Malam ini Bagas sedang berada dirumah Rendi, untuk melamar sang pujaan hati.
Seluruh keluarga Rendi, ayah dan bundanya serta Rea tengah duduk disofa karena ucapan Bagas yang katanya ingin mengatakan hal penting menyangkut masa depan Rendi.
Bagas berdehem sebentar.
"Nama saya Ba-"
"Udah tau Gas" potong ayah Rendi.
Bagas gugup ia melupakan segalanya, Rendi sendiri langsung mencubit lengan Bagas karena kegugupannya membawa mala petaka.
"Hehehe, maaf om" ucap Bagas sambil mengelus lengan yang dicubit Rendi.
"Jadi, Bagas mau nikahin Rendi om" ucapnya seakan tidak ada beban sama sekali, bahkan ia melupakan bahasa formal yang akan ia pakai tadi.
Kedua orang tua Rendi tertawa setelah terdiam beberapa saat.
"Kamu tuh, kalau ngelawak jangan pakek jokes yang kelewatan Gas" ucap ayah Bagas lagi.
"Ga! Bagas ga lagi ngelawak om, Bagas beneran mau nikah sama Rendi, Bagas sayang sama Rendi!" Ucapnya yang kemudian membuat kedua orang tua Rendi terdiam tak berkutik.
"Rea, masuk ke kamar" titah bunda Rendi.
Rea mengangguk, gadis itu masuk ke kamarnya dengan persaan yang kecewa.
"Kalian gay?" Tanya ayah Rendi, ia masih memastikan walaupun sudah tau apa jawabannya.
Bagas mengangguk mengiyakan ucapan ayah Rendi.
"Rendi? Kenapa diem aja?"
"R-rendi mau nikah sama Bagas yah! Rendi tau ayah pasti ga akan setuju, tapi Rendi bahagia kok sama Bagas"
"Gila kamu Ren?" Setelah beberapa saat terdiam akhirnya bunda Rendi bersuara.
"Bun!" Tegur ayah Rendi.
"Kamu sadar kan, kalau kalian berdua cowok? Kamu sadar kan kalau kalian berdua ini ga bakal bisa punya masa depan?" sambung ayah Rendi.
"Kalian udah ngelakuin itu?" Tanya bunda Rendi lagi.
Bagas akan menjawab, tapi Rendi terlebih dahulu mengiyakan pertanyaan bundanya.
Rendi menggenggam tangan Bagas erat, tangan Rendi terasa dingin dan gemetar membuat Bagas balik mengeratkan genggamannya.
Ayah Rendi memijat pelipisnya, sedangkan bunda Rendi hanya bisa menganga tidak percaya.
Rendi berbohong kepada kedua orang tuanya, Rendi yakin mereka berdua tidak akan memberikan restu untuk dirinya dan Bagas jika ia menjawab tidak.
.
.
.
.
Leo mengantarkan Jeje pulang kerumahnya, karena Jaya yang sudah menelpon Jeje berulang kali.Untuk penawaran Jeje sebelumnya, Leo hanya menanggapi dengan senyuman, ia tidak akan melakukan itu sebelum menikah.
Kalau Jaya tau, bukannya menikah Leo akan dikirim ke penjara setelah babak belur.
"Masuk dulu"
Leo mengangguk, ia keluar dari mobilnya dan mulai berjalan beriringan dengan Jeje kedalam rumahnya.
"Loh? Kok pulang?" Ucapan Dira menyambut keduanya, saat sudah sampai didalam rumah.
"Jeje!" Teriak Jaya yang baru saja turun dari lantai dua.
"Kamu ga ngelakuin itu kan? Ngadep belakang" ucap Jaya panik.
"Buat apa pa?"
"Ngadep belakang Je"
Jeje menurut, ia berbalik membelakangi papanya.
"Jalan"
Jeje menurut lagi, ia berjalan kedepan dengan langkah kikuk, membuat Jaya lebih panik.
"Jaeandra! Papa bilang apa sama kamu?! Papa bilang jangan kawin dulu sebelum kalian sah"
Jeje mengernyit bingung.
"Kamu juga! Saya kan udah bilang, jangan apa apain Jeje, kenapa kamu malah grepe grepe Jeje duluan?! Kecewa saya sama kamu!"
"Papa! Jeje belum di tusbol!!" Ucap Jeje sedikit berteriak.
"Terus kenapa jalan kamu aneh?!"
"Papa yang bikin Jeje jalan aneh!"
Leo hanya diam memperhatikan dua orang yang saling menyayangi satu sama lain ini.
"Pa! Kamu apa apaan sih, udah dong!" Bela Dira.
"Diem ma!"
Karena kesal Dira mencubit pinggang Jaya, membuat empunya meringis kesakitan.
"Nak Leo sama Jeje naik keatas ya, biar mama yang urus papa" ucap Dira, yang kemudian membawa Jaya masuk kekamar.
Jeje menggandeng tangan Leo untuk berjalan kearah kamarnya.
Setelah sampai didalam kamar, Jeje menutup pintu kamar lalu merebahkan tubuhnya diatas kasur empuknya.
Leo tersenyum, lalu membawa tubuhnya tidur disamping Jeje.
"Maaf" ucap Jeje pelan.
Leo menatap kepala Jeje yang sedang tertelungkup.
Leo memegang pinggang Jeje, membalik tubuhnya agar terlentang.
"Engap sayang" ucapnya yang melihat wajah galak Jeje.
Walaupun Leo menyukai bagaimana menggemaskannya wajah itu saat marah tapi dia lebih suka Jeje yang tersenyum imut kepadanya.
"Kenapa minta maaf hm?"
"Papa keterlaluan"
Leo terdiam, kemudian pemuda itu menciumi seluruh wajah Jeje dan terakhir ia mengecup bibir merah Jeje.
"Semua orang tua emang gitu kan? Khawatir sama anaknya, apalagi kalau anaknya imut kayak kamu"
"Tapi papa-"
Leo memotong ucapan Jeje dengan pelukan, ia membenamkan wajah Jeje ke dada bidangnya, lalu mengelus kepala Jeje lembut.
"Jeandra"
"Hm?"
"I love you"
Jeje terdiam ia mengeratkan pelukannya pada tubuh tegap Leo.
"Eh? Kenapa nangis?"
Jeje menangis dalam pelukan Leo.
"Maaf hiks"
"Kenapa minta maaf lagi sih? Kamu kenapa hm?"
"Huwee! Kak Leo maafin Jeje!"
"Eh? Kenapa malah kejer sih? Jeandra?"
"Hiks Jeje minta maaf udah hiks marahin kak Leo" ucap Jeje sambil mengusap air matanya, Leo sendiri merasa gemas lalu menggigit pipi Jeje gemas.
"Akhh! Jangan gitu hiks! Huweee! Sakit!"
Leo tersadar ia mengusap pipi Jeje dengan meminta maaf sesekali terkekeh karena gemas.
_________________Tbc...
Vote+komen+follow!
KAMU SEDANG MEMBACA
KAKEL||END
Novela JuvenilJeje yang ga sengaja nyium bibir kakak kelas yang dicap sebagai bad boy sekolah harus rela berurusan dengannya sekaligus menjadi pacar dadakannya. Warn! cerita bl/homo/gay kata lainnya cowok sama cowok