Chapter 4

456 27 0
                                    

Titik air hujan mulai memenuhi setiap sisi dinding kaca luar kantorku, membuat hawa dinginnya semakin menusuk. Aku masih berkutak dengan tumpukan dokumen yang harus diperiksa dan tanda tangani. Seperti inilah keseharianku, kantor yang sudah menjadi seperti rumah bagi. Rapat yang ku lakukan setiap hari demi membangun kerajaan bisnis milik keluarga dan diriku sendiri. Sesekali ku tatap bingkai foto yang terletak di meja kerjaku, terpampang wajah penuh senyum seorang gadis bermata bulat. Aku sedikit terkesiap ketika pintu ruanganku diketuk, kembali kualihkan pandanganku ke tumpukan dokumen di meja.

“Boss... Ada mak lampir datang tuh. Kasih masuk, nggak?”

“Mak lampir?” tanyaku heran.

Siapa yang Anna maksud dengan sebutan “mak lampir”? Sekretarisku ini memang ada-ada saja tingkahnya yang membuatku harus menggelengkan kepala. Anna adalah anak adik ayah, ya dia sepupuku lebih tepatnya. Sebagai seorang sekretaris dia selalu professional, hanya saja jika pekerjaannya telah selesai dia akan kembali pada sifat aslinya.

“Bini lo, tuh, Jen,” dia berjalan mendekatiku.

“Ngapain dia ke sini? Aku sibuk,”

“Tapi dia tampangnya nggak enak banget, loh. Sumpah, deh, gue!”

Kupandangi wajah Anna dengan teliti, karena wanita hamil satu ini selalu mengerjaiku. Aku tidak menemukan kejahilan pada wajahnya, hingga akhinya ku biarkan saja wanita itu menemuiku. Anna berjalan meninggalkan ruangan, namun meletakkan kepalanya sebelum pintu tertutup untuk mengisyaratkan sesuatu padaku.

“Sudah cerain aja...”

Gerakan bibirnya terbaca sekali olehku, walaupun ia tidak menggunakan suara.

Blam

Ditutupnya kembali pintu dengan ornamen kayu yang hanya ada aksen kaca sedikit untuk memudahkan orang lain untuk mengintip ke dalam.

Clek

Suara pegangan pintu yang ditarik membuatku kembali larut dengan dokumen yang sedari tadi kuperiksa. Sejujurnya aku sungguh tidak ingin terpengaruh dengan kedatangannya, karena aku merasa tidak tertarik sama sekali dengan apapun yang wanita itu lakukan. Suara langkah kaki semakin mendekat dan tepat berdiri seorang wanita dengan gaya anggunnya. Konsentrasiku terpecah ketika ia meletakkan sesuatu dengan keras di atas meja kerjaku. Aku hanya berdeham sebagai tanda bahwa aku mengetahui kedatangannya.

“Kamu benar-benar melakukan semua ini?”

“What?”

“Baca!!!” teriaknya memekikkan telinga. Sungguh wanita yang tengah berdiri di depanku ini tidak anggun sama sekali. Jika orang lain akan berpendapat bahwa seorang Jenny Arfian Halim adalah seorang wanita yang anggun dan baik hati. Tidak tahu saja mereka betapa licik dan busuknya wanita ini. Kulirik sekilas sampul majalah yang dia berikan tadi, berita murahan tidak bermutu. Semua yang dikatakan di sana hanya sebuah kebohongan dan jelas aku tidak melakukannya.

“Keluar, Jen. Aku tidak tertarik membahasanya.”

“Jadi semua berita itu benar, Tuan Richard Albertch Wirajaya?” tanyanya terdengar sangat kesal dan penuh penekanan saat menyebut namaku. Aku tidak paham apa lagi maunya, karena aku sudah memberikan apa yang dia inginkan.

“Ku rasa kamu tidak lupa betapa kerasnya aku, Jen,” jawabku acuh sembari menandatangani salah satu dokumen. Kulirik wajahnya yang memerah menahan emosi, aku tahu saat ini dia sangat ingin menjatuhkanku dan memiliki semuanya. Tapi aku tidak akan membiarkan wanita iblis ini menang.

“Sial!”

Ia beranjak keluar ruangan dan membanting pintu dengan sangat keras, membuatku menoleh ke arahnya sebentar. Terdengarkan suara pintu ruangan dibuka kembali, aah mau apa lagi wanita ini pikirku.

Second WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang