43: sensitif

71K 7.2K 638
                                    

Keadaan Jeje yang ternyata tidak mengalami amnesia seperti kata dokter membuat seluruh keluarga senang bukan kepalang.

Kecuali Jaya, padahal pria itu akan mengerjai menantunya tapi Jeje malah bilang 'kangen' terlebih dahulu pupus sudah harapannya melihat Leo menangis tersedu sedu.

Kini Leo dan Jeje tengah merebahkan tubuh mereka masing masing di atas ranjang rumah sakit, dengan keadaan Leo yang memeluk erat tubuh Jeje.

"Kak" panggil Jeje, suaranya masih lemah karena efek koma 6 bulan lebih, tepatnya setengah tahun Jeje koma.

"Hm?" Leo berdehem, tangannya aktif mengusap punggung Jeje.

"Kakak ninggalin Jeje" ucapnya.

Leo belum memberi taunya tentang kematian sang ibu, pemuda itu takut suami kecilnya akan bersedih dan kembali koma diatas ranjang rumah sakit ini.

"Enggak sayang, kak Leo ada urusan jadi harus balik ke Indonesia"

"Kenapa nyuruh Bagas yang jagain Jeje?"

"Emang kenapa? Bagas jahat ya?"

"Jeje siuman gara gara ngedenger Bagas telfonan sama Rendi, alaynya sampe bikin orang koma kebangun"

Leo terkekeh sejenak, ia mengecup pucuk kepala Jeje, sudah lama ia tidak mendengar perkataan julid Jeje.

Nyatanya Jeje tidak terbangun karena suara Bagas, ia terbangun karena seseorang yang menyuruhnya kembali lagi.

"Jeje pengen seblak" rengeknya lagi.

Sontak Leo terkejut, ia menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju.

Mana ada habis koma langsung minta seblak?

"Kak! Jeje pengen seblak!"

"Enggak Jeandra, lagian di Belanda mana ada seblak?"

"Tapi-"

"Nanti kalau udah sembuh kita makan seblak ya? Udah diem"

Setelah mengatakan hal itu, Leo malah dibuat bingung, bagaimana tidak bingung? Jejenya menangis tiba tiba.

"Kenapa nangis sayang?"

"Kak Leo marah hiks"

Leo tersenyum tipis, ia memeluk tubuh Jeje, menciumi pucuk kepalanya berkali kali.

Coba saja Jeje tidak habis koma, mungkin Leo sudah akan memakan pemuda yang kini berstatus sebagai suaminya itu.

"Udah jangan nangis, kakak ga marah Jeandra"

Jeje tidak lagi menangis, tapi suara sesenggukan masih terdengar.

Kenapa Jeje sangat sensitif? Jangan jangan Jeje hamil? Tapi kan Leo belum melakukan itu dengan Jeje?

Leo mengubur dalam dalam pemikiran sempitnya itu dan kembali menikmati memadu kasih dengan si kesayangannya ini.

Lama keduanya berlarut larut dalam keheningan tiba tiba pintu ruang rawat Jeje dibuka menampilkan Bagas dengan paper bag ditangannya.

"Hadeuh! Anak muda jaman jigeum! Ga bisa liat kondisi yang lagi ldr an ini"

Leo memutar bola matanya malas, jika saja Bagas bukan sepupunya mungkin ia akan melakukan hal sama seperti yang telah ia lakukan pada Diana.

Bagas menghampiri keduanya, bukannya bangun, Leo dan Jeje malah menganggap Bagas sebagai angin lalu.

"Bangun! Ga mau makan lo?! Songong banget yang udah punya suami!"

Mendengar perkataan Bagas, tiba tiba semburat merah muncul dikedua pipi Jeje, membuat Leo dan Bagas keheranan.

"Eh kenapa lo? Demam? Mukanya kok merah? Tapi kok tiba tiba? Apa jangan jangan efek abis koma?" Tanya Bagas bertubi tubi.

"Kamu ga kenapa napa kan? Ada yang sakit?" Tanya Leo tak kalah khawatir dengan Bagas.

"E-enggak, mau makan" ucap Jeje sedikit gugup, bisa bisanya ngeblush cuman gara gara dibilang udah punya suami.

Tanpa bertanya, Leo bangun dan mengambil alih paper bag yang tadi Bagas berikan.

"Tapi ini bukan makanan rumah sakit Gas? Kok lo ngasih ini?" Tanya Leo, sebab seharusnya Jeje tidak diperbolehkan makan makanan luar dan hanya makanan rumah sakit yang harus Jeje makan.

"Jeje yang minta, dia bilang makanan rumah sakit Belanda sama aja kayak makanan rumah sakit di indonesia sama sama ga enak"

Leo langsung menatap Jeje, yang kemudian dibalas cengiran lucu dari Jeje langsung.

"Kalau minta makanan yang enak direstoran sayang, bukan dirumah sakit"

Jeje mempoutkan bibirnya, matanya sudah berkaca kaca, lagi lagi Jeje ingin menangis.

"Kenapa lagi? Jangan nangis lagi dong" ucap Leo sambil mengusap air mata Jeje yang sudah turun diarea pipinya.

"Bang, keknya lo belum dikasih tau ya?"

Leo mengernyitkan dahinya, membuat Bagas menghela nafas karenanya.

"Nanti dah gue ceritain, sekarang biarin Jeje makan makanan ini dulu ya"

Leo mengangguk ia membiarkan Jeje memakan makanan luar, makanan orang Belanda tapi hampir mirip makanan indonesia, sama sama bubur dengan sedikit sayur sayuran diatasnya, dan roti sebagai penambah cita rasa.

Setelah memastikan Jeje makan dan tertidur, Leo menghampiri Bagas menanyakan apa yang terjadi pada suaminya.

"Gas" panggil Leo, Bagas terlihat sedang sibuk menelfon seseorang di handphonenya.

"Bentar bang" jawab Bagas, terlihat pemuda itu mengecup layar handphonenya membuat Leo mengernyit jijik.

"Rendi?"

Bagas memberikan cengiran untuk pertanyaan Leo.

"Mau nanya Jeje kan?"

Leo mengangguk.

"Kata dokter, Jeje ngalamin peningkatan emosional, dia bisa jadi cengeng karena apapun yang menurut dia sad banget, dia juga bisa nangis karena terlalu bahagia juga, katanya sih efek abis koma gitu, jadi lo ngertiin ya bang"

Leo mengangguk anggukan kepalanya mengerti, ia bersyukur hanya itu saja yang Jeje alami setelah koma bukan hal buruk yang membuatnya semakin terpuruk.
______________

Tbc...

Jangan cari apaan makanannya ya, gue ngawur.

Mau searching lagi males, jadi ya gue akalin aja hehehe.

Vote+komen+follow!

KAKEL||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang