Chapter 10

493 21 0
                                    

Arin keluar dari ruang kerja Richard dengan ekspresi kesal, bahkan Anna yang menyapanya pun hanya mendapat senyuman tipis. Kakinya melangkah cepat menuju elevator untuk segera turun ke lantai 17. Tempat di mana rapat akan berlangsung.

Sesampainya di ruangan 3 ia langsung duduk di sisi Marcel. Sepupunya itu menatap heran ke arahnya, mengapa Arin kembali dengan wajah kesal.

“Kalian sudah baikan?” bisiknya di telinga Arin yang masih terlihat kesal.

“We not and never.”

“Tapi kenapa lipstickmu berantakan?”

“Huh?”

Arin panik melihat wajahnya pada layar ponsel milik Marcel. Ternyata benar, lipsticknya berantakan sampai ke dagu.

“Shit!!!” makinya pada diri sendiri sembari membersihkan lipstick yang berantakan.

“Sudah damai aja, toh sebentar lagi kalian akan menikah,” goda Marcel padanya.

“Sudah aah. Males gue bahas dia, lagian tuh orang sengaja banget, ya, bikin kita nunggu.”

“Nggak sabar banget lo pengen ketemu dia. Baru juga melepas rindu setelah 8 tahun nggak ketemu.”

Arin membulatkan mata ke arah Marcel yang tertawa melihatnya yang sedang salah tingkah. Hingga perdebadatan mereka harus berhenti karena orang yang sedang mereka bicarakan datang.

Suasana rapat berlangsung cukup tenang, Richard pun mengabaikan Arin yang menatap sinis padanya. Bukan ia tidak peduli pada gadis itu, hanya saja ia harus bekerja secara professional. Mengenyampingkan urusan pribadi di antara mereka.

Richard dengan tenang memperhatikan presentasi yang sedang disampaikan Arin, matanya tidak berhenti menatap gadis itu. Namun tetap menyimak dengan baik setiap kata yang keluar dari bibir tipis milik gadis cantiknya.

Setelah meeting usai pun Arin terus menghindar bertemu tatap dengan Richard, dan bahkan ia menghindar saat diajak bicara oleh CEO Platinum Inc itu. Membuat orang-orang yang ikut rapat menyadari tingkah Arin yang sebenarnya menurut mereka kurang sopan. Tapi tidak dipedulikan oleh Richard maupun Marcel karena tahu apa yang sedang terjadi.

“Thanks, Bro. By the way, Arin sudah maafin lo?” tanya Marcel saat hanya tersisa mereka berdua di ruang meeting.

“She’s not. Tapi gue tahu kalo perasaan itu masih sama,” matanya menatap Marcel sekilas.

“Kalian sudah ciuman bahkan tadi.”

“Ya begitulah. Sudah, Bro, sampai jumpa 2 bulan lagi di nikahan gue.”

“Siap...”

Marcel berjalan keluar ruang rapat, berjalan meninggalkan Richard yang masih di sana dengan pikirannya. Pikiran tentang bagaimana untuk kembali mendapatkan hati Arin. Atau dia harus berpura-pura sebagai gay agar Arin mencoba untuk membuka hatinya? Agar gadis itu berusaha untuk mengembalikannya seperti dulu.

Sepanjang perjalanan kembali ke kantor setelah rapat dengan Platinum Inc, Arin tak henti mengeluarkan aura gelap. Marcel yang duduk di sampingnya pun merasa risih dengan aura gelap milik sepupunya. Beberapa minggu setelah pertemuan yang menyebalkan dengan Richard, gadis itu terlihat kembali normal. Bersikap konyol seperti biasa dengan celetukan sarkastis dari mulut tanpa filternya.

Karena ini bukan kali pertama bekerja di MK Inc, jadi Arin sudah mengenal cukup banyak karyawan. Bahkan ia memiliki teman-teman dekat dari berbagai divisi, yang kebetulan memang pernah bekerja bersama.

Suasana kantin kantor selalu ramai saat jam istirahat seperti sekarang, ada yang benar-benar datang untuk makan atau sekadar duduk santai bergosip. Dan gerombolan Arin adalah salah satunya.

Second WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang