XXX - t i g a p u l u h

123 15 4
                                    

Selama dua hari, banyak yang sudah terjadi. Orang-orang sibuk, saat berita Nakawa yang diamankan oleh pihak pemerintah China.

Presiden China mulai berbicara dengan publik, mengabari PBB tentang apa yang sudah terjadi serta berbagai macam konflik yang dipicu oleh pria itu.

Namun saat ini, para petinggi PBB masih memikirkan, bagaimana cara untuk mengadili Nakawa karena pemerintahan Korea Selatan sedang tidak baik-baik saja. Hal itu pun menjadi pertimbangan kedua setelah memikirkan keadaan para penyintas di pulau yang saat ini terbengkalai.

Pembangunan terhenti, tentu saja. Alhasil, beberapa negara mengirimkan bantuan berupa kendaraan laut untuk melakukan penjemputan dari pulau yang dihuni penyintas Korea Selatan saat ini, menuju ke posko pengungsian yang telah dipersiapkan oleh PBB.

China pun terlibat. Mau tidak mau. Ada beberapa pihak yang mendukung, ada pula yang merasa hal itu tidak perlu. Tapi pada akhirnya, banyak bantuan yang dikirimkan dari sana.

Chenle, Hendery dan Kun datang ke posko pengungsian. Melihat-lihat sembari membawakan bantuan sandang dan pangan.

Kedatangan mereka di sambut dengan baik. Chenle juga kenal dengan salah satu orang yang tengah bercengkrama dengan beberapa pengurus posko. Dia adalah Jaehyun.

"Kudengar pria itu kehilangan ayahnya karena Nakawa." Hendery berbisik pada Kun seperti sedang menyebarkan sebuah gosip. Sayangnya, tak lagi jadi berita hangat sebab laki-laki itu sudah mengetahuinya lebih dulu.

"Dia hebat karena bisa bertahan." puji Kun.

"Hei," Hendery meninju pelan bahu Kun,"Kau dan semua saudaramu juga hebat kak. Apalagi saat bibi Soojung dan paman Kaiho terpisah, saat tekanan mulai memukul kalian seperti dalam sebuah drama."

"Aku nggak tau kau sedang memuji atau mengejek." Kun terkekeh. Tapi kemudian, ia menghentikan kekehannya saat Jaehyun mendekati mereka. Pria itu tersenyum lalu meraih tangan Chenle lebih dulu.

"Terima kasih sudah membantuku," ucap Jaehyun.

Chenle mengangguk kecil."Sama-sama kak. Kau juga selalu membantu. Ngomong-ngomong, Sungchan belum mau ketemu."

Jaehyun merubah senyumannya, ia terlihat sendu.

"Aku tau. Bertemu denganku cuma memberinya tekanan." Jaehyun memotong kalimatnya dengan tawa kering, lalu menambahkan."Kurasa, dia akan lebih baik kalau tetap bersama denganmu dan Jisung."

Jaehyun beralih pada dua orang yang berada di samping Chenle, mereka berdiri sedikit di belakang seperti seorang kacung.

"Terima kasih sudah memberikan bantuan. Itu sangat berharga untuk semua orang disini," tukas Jaehyun dengan pandangan yang mewakilkan rasa terima kasihnya.

Kepala Hendery mengedar sementara Kun membalasnya dengan senyuman lembut.

"Tugas kita memang saling membantu, bukan?"

Ada puluhan—ratusan orang disana. Tak semua memiliki apa yang dibutuhkan pada keadaan yang mencekik seperti ini. Beberapa tak memiliki pakaian yang memadai, anak-anak tidak semuanya dalam kondisi yang baik, dan air minum tak bisa didapat hanya dengan menadahkan tangan menunggu langit menurunkan hujan.

Tapi bantuan yang mereka dapat mampu memberi sedikit harapan tentang keadaan yang bisa pulih menjadi lebih baik.

Hendery tersenyum kecil. Ia merasa, yang mereka lakukan saat ini adalah hal besar. Lebih dari itu, sebelumnya mereka lah yang membantu menjebak Nakawa sehingga pria itu kini menemukan tempat yang cocok untuk penjahat sepertinya.

"Semua orang bekerja keras. Anda juga. Kalau bukan karena keberanianmu di komunitas, mungkin kalian tidak akan bisa mendapatkan tempat yang lebih layak di banding yang sebelumnya." timpal Hendery tanpa menatap Jaehyun.

ne(x)t Level [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang