XXVI - d u a p u l u h e n a m

63 14 3
                                    

Sunoo mengetuk pintu. Tidak ada balasan dari si pemilik kamar. Pemuda itu menoleh pada Winwin dan Yuta, dan mereka menghembuskan nafas berat.

"Hoy, paman zombie," ujar Sunoo tiba-tiba, membuat ketiga orang disana terkejut.

"Hoy! Nggak sopan, apa-apaan kau ini??" tegur Yuta, kesal bukan main.

Sementara Winwin malah memijat dahinya. Sunoo itu, siapa sih yang bisa mengatur dan menghentikannya selain Giselle? Pemuda itu selalu bertingkah sesuka hatinya.

"Paman zombie, aku mau bicara sesuatu, tentang—" pintu tiba-tiba terbuka, wajah Kaiho muncul dengan helaan nafas panjang.

"Berhenti memanggilku seperti itu, Sunoo. Aku sudah normal sekarang." balas Kaiho dengan intonasi suara yang tenang. Sunoo pun mengangguk, sok kritis.

Dua pria lain terkejut karena menyadari cara Sunoo memancing Kaiho keluar berhasil.

"Maafkan aku, semuanya. Tapi Soojung tidak ingin mendengar apapun. Dia..." Kaiho menunduk dalam. Jelas mereka masih sangat terpukul dengan berita tentang Giselle."Dia sedang tidak ingin diganggu."

"Aku juga minta maaf," ucap Sunoo, tiba-tiba jadi sopan. Yuta dan Winwin beralih padanya dengan pandangan terkejut lagi.

"Aku cuma mau mengembalikan ini." Sunoo kembali merogoh saku celananya, lalu mengeluarkan kalung yang dititipkan Giselle padanya."Kak Giselle titip ini padaku untuk diberikan pada kalian. Ini," Sunoo menyerahkannya pada Kaiho.

Pria itu menerimanya dengan mata berkaca-kaca.

"Dia bilang padaku untuk menyampaikan ini. Bahwa dia sangat menyayangi kalian." Sunoo tersenyum tipis ketika melihat Soojung muncul di belakang Kaiho. Wanita itu pasti mendengar ucapannya tadi.

"Kalau begitu, aku permisi lagi." Sunoo membungkuk dengan sopan pada mereka, lalu menyambar lengan Suwoon dan menggandengnya.

Sementara di belakangnya, Kaiho dan Soojung menangis sambil memeluk kalung berliontin oval yang ternyata berisi foto mereka di masa lalu, ketika mereka menikah.

Sunoo menghembuskan nafas pelan.

"Nah, sekarang kau sudah puas, kak Giselle?"










































"Apa vaksinnya sudah diperiksa?"

Joonmyeon mengangguk. Ia tersenyum senang."Benar, tidak salah. Ini yang kita butuhkan."

"Ngomong-ngomong, bagaimana dengan Jaemin?"

"Apa vaksin ini bisa membantunya?"

"Sebenarnya tidak. Setelah kulihat-lihat, pemuda bernama Jaemin itu sebenarnya sedang dalam proses penyembuhan. Jadi dia tidak membutuhkan vaksin ini."

Kun terdiam mendengar penjelasan Joonmyeon. Selain karena tidak fokus, laki-laki itu juga tidak tahu harus membalas apa.

Munculnya Joonmyeon itu bagus—tapi kakek tua itu agak menyebalkan. Mengatur-atur pekerjaannya seperti seorang bos disana. Dan Dokter Yixing, Huang Zitao atau Victoria juga membiarkannya saja.

Mereka bilang, Joonmyeon tahu apa yang dilakukannya. Apalagi, dialah yang mengembangkan virus ini bersama dengan Soojung.

"Lalu apa gunanya vaksin itu?" Hendery menurunkan sedikit bahunya dan bersandar sesantai mungkin pada kursi yang ia duduki.

Jujur saja, dia kangen sensasi aneh duduk seperti ini. Seperti seorang bos.

"Vaksin digunakan untuk melakukan semacam pencegahan. Agar kita tidak tertular virus atau penyakit seperti orang lain, kita menyuntikkan vaksin ke dalam tubuh sehingga tubuh kita akan kebal terhadap virus penyebab penyakitnya. Dan, vaksin ini sudah teruji. Soojung sendiri yang menjadi testimoni pertamanya." jelas Joonmyeon, menjawab pertanyaan Hendery tadi.

ne(x)t Level [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang