Richard masih terkejut dengan aksi spontan Arin yang mendorong bokongnya hingga tongkat kehidupannya melesak masuk, menembus benteng pertahanan lembah kenikmatan milik istrinya. Bisa ia rasakan dengan jelas tongkat miliknya merobek sesuatu ketika Arin memekik bersamaan dengan air mata yang turun dari sudut matanya. Dia belum ingin untuk menggerakkan pinggulnya, lebih tepatnya ia sedang menikmati cengkraman di bawah sana. Sungguh sangat ketat dan membuatnya tidak tahan untuk tidak mengerang tertahan.
Namun saat melihat Arin yang meringis nyeri pertahanannya ditembus dengan sekali sentakkan, ia urungkan niatnya untuk menikmati sensasi baru itu. Dikecupnya sudut mata istrinya, menghapus jejak-jejak air mata di sana. Dengan tubuh bagian bawah mereka yang masih menyatu, membiarkan Arin terbiasa dengan miliknya. Yang ukurannya jauh di atas rata-rata dan Arin harus terbiasa dengan itu semua.
Kecupannya pindah ke seluruh wajah Arin yang masih tampak terpejam dan sesekali meringis jika Richard menggerakkan sedikit pinggulnya. Tidak ingin terlalu lama bertahan, akhirnya Richard menyerah dengan menggerakkan sedikit pinggulnya. Mengecupi leher jenjang Arin dan meninggalkan jejak-jejak basah di sana. Melukiskan tanda kepemilikannya atas wanita eksotik yang sekarang berada di bawah tubuh telanjangnya.
“Shhh...”
Satu desahan lolos dari bibir tipis Arin ketika Richard sudah mendaratkan bibirnya pada puncak dadanya. Melahapnya dengan lembut dan sesekali memainkan lidah panas dan basahnya di sana. Arin kembali melenguh dan mulai menggerakkan pinggulnya di bawah sana, Richard bisa merasakan bahwa istrinya telah benar-benar siap untuk penyatuan. Dengan pasti Richard menggerakkan pinggulnya lebih cepat dari sebelumnya, namun masih dalam tempo yang teratur.
Tidak terhitung sudah berapa kali Arin menjambak rambut suaminya tiap kali Richard menyentak dengan keras. Membuatnya harus melengkungkan tubuh karena perasaan geli bercampu nyeri di bawah sana. Ia bisa dengan jelas merasakan tongkat bertekstur itu keluar masuk lembah cintanya. Memporak porandakan inti dirinya, membuat dirinya tidak bisa diam dan semakin mendesah tak keruan.
Matanya sedari tadi ingin terbuka namun sulit tiap kali merasakan sensasi asing namun nikmat di bawah sana. Richard menikmati penyatuannya dengan Arin, melihat wajah eksotik yang memerah karena birahi itu membatnya semakin gila. Mata Arin yang selalu berusaha ingin terbuka namun tidak mampu karena api gairah yang membara, membuatnya semakin bernafsu untuk membuat Arin tidak bisa diam.
Sejak tadi tangan istrinya itu tak hentinya mencakar lengan, punggung bahkan bokongnya tiap kali ia menghentak semakin dalam. Suara pekikan Arin sungguh terdengar menggairahkan di telinga, membuatnya semakin ingin melahap habis puncak bukit kecokelatan yang menantang.
“A—ah... Babe please bite me...” pinta Arin saat merasakan puncak bukit kecokelatannya dihisap dengan kencang oleh mulut panas suaminya.
Benar saja, tidak lama Richard mewujudkan apa yang diinginkan sang istri. Menggigit puncak kecokelatan bukit cintanya, dada penuh yang begitu menggoda untuk dijamah. Mulut Arin tidak hentinya meracau, memanggil nama suaminya dan sesekali mengucapkan kata-kata yang begitu vulgar. Semakin membuat Richard menggila dengan menggerakkan pinggulnya lebih cepat tanpa melepas puncak kecokelatan itu dari mulutnya, sebelah tangannya yang masih meremas gemas bukit bulat milik Arin.
Arin tidak ingin kalah dengan sang suami, tangannya meraih bokong seksi Richard dan menekan bahkan meremasnya gemas. Membuat Richard melepaskan mulutnya dari puncak kecokelatan bukit cinta miliknya. Dengan cepat ia melahap bibir Richard yang sudah bebas, menggigitnya dengan gemas. Hingga ia melesakkan lidahnya masuk ke dalam rongga mulut suaminya, mengekspos setiap bagian mulut pria itu. Pria yang kini telah menjadi suaminya, tidak hanya mimpi seperti yang sudah-sudah.
Napas mereka semakin memburu dan terengah ketika melepaskan ciuman, menghirup sedikit oksigen mengisi paru-paru. Richard memejamkan matanya dengan bibir bawah yang ia gigit karena merasakan perasaan geli dan hangat pada tongkat kehidupan bertekstur miliknya di bawah sana. Lembah cinta milik itu mencengkram miliknya kuat dan ketat, membuatnya mendesah bersahutan dengan Arin. Jika ia tahu akan senikmat dan segila ini, sudah dari dulu ia akan menikahi Arin. Tidak perlu dengan perjodohan konyol yang diciptakan orang tuanya.
“Babe... Please deep on me,” rengek Arin di tengah penyatuan mereka.
Meminta Richard untuk memasukkan miliknya lebih dalam lagi, hingga Arin sedikit terhenyak ketika merasakan ada sesuatu yang mendorong perutnya di dalam sana. Erangannya semakin menjadi dengan wajah yang sudah memerah padam karena nafsu. Rambutnya sudah sangat berantakkan dengan keringat yang terus mengalir deras di atas kulit telanjangnya. Begitupun dengan Richard yang sudah sangat banyak mengeluarkan keringat yang tak jarang menetes kewajah Arin.
Arin meraih kepala suaminya, membenamkannya dicuruk lehernya untuh mendengar dengan jelas deru napas Richard di telinganya. Ia benar-benar tidak tahan lagi dengan hanya menikmati perlakuan Richard pada tubuhnya. Arin mengecap leher dan telinga Richard secara bergantian, meninggalkan jejak-jejak basah di sana. Bisa dirasakan pinggul suaminya bergerak semakin cepat tiap kali ia menjilat telinga Richard. Bibir tipis itu terus meracau tak keruan menyebutkan nama Arin berulang kali.
“Let’s come, Babe...” ucap Richard disela desahannya.
Dia bisa merasakan bahwa lembah cinta istrinya semakin lembab dan mencengkram miliknya lebih keras dari sebelumnya. Kedutan yang ia rasakan sama seperti miliknya yang juga berkedut tak menentu sedari tadi. Tanda-tanda bahwa ia akan mencapai klimaks, sama seperti sang istri. Inti tubuh Arin semakin mencengkram miliknya, membuatnya harus mempercepat gerakan pinggulnya.
Mulut Arin menghisap dada bidang Arin dengan kasar dan tidak sabaran. Mengabaikan rambut halus yang berada disekitar dada suaminya. Menikmati sensasi geli yang diterimanya tiap kali bulu halus itu menyentuh perut dan bukit cinta miliknya. Rasanya seperti melayang dan dengan keras juga ia ikut menggerakkan pinggulnya di bawah hujaman Richard. Membuat gerakan memutar yang semakin membuat Richard mengerang tak tertahankan. Melihat ekspresi suaminya sedang menahan nikmat membuatnya semakin menggerakkan pinggul di bawah sana.
Richard semakin keras menghujam lembah cintanya, mengabaikan jambakkan dan erangannya yang terdengar sangat menggila. Pinggunya ia angkat tinggi untuk menyambut hujaman dari suaminya di atas sana. Membiarkan inti tubuhnya menerima tongkat kehidupan bertekstur itu semakin dalam lagi pada inti tubuhnya. Menggerakkan pinggulnya semakin kencang dengan gerakan memutar yang membuat inti tubuhnya menghisap tongkat kehidupan milik suaminya. Memberikan semua yang ia bisa lakukan tanpa terkecuali. Dia milik Richard mulai saat ini, ia menyerahkan semuanya pada pria yang dicintainya sejak dulu.
“I wanna come, Babe...” desah Arin tepat di telinga Richard karena pria itu sedang membenamkan kepala dicuruk lehernya.
“Me too...” ucap Richard dengan napas terengah meresapi kenikmatan di bawah sana.
Gerakan pinggul keduanya bergerak semakin tidak beraturan, serta cengkraman tangan Arin semakin kencang pada punggung telanjang Richard. Napas keduanya tersengal karena puncak kenikmatan yang semakin dekat. Arin menggelengkan kepalanya kekiri dan kekanan karena saat ini rasanya seluruh darah dalam tubuhnya berpusat di bawah sana. Seperti ingin segera melesak keluar. Richard pun merasakan hal yang sama, tongkat kehidupannya semakin berkedut dengan cepat. Hingga akhirnya lenguhan panjang yang meneriakkan nama masing-masing itu terdengar memenuhi setiap sudut kamar dengan lampu temaramnya.
“A---aaah... Richard... I am come...”
“Hhhgggghhh... Kareena... I come, Babe...”
Tubuh telanjang Richard rubuh di atas tubuh telanjang Arin yang juga sama basahnnya dengan tubuhnya. Mereka berdua bermandikan keringat setelah penyatuan panjang, sungguh penyatuan yang melelahkan namun nikmat bagi keduanya. Arin masih mengatur napasnya setelah nyaris kehilangan kesadaran saat pelepasan pertamanya bersama sang suami. Richard mengecup puncak kepala Arin dan segera berguling dari atas tubuh telanjang istrinya. Membawa tubuh telanjang itu ke dalam pelukannya, merapikan anak rambut Arin yang selama penyatuan mereka tadi menutupi sebagian wajah cantik itu.
“Terima kasih, Babe...” ucap Richard saat mengecup puncak kepala istrinya.
“Terima kasih juga untuk selalu mencintaiku,” balas Arin mengecupi dada suaminya.
Keduanya menikmati momen setelah pelepasan dari penyatuan dasyat mereka untuk pertama kalinya. Setidaknya biarkan mereka istirahat untuk sesaat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Second Wife
RomansaNB : Cerita ini mengandung adegan dewasa, harap bijak dalam membaca. Kareena Diandra Mahesa terpaksa harus menikah dengan Richard Albercht Wirajaya. Bukan hal mudah baginya untuk menerima pernikahan ini. Terlebih lagi pria yang menjadi calon suaminy...