Chapter 6

436 20 0
                                    

“Are you kidding me? You’ll marry him?”

Suara Dewi di seberang sana begitu memekakkan telinga, seperti akan memakan telinga pendengarnya.

“Ya mau gimana lagi, Dew? Gue nggak bisa nolak maunya mereka, tapi isunya, sih, Richard gay. Jadi yaaa...” Arin menggantung kalimatnya.

“Ya Allah... Gila lo, ya, Rin, pertaruhin masa depan buat nikah sama orang kayak gitu. Parah lo!!!”

“Bisa kondisiin nggak mulut lo yang tanpa corong penyaring itu?”

“Sorry, kali, Rin. Lupa gue. Hehe...”

“Nyengir aja lo... Dateng ya entar kawinan gue, awas aja sampai nggak dateng. Gue obrak abrik tuh NYC.”

“Yakin lo gue boleh dateng pas lo kawin? Gak malu lo maen terus ada gue yang nonton?”

“Huh?”

Arin dengan muka begonya nggak paham maksud sahabatnya. Dewi yang melihat wajah polos bego sahabatnya itu langsung tertawa geli. Karena memang saat ini mereka sedang melakukan panggilan video untuk mengabari tentang rencana pernikahannya.

“Ya kali lo mau pamer tititnya laki lo yang setengah bule itu ke gue, kan? Entar kalo gue mupeng gimana dong, Rin?” Dewi masih memasang wajah tanpa dosanya sambil menahan kekehannya.

“Shit!!! Najong, Dew. Lagian gue nggak tahu aja kalo dia nafsu ke gue apa nggak. Istri pertamanya aja nggak punya anak.”

“Aah, klise.”

“Apaan klise? Klise poto maksud lo?”

“Au aah, Rin. Capek gue ngomong sama lo, suka gak benar.”

Arin hanya terkekeh geli melihat ekspresi kesal di wajah sahabatnya yang sudah membulat karena tengah mengandung. Dewi itu mungil dan imut, jadi sejak hamil dia semakin terlihat imut dan menggemaskan dengan pipi yang sedikit menggembung.

“Pipi lo lucu, nggak usah digembungin kayak ikan buntal gitu. Mungkin itu juga kali ya alesan dia nggak nikahin gue dulu dan malah nikahin istrinya ini. Biar gue nggak tahu aja kalo dia gay.”

“Jangan sedih, mbak bro... Buktinya bentar lagi lo nikah sama dia kan? Allah itu selalu tahu mana yang baik buat umat-Nya. Termaksud benang merah hidup lo sama Richard.”

“Lo makan apa barusan, Dew? Kok kayak benar aja punya omongan?”

Dewi hanya terkekeh geli mendengar celoteh Arin. Terlalu lama bersahabat dengannya jadi membuat mereka memiliki karakter yang nyaris sama. Nyeleneh.

“Sudah, aah, Rin. Gue mau ke grocery dulu belanja, laki gue sudah nungguin dari tadi. Entar aku bilang ke dia deh untuk balik ke Jakarta. Sudah kangen juga sama keluarga di sana. Salam buat keluarga lo, buat Richard juga.”

“Okay. Salam buat laki lo ya, take care.”

Setelah memutus sambungan video call mereka, Arin masih diam memandangi langit-langit kamarnya. Sial! Bentuk dan warnanya pun masih sama. Tapi Arin masih senang aja gitu mandangin langit-langit kamar? Berharap ada cicak lewat apa?

“Ck... Gue harus buktiin kalo lo bukan gay. Ya kali perawan seumur hidup gegara nikah sama Richard. Nggak rela!” Arin berdecak kesal sebelum membenamkan wajahnya di bantal.

Saat Arin telah memasuki alam mimpinya, berbeda dengan Richard yang masih larut dengan wine yang menemaninya sejak 1 jam yang lalu. Tangannya masih menggoyangkan gelas wine yang tidak terisi penuh itu. Hingga ia terpaksa menghentikan tangannya saat seseorang menepuk bahunya.

“Kenapa lo, Bro? Ada masalah sama Jen atau kerjaan?”

Richard hanya diam saja menatap pria yang sedang berusaha duduk disebelahnya. Dia lebih memilih untuk menguk winenya daripada menanggapi pertanyaan sok tahu pria itu.

“Kalo dari expresi lo sih gue tahu bukan 2 hal itu. Ya sudah lo cerain aja deh tuh perempuan ular, seenggaknya beban lo kurang dikit”

“Nggak segampang itu...” matanya kini menatap pria itu dengan cukup sengit.

“Apa susahnya? Tinggal cerai ini.”

“Ya intinya nggak segampang yang lo bilang. By the way she’s back...”

“Who?”

“She’s back, Rendra...”

“Sorry?” pria bernama Rendra ini menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena tidak mengerti maksud sahabatnya ini.

“Back? Wait... Don’t said if she’s someone who on my mind?” Rendra tampak berpikir, menatap penuh tanya pada Richard yang menjawab dengan anggukan.

“Seriously? She’s back? bukannya biasa dia selalu mengindari ketemu lo? Sampai kita anggap bahwa dia nggak pernah balik sejak 8 tahun lalu.”

“Yeah... Now my life really look like a games,” Richard mengacak rambutnya dan tampak frustrasi.

“Dia maafin lo?”

“Entahlah. Yang jelas dia bakalan jadi second wife gue 2 bulan lagi,” Rendra yang sedang meminum winenya langsung menyemburkannya keluar.

“Wah parah lo. Gila aja lo mau jadiin dia second wife. Bisa berantem mulu deh Arin sama Jen. Mengingat gimana galaknya itu cewek cinta pertama lo.”

“Setelah nikah gue akan bawa dia ke rumah utama”

“Gue lupa kalo lo nggak tinggal bareng Jen. Terus gimana itu Arin? Mau aja dia nikah sama lo?”

“Kesepakatan orang tua kita. Tapi dia sama sekali nggak berubah, hobi banget ngatain gue.”

“Tapi lo tetep cinta, kan? Bahkan Jen aja yang istri lo gak pernah benar-benar bisa nyentuh lo.”

“Hmmmmm... Tapi dia bilang awas aja kalo gue nggak perkasa. Ck.”

Mendengar penuturan Richard tentang apa yang diucapkan Arin sungguh membuat Rendra tidak bisa menahan tawanya. Karena Rendra paham benar siapa sahabatnya ini, dan dia juga cukup tahu bagaimana cinta pertama pria di sebelahnya ini. Sepertinya Arin benar-benar berpikir bahwa Richard adalah seorang gay. Benar-benar tak habis pikir dengan otak gadis yang jadi cinta pertama Richard itu.

Malam semakin larut dan dua orang pria dewasa yang sedari tadi asik bercerita menyudahi pertemuan mereka. Yang jelas Richard hanya jadi bahan lelucon bagi Rendra. Arin bukanlah nama yang asing bagi sahabat-sahabat Richard, cerita cinta yang rumit dan semakin rumit dengan pernikahan yang akan segera berlangsung.

Malam yang dingin berganti menjadi pagi yang cerah dengan suara ayam dan burung yang saling bersahutan. Rumah Mahesa Kaur seperti biasa, selalu ramai dengan celotehan anak-anak. Tidak! Lebih tepatnya hanya Arin yang berceloteh mengganggu keponakannya.

Hari ini Arin tidak berangkat ke kantor, padahal baru satu hari kerja dan ia sudah membolos. Karena hari ini ia akan pergi ke salah satu desainer langganan keluarganya dengan Ibu dan Mommy Marry, ya, sejak pertunangan mereka beberapa minggu lalu membuatnya harus terbiasa memanggil orang tua Richard dengan sebutan Mommy.

“Nanti lehenganya cuma buat acara henna night dan akad aja kok jeng. Karena keluarga Ayahnya Arin juga datang dari Mumbai dan Singapore untuk acara ini.”

Ratna memberitahu Marry tentang rencana pakaian apa yang akan digunakan oleh putrinya. Marry terlihat sangat antusias melihat beberapa rancangan lehenga yang mengisi hampir seluruh butik. Matanya terpana pada gaun-gaun cantik berkilauan dengan payet.

Arin yang sudah terlalu biasa menggunakan gaun khas India itu sedikit terkekeh melihat calon mertuanya. Karena Marry yang berasal dari Jerman dan merasa hal-hal yang berhubungan dengan tradisi itu sangat unik dan menarik.

Second WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang