Jam dinding menunjukkan pukul 8 pagi.
Jeje terbangun dari tidurnya, pemuda itu tertidur dengan posisi menyamping membelakangi tubuh Leo.
Kedua matanya berkedip menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam penglihatannya.
Jeje memegangi kepalanya, pusing adalah hal pertama yang Jeje rasakan, tapi bukan hanya pusing saja, terasa ada yang janggal dibawah sana.
Terasa sakit dan sedikit nyeri, Jeje mencoba membalikkan tubuhnya menghadap kearah Leo tapi rasa sakit tiba tiba menjalar keseluruh tubuhnya.
"Ahh" desah Jeje pelan.
Ia merasakan sesuatu yang mengganjal disekitar pantatnya.
Oh shit.
Leo belum mengeluarkan kejantanannya dari lubang anal Jeje.
Jeje terdiam, pemuda itu tidak berani bergerak rasanya benar benar menyakitkan.
Jeje memang tidak bergerak, tapi suami yang sedang tidur disamping tubuhnya malah bergerak menyesuaikan pelukan dipinggang Jeje.
"Shhh, k-kak!" Panggil Jeje sedikit berteriak.
Leo masih tertidur pulas disamping Jeje, tidak menghiraukan panggilannya.
Jeje tersiksa, tubuhnya terasa remuk apalagi dibagian belakang yang masih diisi seonggok daging itu.
"Kak Leo hiks bangun" ucap Jeje lagi.
Mendengar isakan tangis dari Jeje, Leo membuka matanya keluar dari alam mimpi.
Ia akan bangun tapi Jeje malah meringis kesakitan dan berakhir menangis.
"Shh! Hiks sakit kak!"
Leo terkekeh, dia lupa mengeluarkan miliknya itu.
Kemarin malam Jeje tertidur atau tepatnya pingsan? Malam itu Leo terlalu bersemangat hingga membuat suami kecilnya hilang kesadaran terlebih dahulu.
"Jangan ketawa! Keluarin!"
"Ga mau, didalem anget"
Jeje kembali menangis, tapi kini lebih histeris, mau tak mau membuat Leo harus segera mengeluarkan miliknya.
"Sttt! udah dikeluarin jangan nangis lagi ya?"
Jeje mengangguk tapi suara sesenggukan masih terdengar, membuat Leo merasa bersalah tapi juga gemas karenanya.
"Mau mandi! Gendong!" Pinta Jeje, pemuda itu mengulurkan kedua tangannya meminta digendong.
Leo tersenyum manis, ia menyambut tangan Jeje lalu hendak menggendong tubuh Jeje, tapi empunya tubuh malah meringis kesakitan.
"Shhh sakit!"
Leo kembali menggendong Jeje pelan, menggendong suami kecilnya itu ala koala.
"Masih sakit?"
Jeje mengangguk, ujung matanya sedikit mengeluarkan air.
"Oke, kita tunggu sampai ga terlalu sakit ya?"
Lagi, Jeje mengangguk pasrah dengan perkataan Leo.
"Maaf udah bikin kamu kesakitan, kemaren malem aku terlalu semangat" ucap Leo, pemuda itu menyunggingkan senyuman lembut mengingat kejadian kemarin malam.
Berbeda dengan Leo, kini pipi hingga telinga Jeje memerah lucu.
Leo mengecup bahu Jeje, tubuh suami kecilnya itu sudah dipenuhi tanda kepemilikan yang ia berikan.
"Udah ga terlalu sakit?"
Jeje mengangguk, rasa sakitnya sedikit mereda.
Leo ikut mengangguk, ia berdiri dengan tubuh Jeje digendongan koalanya, membawa tubuh itu masuk menuju kamar mandi.
"Sini, biar aku bersihin lubangnya"
Jeje mengerucutkan bibirnya, pemuda itu melipat kedua tangannya didepan dada dengan pipi yang masih merah merona.
"Jangan terlalu frontal! Jeje malu tau!"
Leo terkekeh, ia mengecup pipi merah Jeje.
Leo membantu Jeje membalik tubuhnya menjadi menungging.
Melihat hal itu malah membuat nafsu Leo naik kembali keatas permukaan, kejantanannya juga kembali terbangun.
"Jeandra, sekali lagi boleh ya?"
Jeje melotot kecil, ia menengok kearah Leo, belum sempat menolak keinginan Leo benda panjang dan besar itu kembali menerobos masuk kedalam lubang analnya.
Jleb
"Akhh! Eunghh ahh"
Berbeda dengan kemarin malam, dimana Leo melakukan pemanasan, kali ini pemuda itu terkesan tergesa gesa dan kasar.
Tubuh Jeje terhentak hentak, terasa sakit dan nikmat secara bersamaan.
Jeje menutup matanya, mulutnya terbuka merasakan rasa nikmat yang kembali terasa dalam tubuhnya, kedua tangannya bertumpu dikaca box shower kamar mandi.
Apalagi saat tangan Leo yang menjamah bagian bawahnya membuat Jeje tak kuasa menahan rasa nikmat yang lebih dominan dari pada rasa sakit ini.
.
.
.
.
Berbeda dengan Jeje dan Leo yang sedang memadu kasih dikamar mandi.Rendi dan Bagas kini sedang adu mulut.
Ah tidak, bukan Rendi dan Bagas, tapi hanya Bagas saja yang tak berhenti berbicara.
Bagas sedang membicarakan tentang letak pernikahan keduanya nanti.
Kini Bagas dan Rendi sedang berada di ruang osis, kelas kedua pemuda itu sedang jamkos jadinya Bagas memanfaatkan jam kosong itu untuk pacaran bersama Rendi.
Pembicaraan ini berawal dari Rendi yang menemukan video bunda ragil.
"Di jerman lebih seru deh keknya, biar kita bisa ketemu si ragil" ucap Bagas.
"Lo mau nikah sama ragil apa gue?"
Bagas mengecup bibir Rendi.
Mereka sepakat memberi peraturan pada satu sama lain, jika tidak menggunakan kata aku-kamu selagi berbicara akan diberikan hukuman sebuah ciuman, mungkin sepertinya lebih tepat hanya Bagas yang memberikan peraturan tersebut.
Rendi memutar bola matanya malas, benar benar merepotkan.
"Gimana kalau di belanda? Biar sama kek Jeje" saran Bagas untuk kedua kalinya.
"Plagiat"
Bagas mengerucutkan bibirnya kesal, Rendi itu tsundere, tapi tsunderenya itu terlalu over.
"Apa?" Tanya Rendi bingung, tiba tiba saja Bagas terdiam.
Bagas masih terdiam sambil mempertahankan bentuk bibirnya.
Cup
"Kaget!" Ucap Rendi, tadi dia belum siap menerima kecupan singkat dari Bagas.
Cup
Cup
Cup
Bukannya menyerah karena bentakan Rendi, Bagas malah semakin menggila.
Ia menciumi seluruh wajah Rendi berkali kali disetiap sudut, hingga seluruh wajah Rendi basah karena air liur Bagas.
"Gas, Ren.."
Kedua pemuda itu menoleh menatap wajah seorang gadis yang mematung berdiri diambang pintu ruang osis.
____________________Tbc...
Dari tadi siang mikirin 69 tapi malah ga bisa ketuang ke chapter ini.
Vote+komen+follow!
KAMU SEDANG MEMBACA
KAKEL||END
Teen FictionJeje yang ga sengaja nyium bibir kakak kelas yang dicap sebagai bad boy sekolah harus rela berurusan dengannya sekaligus menjadi pacar dadakannya. Warn! cerita bl/homo/gay kata lainnya cowok sama cowok