52: toilet

70K 6.1K 257
                                    

Bagas menurunkan Rendi dari pangkuannya, lalu dirinya membuka seragam celana Rendi dengan gerakan kasar, tak lupa Bagas juga membuka celana seragamnya.

"Gas gue-"

"Lo ga mau?"

Rendi menatap wajah Bagas yang berubah mengerikan, tatapan lapar dan penuh nafsu itu membuat Rendi gugup.

Rendi meneguk ludahnya susah payah.

Lama Rendi menatap Bagas, membuat pacarnya itu menghela nafas panjang.

"Oke" ucap Bagas, pemuda itu hendak kembali memakai celananya tapi dicegah dengan gerakan Rendi yang kembali duduk dipangkuannya.

Bagas tersenyum saat Rendi kembali duduk dipangkuannya, pemuda itu kembali aktif menciumi leher hingga dada Rendi, tangannya juga sedang aktif menaik turunkan milik Rendi.

Rendi harus bersabar untuk kali ini, desahannya tidak mungkin ia keluarkan mengingat mereka yang sedang berada di toilet sekolah.

Bagas mengangkat pinggang Rendi, lalu menuntun kebanggaannya kedalam lubang anal Rendi.

"Nghh G-gas shh" desah Rendi saat kepala penis Bagas menyentuh lubang analnya.

"Akhh bangsat! Hiks anjir! Sakit sialan!" Umpat Rendi saat milik Bagas menembus lubang analnya.

Sepertinya kedua manusia bergender sama ini harus berdoa agar tak ada yang mendengar teriakan Rendi tadi.

"Eumhh sempit" desah Bagas, sungguh kenikmatan yang haqiqi.

Rendi mencengkram bahu Bagas, menyalurkan rasa sakitnya.

"Hmmh ahh k-keluarin sakit"

Bagas membulatkan kedua matanya sempurna, apa katanya tadi? Keluarin?

"No!"

"Eunghh sakit Gas"

"Oke tahan dulu biar ga sakit ya?"

Rendi menggelengkan kepalanya, rasanya bagian bawah tubuhnya terasa robek.

Bagas mengangkat pinggang Rendi, mengeluarkan miliknya dari lubang kenikmatan pacarnya.

Tapi saat kepala penis Bagas akan keluar, pemuda itu kembali memasukkan miliknya sekali hentakan dan hal itu dilakukannya beberapa kali.

"Ahh bangsat! Eunghh Gas s-sakit!"

Bagas tidak mendengarkan umpatan sekaligus desahan Rendi, pemuda itu bersemangat menghentak hentakkan miliknya.

Bulir bulir air mata turun ke pipi bulat Rendi.

"G-gas ahh hiks eunghh ahh hh"

Bagas kembali menghentakan penisnya masuk kedalam lubang anal Rendi sangat cepat dan brutal hingga cairan putih miliknya keluar dengan kencang dan juga banyak didalam perut Rendi.

Keadaan Rendi sudah lemas, spermanya sudah keluar sebanyak 3 kali.

Bagas mengambil nafas dalam dalam, kepalanya ia letakkan didada Rendi yang penuh dengan kissmark.

Rendi hanya terdiam, rasa sakit dan nikmat yang mendominasi membuatnya gila.

Bagas menatap Rendi, pemuda itu mengusap keringat yang turun dipelipis pacarnya itu.

"Kamu diatas"

Rendi memutar bola matanya malas.

"Ga gitu konsepnya!"

"Yang penting kan kamu diatas"

"Serah! Itunya keluarin!"

"Apanya?"

Bagas mengusap perut Rendi, disana terlihat tonjolan kecil yang membuat kedua mata Rendi membulat sempurna.

"E-eh a-apaan tuh?"

"Bagas junior"

"Anjir! Kok bisa?"

Bagas terkekeh "ga pernah nonton homo ya?"

Rendi terdiam sebentar "jadi lo suka nonton cowok cowok ngewe?"

Bagas mengangguk, seperkian detik berikutnya Bagas memekik kesakitan karena Rendi yang mencubit lengannya.

"Kenapa dicubit?" Ucap Bagas sambil mengusap usap lengannya.

"Itu karena lo ngeliat tubuh orang lain!"

Bagas terkekeh, ia mencium pipi Rendi brutal, sesekali menggigitnya gemas.

Dilain sisi, Jeje berada didepan toilet seperti gembel.

Tadi pemuda itu menyusul Rendi ke toilet, karena sahabatnya yang tak kunjung kembali tapi bukannya tubuh Rendi yang ia temukan tapi suara desahannya yang ia dengar.

Dengan inisiatifnya, Jeje duduk didepan pintu toilet, menghalangi orang orang agar tidak masuk kedalam toilet dengan alasan toilet rusak.

"Untung temen lo!" Ucap Jeje, sudah 3 kali dia menghentikan siswa yang hendak ke toilet dan 3 kali dia berbohong.

Jeje mengusak rambutnya kasar.

"Kak Leo! Gue kangen!!"
.
.
.
.
Malam ini, Dana dan Rio menemui orang tua Dana.

Terlihat sepasang suami istri yang terlihat kurang akrab duduk berjauhan.

Mengingat bagaimana keadaan rumah tangga keluarga Dana yang kurang harmonis jadi tidak menutup kemungkinan jika papa dan mama Dana akan bersikap seperti ini.

Dana menghela nafasnya, jika bukan karena dia yang akan menikahi Rio, Dana tidak perlu menemui kedua manusia didepannya ini.

"Dana mau nikah"

Mama Dana yang tadinya sibuk menatap layar ponsel kini beralih menatap putra satu satunya itu.

"Kenapa?" Tanya mama Dana.

"Dana udah ngebobol pacar Dana jadi Dana harus bertanggung jawab"

Papa Dana tampak terkejut pria paruh baya itu menampilkan wajah yang mengerikan.

"Maksud kamu apa?"

"Pacar kamu mana? Kenapa ga dibawa?" Tanya mama Dana lagi, nampaknya wanita itu belum menyadari jika pacar yang Dana maksud adalah Rio, lelaki yang duduk tepat didepannya itu.

"Dia, dia pacarnya Dana"

Kedua sepasang suami istri itu membulatkan matanya sempurna.

"Kamu gila? Kamu mau nikahin cowok? Dan otak kamu dipakek ga sih?" Ucap Papa Dana seakan tak habis pikir dengan perilaku putra semata wayangnya.

"Terserah papa setuju atau enggak, yang penting Dana udah bilang"

"Terserah? Maksud kamu gimana sih Dan? Kita masih jadi orang tua kamu!" Sahut mama Dana.

"Lah masih inget kalau jadi orang tua? Bukannya udah lupa ya?"

Rio memegang tangan Dana saat dirasa pemuda itu kehilangan kesabaran.

"Jaga mulut kamu!" Tegur papa Dana.

"Huh? Aku belajar ngomong kayak gini dari papa loh, enggak bukan papa aja tapi aku belajar ini dari mama juga, kalian berdua yang ngajarin Dana bisa ngomong kayak gini"

"Papa ga setuju! Kamu ga boleh nikahin cowok abnormal kayak dia ini!"

"Disini yang abnormal tuh papa sama mama"

Setelah mengatakan hal itu, Dana memegang lengan Rio lalu membawanya pergi dari restaurant meninggalkan kedua orang tua Dana.
___________________

Tbc..

Ga nyambung ya? Otak gue lagi kebanyakan pikiran kalau ga nyambung maklumin aja ya.

Vote+komen+follow!

KAKEL||ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang