara sexy yang dipastikan bisa membuat adik kecil pria itu bangun.

“Suaranya,” ucap Richard melepaskan pelukannya dan menarik tangan Arin untuk segera keluar dari walk in closet.

Kini keduanya duduk di sofa yang menghadap langsung ke TV, Arin sudah menenggelamkan kepalanya pada dada bidang Richard yang masih telanjang. Hanya saja bagian bawah sudah tertutup sempurna dengan celana training panjang berwarna abu-abu. Dengan antusias dan berapi-api Arin menceritakan tentang mimpinya pada Richard. Pria itu hanya mengulum senyum saat mendengar apa yang terjadi di mimpi gadis itu. Dalam mimpinya ia menggilas habis kaki Jenny sampai wanita itu menangis dan meraung minta tolong untuk dimaafkan. Namun Arin mengabaikannya dan justru menjambak rambut wanita itu secara membabi buta.

Second WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang