Chapter 31

581 11 0
                                        

Brak...

“Kenapa kamu menghindar?” Jenny masuk ke dalam ruang kerja Richard dengan wajah marah.

“Ada apa?” Richard mendongakan kepala, melihat wajah marah Jenny, yang ia tahu pasti menyeramkan. Setidaknya itulah yang biasa dikatakan Amna tiap kali melihat kemarahan Jenny.

“Kamu menghindar setelah seminggu menghilang.”

“Aku masih di sini,” tanpa melihat wajah Jenny yang masih merah padam karena emosi dan kembali memeriksa beberapa berkas.

“Kamu bersamanya seminggu penuh, sedangkan saat pernikahan kita dulu kamu pergi ke Eropa sebulan tanpa mengajakku,” Jenny melancarkan protesnya atas cara Richard menyikapinya dan Arin yang jelas sangat berbeda.

“Aku menikahimu karena keluargamu memaksaku, bukan karena aku ingin. Dan lagi bukankah kamu sudah cukup terpuaskan dengan lelaki muda yang biasa menghabiskan malam denganmu di apartemen,” ucap Richard masih dengan nada datarnya.

Saat ini wajah Jenny sudah memucat, entah ke mana warna merah yang tadi menghiasi seluruh wajahnya. Tubuhnya seakan membeku di tempat setelah mendengar apa yang diucapkan Richard. Aliran darahnya berhenti dan jantungnya entah kenapa terasa begitu nyeri. Telinganya tidak salah menangkap dengar ucapan suaminya, kan? Richard mengatakan tentang lelaki muda yang menghabiskan malam dengannya di apartement.

“Jangan kaget, Jen, kamu lupa siapa suamimu ini,” Richard menatap sinis ke arah Jenny yang masih mematung.

“A--aku tidak seperti itu,” bantah Jenny dengan kata terbata-bata.

Richard berdiri dari duduknya, berjalan ke arah Jenny yang masih diam mematung di tempatnya. Mengedarkan pandangannya ke segala arah, berusaha untuk menghindari tatapan tajam suaminya. Sungguh saat ini kakinya terasa lemas, tubuhnya ingin luruh kelantai.

“Kamu pikir bisa membodohiku berapa lama lagi Jenny Arfian Halim? Milikku belum sekalipun menyentuh milikmu. Tapi apa yang kamu lakukan? Memberikannya untuk lelaki lain? Sungguh hebat kamu, Jen,” ucap Richard menundukkan wajahnya lebih dekat pada wajah Jenny.

“Kamu tidak menyentuhku,” Jenny memalingkan wajahnya dari tatapan tajam dan wajah mengeras Richard.

“Bukan berarti kamu bisa memberikan milikku untuk orang lain, Jenny Arfian Halim,” geram Richard yang sudah tidak tertahankan.

Sebenarnya bukan tanpa alasan Richard menjadi semarah ini. Saat ka menghabiskan waktunya bersama Arin kemarin, ia mendapatkan email dari seseorang yang dibayarnya untuk menyelidiki keluarga Halim. Terutama Jenny yang masih berstatus sebagai istrinya. Di dalamnya ada bukti perselingkuhan Jenny dengan seorang lelaki muda. Bahkan ada rekaman perbuatan menjijikan keduanya yang membuat Richard marah dan mual dalam waktu bersamaan.

“Tapi kamu tidak akan pernah bisa menceraikanku, kalau kamu lupa tentang kesepakatan itu,” Jenny menunjukkan wajah penuh percaya diri pada Richard.

“Aku tidak lupa,” jawabnya santai memasukan kedua tangan ke dalam saku celana.

“Kalau begitu percuma saja jika kamu mengetahui keadaannya,” Jenny menyisipkan rambut ke balik telinganya.

“Kamu akan menceraikanku,” ucap Richard yang sudah berbalik, berjalan menuju kursi kebesarannya.

“Jangan mimpi kamu, Richard Wirajaya!” teriak Jenny lantang pada Richard yang telah duduk di kursi kebesarannya, dengan kedua kaki menyilang di atas meja.

“Aku sedang tidak bermimpi,” jarinya mengetuk-ngetuk meja kerjanya yang dipenuhi berkas.

“Aku tidak akan pernah menggugat cerai,” ucap Jenny berbalik ingin beranjak meninggalkan ruang kerja suaminya. Namun baru selangkah ia berjalan, kakinya sudah kaku di tempat dan sulit diangkat. Sekali lagi Richard ingin membuatnya terkena serangan jantung mendadak.

Second WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang