II - d u a

160 27 7
                                    

Aku tidak terbiasa menghadapi guncangan saat menaiki helikopter. Kak Hendery benar, semuanya akan jauh lebih baik kalau kita bisa menaiki mobil saja. Sialnya, penerbangan kami berjalan lambat. Entah karena gangguan cuaca atau pun karena jarak yang memang tidak dekat.

"Turun salju," gumam Yangyang disampingku.

Aku ikut menatap jendela. Butiran salju memang turun, menyebabkan perjalanan kami juga terhambat. Mesin bisa saja membeku di tengah perjalanan, atau hal-hal lain yang mengerikan yang bisa terjadi.

"Perjalanan ini akan seru." ucap Sungchan yang duduk di depanku. Ia terlihat bersemangat, berbeda dengan pemuda yang duduk disebelahnya.

Sunoo nampaknya tidak tertarik bicara, dan dia juga tidak terlihat memiliki semangat hidup.

Mungkin, itu karena semangat hidupnya hanya ada ketika berada ditempat yang sama dengan Ningning, kalau tidak salah seperti itu yang dikatakan Sungchan sewaktu kami mulai berangkat.

"Percayakah kalian, kalau disana ada zombie juga?" tiba-tiba ada yang berceletuk, itu Liu Yu. Aku berkenalan dengannya lewat Yangyang.

"Hal itu berkemungkinan sekitar 80%, karena disana katanya memang mengalami kebocoran 'ramuan' yang cukup parah saat anak buah Nakawa mencoba menghancurkan tempat itu." Hendery menjawab sambil memantau situasi.

"Cek, ruang kokpit? Apa semua baik-baik saja?" ucapnya pada walkie talkie yang ia pegang.

Suara Xing Qiao kemudian terdengar jelas."Ya, disini aman." lalu terdengar juga suara kunyahan. Hendery mengerutkan keningnya kesal.

"Yak! Jangan makan disaat sedang bertugas!"

"Kak Ten yang memberikannya padaku, katanya tak apa-apa."

Kudengar juga suara kekehan kak Ten yang menguar membuat Hendery makin kesal.

Bibirnya tertekuk, dan ia mematikan benda itu melipat kedua tangannya di dada.

"Dia tidak marah karena kak Qiao makan, tapi dia marah karena kak Qiao memakan makanan yang diberi kak Ten." Liu yu dengan sengaja memperpanas keadaan.

"Tidak salah!" Sungchan mendukung dan mereka saling melempar acungan jempol.

"Ya! ya! ya! Siapa suruh kalian berkomentar hah!?!"

Kami tertawa melihat emosi kak Hendery yang memuncak. Ia sepertinya sedang berpikir, siapa dulu yang akan dirinya beri pelajaran.

Kemudian, ada jemari hangat yang mengisi celah jemariku. Yangyang menyandarkan kepalanya pada bahuku dan tersenyum melihat pertengkaran kecil ditengah-tengah perjalanan ini.

"Kalau jadi kak Qiao, aku akan mempertimbangkan banyak hal sebelum memilih bertunangan denganmu kak." timpal Sunoo, membuatku tertawa lagi.

Kali ini kak Hendery menatapnya. Tatapan tak percaya yang sengaja dibuat-buat. Pria itu kelihatannya mulai menikmati permainan kawan-kawannya.

"Tapi Sunoo...kupikir kita adalah rekan..??" ia menangis, namun itu semua hanya pura-pura.

Lagi-lagi, kami tertawa. Mengisi kebisingan yang didominasi oleh suara baling-baling yang berputar kencang.

"Ah sudahlah kalian, aku sudah tak mau lagi berdrama." tukas kak Hendery.

Kak Xiaojun yang duduk dibelakangnya menggelengkan kepala pelan. Pria itu dengan nyaman menyandarkan diri pada sandaran kursi yang didudukinya. Saat melarikan pandang, ia justru memergokiku yang tengah memperhatikannya.

Aku jadi kikuk, apalagi saat kak Xiaojun tersenyum lembut padaku.

"Berapa lama lagi kira-kira waktu perjalanan kita?" tanyanya pada kak Hendery.

ne(x)t Level [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang