Apa bagian paling menyedihkan dari hal yang bernama “jatuh cinta”? Bagian mana yang paling tertekan saat seseorang mempercayaimu dengan sepenuh hatinya? Lalu bagaimana jika kau tumbuh dalam jiwa yang selalu mementingkan kebahagiaan orang lain?
Seminggu sudah berlalu, intensitas Taehyung untuk datang ke apartemen semakin terlihat jelas. Pria itu sangat perhatian. Pria itu manis dengan tindak-tanduknya dengan tanggung-jawab penuh. Tak ingin dilewatkannya momen-momen menjadi calon ayah terlewat begitu saja, meskipun yang mengandung anaknya dan yang ia perhatikan bukanlah istrinya.
“Kau kurusan...”
“Hmmm—?” Tzuyu yang melamun, melirik Taehyung yang bersandar di sofa balkon. Angin berhembus lembut menyapu cepolan rambutnya, serta anak rambut membelai wajah polosnya lembut. Cantik.
Siang hari, Taehyung kabur dari kantor untuk ya... Seperti ini. Entah kenapa, dia ingin menghabiskan banyak waktu bersama Tzuyu. Setiap detik, Lee Sally menghantui pikirannya, membuat Taehyung bertanya-tanya, apa yang sebenarnya ia inginkan dari wanita ini?
Mereka hanya duduk diam kadang bercengkrama di balkon sambil menikmati teh dan biskuit serta camilan ringan lainnya. Banyak sekali pemandangan yang bisa mereka saksikan. Gemuruh kota besar berpadu dengan damainya pepohonan dan taman hijau.
Tzuyu sempat bingung, tapi Taehyung datang juga tidak tiap hari. Hanya saja, jika ia bekerja, Tzuyu harus kembali berbohong dan pergi lebih pagi sebelum Taehyung sampai duluan.
“Aku?” Tzuyu tidak mau menatap Taehyung terlalu lama.
“Kau menghindariku.”
“Tidak.” Tzuyu langsung menggeleng dan menatap lawan bicaranya yang tampak menatapnya tajam, tanpa ekspresi.
Diam. Lalu diam yang panjang.
“Apa kau punya kekasih?” cecar Taehyung.
“Kenapa bertanya begitu?”
Taehyung berdiri, melangkahi meja dan duduk tepat dihadapan Tzuyu. Wanita itu sontak panik sejenak, namun berusaha bersikap setenang mungkin.
“Kau tidak menyukai hal ini? Kau menyesal?”
Hening lagi. Tidak ada yang bersuara kecuali mata yang saling meneliti jawaban masing-masing.
“Aku tahu kau hanya makan saat aku ada disini. Aku tahu kau sedang menjaga pola makanmu. Tapi aku tidak tahu kenapa kau melakukan semua itu, apa kau memiliki kekasih diluar sana sampai kau seperti ini? Aku juga memberimu kartu kredit tanpa limit agar kau bisa menggunakannya kapanpun dan membeli apa saja. Beli keperluanmu dan bayinya. Tapi saldonya tetap dalam jumlah yang sama. Kenapa kau bersikap seperti ini? Kenapa kau malah menyiksaku? Aku selalu bertanya-tanya kenapa aku sampai lari dari kantor hanya untuk bertemu denganmu. Aku melanggar semua keyakinanku hanya untukmu. Apa kau tahu betapa tertekannya aku saat ini?”
“Aku selalu ingin tahu apa yang ada dalam pikiranmu, tapi kau jarang berbicara. Kau tak memiliki banyak ekspresi untuk apapun yang terjadi dihadapanmu. Aku berusaha mencari tahu apa yang kau mau, apa yang bisa aku lakukan agar kau bahagia. Tapi kau selalu terlihat murung, melamun dan tidak pernah bahagia. Aku selalu bertanya, apa karena aku kurang dalam memberi keperluanmu. Tapi kau bahkan tidak pernah menggunakan kartumu. Apa karena ibumu sakit, aku usahakan memberinya dokter terbaik. Bisakah kau memberitahu satu rahasia saja yang bisa aku simpan seumur hidupku nantinya demi mengenang mu. Setidaknya rahasiamu yang bisa aku temukan pada anakku nantinya.”
Aku seorang pelacur dan penipu.
“Jimin menemukan Mina dalam raga Minji, aku juga ingin menemukanmu nantinya dalam raga anakku. Karena kita tidak bisa berkelit bahwa kau ibu biologisnya.”