41: 6 bulan

69.6K 7.2K 402
                                    

Sudah sekitar 6 bulan lebih Jeje tertidur, tidak ada tanda tanda dirinya siuman.

Tentang sekolah, orang tua Jeje sudah menjelaskannya pada pihak sekolah dan mereka memahami juga turut bersedih tentang keadaan Jeje.

Jika Leo sendiri, pemuda itu lebih jauh menjadi pendiam, hanya kata kata singkat yang ia lontarkan.

Dan yang lebih parah, Leo hanya menjenguk suaminya selama seminggu sekali, pemuda itu malah disibukkan dengan pekerjaan yang ia bangun di Belanda sebelum menikah.

Luke tidak habis pikir dengan putra semata wayangnya itu, tapi berbeda dengan kedua orang tua Jeje yang memahami kesedihan Leo.

Leo mencoba untuk menjauhkan pikiran negatifnya saat berada disamping Jeje dengan beralih duduk dikantor mengelola perusahaannya atau juga tindakan Leo ini bisa disebut juga dengan pengalihan.

Hari ini waktunya Leo berkunjung, ia membawa sebuah kotak perhiasan digenggaman tangannya.

Dira yang melihat kedatangan menantunya itu lantas langsung melemparkan senyuman.

Dira mengusap pucuk kepala Leo sebelum keluar dari ruang rawat Jeje.

"Pagi" sapa Leo pada seonggok manusia yang sedang tertidur lelap diatas ranjang rumah sakit.

Leo duduk tepat disamping ranjang Jeje.

Jas yang dipakainya telah dilepas, hanya memperlihatkan kemeja putih dengan dasi panjang yang terpasang di lehernya.

"Hari ini, aku bawa gelang buat kamu"

Leo mengeluarkan sebuah gelang emas dari kotak yang sebelumnya ia bawa.

Pemuda itu juga memakaikan gelang tersebut dipergelangan tangan suami kecilnya yang entah kapan akan bangun dan memeluknya dengan wajah memerah.

"Cantik" puji Leo.

Selama 6 bulan lamanya, Leo berbicara dengan Jeje tanpa ada jawaban dari lawan bicaranya.

"Oh, aku lupa ngasih tau ke kamu, Diana udah musnah, kemarin aku ga sengaja nyuruh orang buat nuangin racun dimakanannya" ucap Leo sambil tertawa kecil.

Ya, Diana sudah mati, Leo memerintahkan seseorang untuk mendatangi penjara dan menuangkan bubuk racun dimakanan yang akan diberikan pada gadis malang itu.

Setelah kejadian penembakan, Diana dibawa kekantor polisi dan divonis hukuman penjara seumur hidup.

Tapi sayangnya hukuman itu membuat Leo tidak puas hingga dengan teganya ia membuat Diana musnah dengan begitu janjinya pada Jeje bisa ditepati bukan?

"Aku udah gila Jeandra"

Setelah mengatakan itu, Leo langsung keluar dari ruangan Jeje, pergi dengan kesedihan yang meluap luap.

Leo tidak tau jika suami kecilnya kesayangannya menitikkan sebuah air mata dipipi gembilnya, seolah sedih dengan ucapan Leo.
.
.
.
.
Berhari hari dilewati dengan bekerja oleh Leo, pemuda itu bekerja hingga malam hari.

Tidak perduli dengan kesehatannya sendiri.

Tubuh Leo semakin hari semakin kurus, walaupun tidak mengubah tubuh atletisnya.

"Kalau Jeje tau suaminya kurus ga kerawat kayak gini, pasti kamu udah ditalak sama dia" ucap Luke.

Pria paruh baya yang berstatus sebagai ayah Leo itu sedang berada dikantor putranya, sekedar melihat bagaimana kondisi sang anak.

Leo menatap tajam ayahnya itu, ia menghentikan pekerjaannya, lihatlah sebentar lagi Luke akan lenyap dari muka bumi ini.

Luke sendiri memberikan tatapan seolah menantang manusia dihadapannya ini.

"Kenapa? Sakit hati?"

Leo mengalihkan pandangannya kembali kedepan laptop yang berada didepannya.

"Keluar" ucap Leo singkat.

Luke menghela nafasnya, ia sudah bersiap pergi dari ruangan putranya itu, jika saja benda pipih yang berada disaku celananya tidak bergetar hebat.

Luke mngernyitkan dahinya, kemudian pria itu langsung menyambungkan sambungan telfonnya.

"Halo?"

Beberapa saat setelah seseorang yang menelponnya di seberang sana memberi tau apa tujuannya, Luke langsung mematung dengan ponsel yang jatuh ke lantai kantor Leo.

Tentu saja hal ini menarik atensi Leo, ia menatap ayahnya dengan tatapan bingung.

"Papa?" Panggilnya.

Luke tidak langsung menjawab, tubuhnya masih mematung ditempat, membuat Leo harus menghampiri pria itu dan sedikit mengguncang tubuhnya.

Luke tersadar, ia menatap Leo lalu memegang kedua pundak putra satu satunya erat.

"Ck, kenapa?" Tanya Leo risih, pasalnya wajah Luke terlihat sedang bersedih.

"Mama kamu"

Leo mengernyitkan dahinya.

"Kenapa?" Tanyanya lagi, tapi kini suara yang Leo keluarkan jauh lebih menakutkan.

"Jawab pa!" Tekan Leo.

"Meninggal"

Berganti tubuh Leo yang mematung, wajahnya tiba tiba berubah pucat, bibirnya sedikit terbuka mencoba menelan ucapan Luke tadi.

Leo tertawa hambar.

"Ga lucu pa, mama baik baik aja kok!" Ucap Leo dengan sedikit berteriak.

Tubuh Leo bergerak liar, seakan panik dengan keadaan yang sedang ia alami.

"Leo!" Teriak Luke, mencoba menyadarkan kesadaran Leo.

"Papa gila tau ga?! Mama tuh cuman sakit jiwa pa! Dia ga sakit apapun! Dia cuman gila gara gara papa tinggalin kan?!!"

Leo menangis, apa takdir memang sejahat ini? Kenapa tiba tiba takdir menyakitinya?

"Mama baik baik aja pa" ucapnya sambil memeluk tubuh Luke.

Luke juga sedih dan menyesal tentunya, dulu ia pernah meninggalkan putra dan istrinya karena kebodohannya yang gila.

Dulu, ia meninggalkan Laude hanya untuk seorang jalang, ia tega membuat istrinya tertekan dan berakhir gila.

Luke menyesal, jika saja dia tidak meninggalkan Laude, jika saja dia tidak memilih jalang itu, jika saja...
_______________

Tbc...

Temen gue pernah bilang, kalau dia benci sama hidupnya, kalau dia benci sama hidup kenapa ga mati aja? Kenapa harus mengeluh setiap harinya? Aneh kan? Hahahaha!

Vote+komen+follow!

KAKEL||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang