Nakawa berjalan dengan langkah tegasnya, menuruni helikopter yang membawanya sampai ke Shanghai, China. Bersama dengan salah satu orang kepercayaannya, Nakawa menghampiri Kun, juga dua lelaki lain yang seolah sudah menunggu kedatangan mereka.
"Lewat sini," ujar Kun kemudian mendahului untuk memimpin jalan.
Dalam perjalanan menuju ke tempat yang tidak diketahui, situasi senyap. Tidak ada suara, atau pun percakapan-sekali pun hanya kalimat singkat yang berisi basa-basi.
Dan untungnya, perjalanan itu berlangsung singkat. Nakawa benci berada di tempat asing yang tidak bisa ia tebak apa isinya. Pria itu sedari tadi terus mengawasi sekitarnya dengan penuh kewaspadaan.
Kun membuka sebuah pintu ruangan yang akan mereka masuki. Di dalam sana, sebuah meja hadir membatasi seseorang yang sedang menunggu kedatangan Nakawa.
Dan di sebelahnya ada Shotaro yang terus menunduk dalam, tak berani mendongak meski kini Nakawa menatapnya dengan tatapan penuh binar.
"Shotaro," Nakawa tentunya ingin mendekat, ia bersiap untuk menghampiri putranya lalu memeluk Shotaro, menggenggam tangannya kuat-kuat agar tak lagi lepas dari pengawasannya.
Tapi, Kun dengan cepat menghadangnya."Anda bisa duduk disini, tuan." tekan lelaki itu sambil menunjuk kursi yang terletak berseberangan dengan Shotaro.
Nakawa terpaksa duduk, mengikuti perkataan Kun.
"Jadi apa yang kau inginkan?" tanya Nakawa tanpa basa-basi.
Hendery adalah sosok di depannya. Pemuda itu dengan berani menatap Nakawa, dan bertindak seolah dia lah bos besar disini. Perilakunya yang nampak angkuh membuat Kun mendengus.
Lihatlah bagaimana caranya mengangkat dagu di depan Nakawa, dan menyilangkan sebelah kakinya.
"Sebuah pengakuan."
Kalimat singkat itu membuat Shotaro mendongak, air mata berjatuhan di pipinya. Sementara Kun menyadari ini akan panjang. Ia menghela nafas.
Shotaro melirik ayahnya, ingin tahu apa reaksi pria itu. Dan yang terjadi sungguh tak terduga.
Nakawa tiba-tiba saja tertawa.
"Hahahahahaha! Apa yang kau katakan barusan??" pria itu terbahak, bahkan memukul-mukul meja di depannya dengan keras.
"Pengakuan? Pengakuan apa?" tanya Nakawa sambil menyeka air matanya yang jatuh akibat tawa yang terlalu keras. Masih diiringi kekehan kecil, pria itu menatap Hendery geli."Kurasa kau hanya anak bodoh yang tidak paham arti hidup menjadi orang dewasa."
"Sudah, Jangan buang-buang waktuku. Panggil pak presiden kemari, dan suruh dia mengatakan apa yang dia inginkan sampai harus menyandera anakku segala."
"Masih belum paham?" Hendery berubah jengah."Justru kau lah yang bodoh, tuan. Lagipula, kau pikir kau punya apa?? Presiden kami tidak menginginkan apapun dari orang sepertimu." balasnya bengis.
Kalimatnya membuat Nakawa naik pitam. Dengan tarikan nafas keras, ia kembali membalas."Lalu kenapa kalian melakukan semua ini!?"
"Sudah kubilang, kami hanya ingin pengakuanmu." tekan Hendery sekali lagi.
Ia menatap Nakawa lurus-lurus.
"Atas semua kejahatanmu, percobaan pembunuhan, pencemaran nama baik, penipuan, penculikan, semuanya."
Nakawa terlihat membeku dengan netra yang bergetar. Pria itu menggertakkan gigi-giginya dengan seluruh kemarahan yang terpancar dari matanya. Dengan tangan mengepal kuat, semua yang melihatnya tahu jika ia menahan gejolak emosinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ne(x)t Level [✓]
Ciencia Ficción"Langkahku yang selanjutnya, akan membawaku pada level yang berbeda." Kisah baru, pelakon lama dan misi yang baru. Semenjak berhasil keluar dari Seoul, Giselle sudah berhasil mengupas lebih banyak kisah tentang kehidupan dirinya yang sesungguhnya ju...