Chapter 15

425 17 0
                                        

“It’s you’re dream, right? My cousin make this mansion special for you, as you wish,” katanya membuka pembicaraan.

“Yeah. I knew it, he told me before. By the way pesenan Richard sudah kamu beliin belum?”

“Sudah. Nih!” sembari memberikan paper bag yang sedari tadi ia letakkan di atas meja.

Tangannya mengambil tas belanjaan itu, bergegas kembali masuk ke walk in closet meninggalkan Anna yang masih tersenyum penuh arti padanya. Yang ia inginkan saat ini hanya mengenakan pakaian yang pantas dan membuatnya nyaman. Matanya dibuat terbelalak kaget saat melihat isi salah satu paper bag yang dibawakan Anna. Apa-apaan ini? Pikirnya.

Sebuah thong berwarna marron dengan lace hitam sedang dipegangnya. Ia merasa geli dengan pakaian dalam pilihan Anna, karena menurutnya saat menggunakan itu semua akan membuatnya merasa kurang nyaman. Tapi apa boleh buat, ia harus menggunakannya karena 3 set pakaian dalam yang dibelikan Anna berbentuk thong.

Selesai berpakaian ia berjalan keluar menghampiri Anna yang masih duduk menunggunya. Kamar yang memang sangat luas ini memiliki 1 set sofa untuk menerima tamu yang berkunjung ke dalam kamar. Mata wanita hamil itu tidak lepas dari ranjang berukuran king size di depannya. Arin yang sadar dengan arah pandangan mata sahabatnya yang juga sepupu calon suaminya itu akhirnya buka suara.

“Ngapain lo ngelihat ke sana mulu dari tadi? Ngantuk lo habis kerja seharian?” ucapnya sarkas.

“Lo nggak usah tanya, deh, gue ngantuk apa nggak. Yang jelas tingkah lo berdua tadi siang bikin kepala gue pusing.”

“Tingkah yang mana?” tanyanya bingung karena tidak mengerti maksud Anna.

“Video dan foto-foto kalian tersebar di internet. Tentang pertunangan 10 tahun lalu dan pernikahan beberapa bulan lagi,” katanya berusaha tetap tenang sembari menjelaskan apa yang sedang terjadi pada Arin.

Dan dasarnya gadis itu sifatnya cuek bukan main, ia hanya memasang wajah datar setelah mendengarkan cerita Anna. Sejujurnya ia tidak terlalu kaget karena sebelumnya ia sudah melihat sendiri berita itu di internet.

“Lo malah nyantai aja minum kopi, nggak takut dikata perebut suami orang?” tanya Anna penasaran sebelum mengesap teh yang tadi dibawakan oleh pelayan mansion itu.

“Ngapain juga ambil pusing sama berita begitu, pernikahan ini juga mau kedua keluarga,” jawabnya santai sembari memainkan ponselnya.

“Gue tahu. Tapi entar orang nganggep lo jahatin Jen yang terkenal baik seperti malaikat.”

“Jen? Baik? Seperti malaikat? What the hell yeah... She’s not an angel and I knew it. She’s just an evil and pretend like innocent one.”

“Ya begitu memang yang orang-orang tahu tentang dia. Dan lo di sini sebagai antagonisnya,” ia menghela napas panjang setelah mengatakan hal itu pada Arin.

“Oke, fix! Gue jadiin tuh kata orang-orang yang berpikiran kalo gue antagonisnya. Lihat aja tuh ular betina sialan,” ucap Arin sembari mengepalkan kedua tangannya di atas paha.

“Calm down, Cantik. You are different and he loves you so,” Anna membelai punggung tangan Arin yang telah mengepal sempurna sehingga buku-buku jarinya memutih.

“Tuhan baik sama gue An, makanya dia kembalikan apa yang harusnya jadi milik gue. Dan gue nggak akan biarin itu ular betina beraksi saat ini, nggak sebodoh 8 tahun lalu sampai dia bisa nyakitin gue,” ucapnya kembali menyesap kopi yang sudah dingin.

Anna tahu benar sebenci apa sahabatnya pada Jenny dan ia sangat maklum dengan semua kata-kata Arin yang berapi-api. Richard pun sudah pasti tidak akan melarang apapun tindakan calon istriny jika ia mengetahui niatan Arin untuk balas dendam. Sepertinya telinganya sudah memerah dan panas mendengar semua sumpah serapah dari mulut Arin. Karena seanggun apapun gadis itu, tetap ada kata-kata menyakitkan yang siap meluncur dari bibir tipisnya. Bahkan Anna pernah dibuat menangis karena ucapan sarkas Arin yang selalu spontan. Seketika itu juga muncul ide iseng di kepalanya untuk membungkam mulut kasar sahabatrnya. Daripada mendengar sumpah serapahnya yang tiada henti untuk Jenny.

“Lo habis ngapain sama sepupu gue?” tanyanya dengan wajah jahil.

“Huh?” Arin tidak paham maksud dari wanita hamil satu ini.

“Ranjang kalian berantakan banget sampai itu selimut sudah ada di lantai aja. Habis gulat, ya?” ia tersenyum dengan kedua alis yang dinaik turunkan.

“Oh. Gak gulat, kok, cuma jilat-jilatan aja,” jawabnya santai tanpa peduli wajah terkejut Anna.

Anna lupa jika gadis yang duduk di depannya saat ini terlalu cuek. Jujur ia merasa malu mendengarkan itu semua, walaupun ia telah memiliki suami dan sering melakukan aktifitas nikmat tersebut. Tapi tetap saja rasanya aneh ketika mendengar seorang perempuan mengungkapkan dengan begitu gamblangnya. Contoh Arin, yang dengan santainya memainkan ponsel setelah apa yang dikatakannya tadi.

“Jadi fix sepupu gue normal ya Rin?” tanyanya memastikan.

“Fix dia normal dan kelewat normal malah. Why?”

“Karena ada isu yang beredar bahwa dia penyuka sesama jenis karena Jenny yang tidak hamil sampai saat ini. Ya memang Richard mengakui kalau dia tidak pernah menyentuh Jen.”

“Oh. Gue yakin kalo itu kelakuan si ular keket. Sudah aah yuk gue antar lo balik, entar laki lo nyari,” mereka berjalan keluar kamar, meninggalkan kamar yang sudah seperti kapal pecah.

Mereka masih bercengkrama selama perjalanan menuju lantai dasar. Melepas kerinduan setelah sekian lama tidak bertemu, ya mereka tidak bertemu hampir 8 tahun. Setelah pernikahan Richard dan Jenny, gadis itu memang memutus semua hubungan dengan keluarga Wirajaya. Walau tidak dengan keluarganya yang masih tetap berhubungan baik dengan keluarga itu.

Arin menghentikan langkahnya ketika tepat berada diambang pintu masuk mansion dan diikuti oleh Anna yang menatapnya heran.

“Kenapa, Rin?”

“Gue lupa, mobil ditinggal di kantor karena sepupu lo yang narik gue paksa ke sini,” katanya sembari menepuk keningnya karena penyakit lupa yang akut ini.

“Yaelah. Ditarik paksa lo juga senang. Ya sudah gue minta jemput Rendi aja deh sekalian mau denger cerita lo selama di US,” wanita dengan perut yang sudah seperti balon itu berjalan menuju sofa di ruang tamu mansion milik sepupunya itu.

Arin ikut duduk di dekat Anna yang tengah sibuk membelai perutnya dengan sayang. Rasanya ada perasaan hangat yang menjalar sampai kehatinya. Bagaimana rasanya jika ia mengandung buah cintanya dengan Richard dan apakah akan sebahagia Anna. Hingga suara Anna yang menginterupsinya dari lamunan penuh senyuman  itu.

“Ngelamun aja lo! Siap-siap aja berhadapan sama mak lampir itu, Rin,” ucapnya sambil terus membelai perut buncitnya. Arin yang mendengarnya hanya tersenyum tipis dan mengangguk pelan. Sebuah senyumann yang penuh arti dan Anna sadar akan arti senyumann sahabatnya itu.

Mungkin dulu aku pernah kalah dengan membiarkannya merebut milikku, tapi tidak untuk kali ini. Milikku akan tetap menjadi milikku dan kembali pada tempatnya.

Second WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang