XV - l i m a b e l a s

58 13 2
                                    

Happy reading!

Giselle menyentuh permukaan pipinya, mengusap setitik air yang menetes disana dan tersenyum kecil sambil menatap jari telunjuknya yang kini menjadi tempat air itu tertampung.

Sungchan bergeming di tempat dengan raut wajah yang sulit dibaca. Xiaojun menunduk dalam sementara Winwin memunggungi ketiganya demi menutupi dirinya yang saat ini sedang merasa emosional.

Giselle menutup kamera perekam itu dan memasukannya ke dalam ransel yang dia pakai.

"Sudah, ayo kita bergerak lagi." tukasnya berusaha untuk tidak terdengar sedih.

Hampir setengah jam mereka gunakan untuk menonton video yang ada di dalam kamera perekam itu. Dan semua orang kini tahu, betapa beratnya hari-hari yang dilalui Jung Soojung di masa lalu.

Winwin bahkan terus mengusap air matanya sembari mengangguk."Ibu bilang menyimpannya di brankas. Tapi disini, tak terlihat brankas satu pun." mereka mengedarkan pandangannya ke sekitar.

"Iya ya," Sungchan mengangguki.

"Ruangan ini luas dan brankasnya bisa ditaruh dimana saja. Maksudku, dibalik lemari, di dalam lemari itu sendiri, atau justru ada pintu rahasia lain disini. Bisa saja kan? Ayo berpencar dan cari di sekeliling kita." tukas Xiaojun yang diangguki oleh ketiga orang lainnya.

Giselle langsung berlari ke salah satu sudut dengan lemari penyimpanan besi yang besar. Sementara Sungchan dan Xiaojun mendekati lemari yang lebih kecil dan pendek. Winwin pun memeriksa ke sisi lain dari ruangan yang mereka masuki.

Giselle membuka pintu lemari itu lalu berdecak pelan melihat benda-benda di dalam sana. Sejenak lupa dengan niatnya, Giselle malah mengeluarkan barang-barang itu satu-persatu. Meletakkannya di meja yang ada di samping lemari itu.

"Wah, alat destilasi! Sudah lama nggak lihat," gadis itu tersenyum sambil menata benda-benda yang dia keluarkan. Ada kawat kasa, labu didih, batangan statip juga pembakar spiritus. Tapi kemudian gerakan tangan Giselle terhenti."Eh, ada yang kurang."

Giselle kembali menghadap ke lemari itu kemudian melihat-lihat di rak kedua yang hanya setinggi kepalanya, yang dia cari tidak ada. Giselle pun sedikit berjongkok untuk melihat di rak ketiga. Saat menyingkirkan banyaknya gelas beaker disana, dari ekor matanya Giselle justru melihat sebuah tombol di bagian belakang rak.

"Ini tembok?" gumam Giselle sambil meraba-raba daerah sekitar tombol itu."Ini apa lagi sih?" pusingnya. Tanpa ragu, Giselle pun menekan tombol itu. Dia yakin itu bukan sesuatu yang buruk—tetapi...

"ADUUH!"

Teriakan Winwin terdengar secara tiba-tiba membuat Giselle buru-buru mencari arah suara untuk menghampirinya."Kak Winwin..!!"

Giselle berhenti tepat di depan Winwin yang justru duduk di lantai sambil mengusap hidungnya. Sungchan dan Xiaojun menyusul setelahnya. Mereka memperhatikan Winwin lalu melihat sesuatu di depannya.

"Aku sedang memperhatikan dinding, lalu tiba-tiba saja itu bergerak ke depan! Hidungku sakit sekarang," ujar Winwin setengah mengaduh. Dia meringis lalu bangkit, berdiri di samping Giselle.

"Sekarang dinding itu membentuk sebuah pintu."

Dinding putih yang memang semula hanya dinding biasa, mencetak sebuah bentuk persegi panjang seukuran tubuh manusia dengan garis persegi panjang yang berukuran jauh lebih kecil berada di tengah-tengah. Di dalam garis itu terdapat pula cetakan tangan manusia, seolah sengaja dibuat agar siapapun meletakkan tangannya disana.

"Tidak ada kenop pintu, nggak bisa masuk." Sungchan menggelengkan kepalanya. Tapi Xiaojun berdecak kemudian mendekati pintu itu. Xiaojun meletakkan tangannya di dalam garis persegi panjang tadi. Suara kecil seperti 'Push!' terdengar, lalu pintu bergeser, terbagi menjadi dua."Kau bisa gunakan otakmu dengan lebih baik sekarang, Jung Sungchan?" ejek Xiaojun.

ne(x)t Level [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang