Eunha menginjak pedal gas tanpa ampun. Mobil yang dikemudikannya meluncur menabrak banyak hal-termasuk zombie malam yang bermunculan bagai hantu.
Datang tiba-tiba dari kolong-kolong mobil yang ada kemudian melompat ke kap depan mobil mereka. Darah di kaca mobil sudah seperti cat yang sengaja di siramkan hingga membentuk lukisan abstrak. Yuta ngeri dengan semua kegilaan ini.
Belum lagi ada bagian tubuh dari zombie-zombie yang masih bergerak, yang tersangkut pada whisper mobil. Pria itu bergidik ngeri seraya mengeratkan pegangannya pada tali seat belt.
"E-eunha...ka-kau bisa mulai memelankan lajunya..!" usul Yuta, melihat zombie tidak sebanyak sebelumnya. Dan dijalan yang mereka lewati kini lebih banyak rumah dan pemukiman dibanding dengan gedung-gedung tinggi.
Jalanan pun tidak selebar sebelumnya, bahkan di trotoar ada juga pepohonan yang sengaja ditanam untuk menambah kesegaran udara. Jika Eunha salah banting stir sedikit saja, maka mereka bisa mengalami kecelakaan.
"Eunha..." panggil Yuta, melirik Eunha yang tidak mendengarkannya sama sekali.
Yuta langsung memiringkan tubuhnya."Eunha, sekarang kau bisa rileks. Tenanglah, jangan terlalu tegang. Kita sudah aman." ujar lelaki itu, berupaya untuk menenangkannya.
Tetapi Eunha justru menggeleng kuat. Matanya masih diselimuti ketakutan. Tangannya terus bergetar hebat sambil tetap mengendalikan kemudi.
"M-masih berbahaya, kak. Kalau kita melambat sekarang, bahan bakarnya akan habis. Kita masih jauh dari tempat tujuan!"
Yuta pun menoleh pada penunjuk tangki bahan bakarnya. Benar yang Eunha bilang-monitor benda itu mulai mengurangi garisnya, menyisakan satu garis yang mendekati huruf 'E' yang biasanya berarti kosong atau habis. Yuta mengusak surainya dan berdecak frustasi.
Dia tidak berbicara dan memilih untuk menyandarkan tubuhnya pada kursi, duduk dengan rileks. Berbanding terbalik dengan Eunha.
"Ki-kita akan baik-baik saja kan?" tanya Eunha setelah diam beberapa saat.
"Ya—jika kau menurunkan kecepatan mobilnya, tak jauh di depan sana ada tempat pengisian bahan bakar." tunjuk Yuta ke depan, tepat pada sebuah plang yang dilihatnya secara samar dari penerangan yang tersedia. Eunha mendadak merasa lega.
Dia mengangguk perlahan, lalu mulai menurunkan kecepatan mobilnya, tetapi saat hendak berhenti, Eunha kebingungan. Perempuan itu menginjak pedal rem berkali-kali tetapi mobil tidak mau semakin melambat. Kecepatan yang turun sama sekali tidak banyak, sehingga dibutuhkan bantuan rem hingga mobil bisa berhenti.
Namun hal itu tidak terjadi. Eunha tidak tahu, entah kakinya yang mati rasa atau justru remnya yang-rusak. Tidak, itu tidak boleh terjadi, batin Eunha panik.
Tempat pengisian bahan bakar itu terlewat begitu saja. Yuta jadi ikut bingung. Matanya terus menatap ke arah tempat itu lewat jendela buram dengan warna gelap. Dia baru menoleh pada Eunha ketika benar-benar sudah jauh.
"Eunha, ada ap—"
"Kak Yuta! Remnya tidak berfungsi!!!"
Perlu beberapa saat yang cukup lama untuk Yuta mencerna kenyatannya itu. Tetapi begitu dia memahaminya, satu yang pasti diyakini Yuta adalah bahwa mereka benar-benar akan mengalami kecelakaan.
Pasti.
"Eunha! Pindah ke kursi belakang!!" seru Yuta setelah itu, menatap Eunha yang sibuk mengendalikan kemudi.
"Kemudinya bagaimana?!?"
"Sudah—cepat pergi ke kursi belakang!!"
Eunha menurut pada Yuta. Namun kemudi tidak kosong begitu saja karena Yuta langsung menahannya dari kursi samping yang dia tempati. Ketika Eunha sudah berada di kursi penumpang belakang, Yuta segera berpindah dari tempat duduknya dan mulai mengemudikan mobil itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ne(x)t Level [✓]
Science Fiction"Langkahku yang selanjutnya, akan membawaku pada level yang berbeda." Kisah baru, pelakon lama dan misi yang baru. Semenjak berhasil keluar dari Seoul, Giselle sudah berhasil mengupas lebih banyak kisah tentang kehidupan dirinya yang sesungguhnya ju...