XXIII - d u a p u l u h t i g a

65 16 3
                                    

Yangyang berlari terengah-engah. Dia masih sesekali melihat ke belakang, sejujurnya, khawatir jika ada zombie yang berhasil mengikutinya. Dan juga, dia harap Giselle menyusulnya.

Tapi begitu merasa sudah cukup jauh dari area penuh zombie tadi, Yangyang berhenti berlari. Ia malah menangis. Mengingat Giselle dan melihatnya tadi membuatnya merasa sangat sedih.

Ini bahkan lebih menyedihkan dari pada ketika orang tuanya berpisah. Tapi bagaimana bisa? Ia sangat menyayangi Giselle. Bahkan mampu mengatakan hal seperti tadi.

Apa tadi katanya? Aku mencintaimu

Yangyang menepuk pipinya sendiri. Ia malu, sampai-sampai ia tidak meneruskan tangisnya.

Yangyang pun mengusap air matanya."Aku tau, tanpa bilang pun, kau akan mengetahuinya. Tapi aku selalu ingin mengatakan itu biar gentle." gumamnya pada keheningan.

Yangyang kemudian tersenyum tipis lalu menurunkan ranselnya yang berat."Giselle, aku akan segera menyusulmu."

Ia mengobrak-abrik isi tasnya, mencoba untuk mencari senjata. Dan akhirnya mendapatkan sebuah pisau lipat. Yangyang mengangguk kecil setelah melihatnya. Setelah itu, Yangyang kembali memakai ranselnya, tapi kali ini benda itu dipakai di depan dadanya.

Sebenarnya, Yangyang yang membawa pisau itu hanya untuk jaga-jaga. Dia tetap harus waspada. Tapi begitu sampai ke ujung lorong yang berdekatan dengan lift, Yangyang merasa tidak salah sudah mempersiapkan senjatanya.

Meski di dalam lift dia tidak bisa melihat siapapun, tapi Yangyang akan mencoba untuk sampai kesana.

Yangyang berlari, menghantam salah satu zombie lalu segera menusuk kepalanya dengan pisau yang ia pegang. Zombie itu sempat mengerang di tempat sebelum mati.

Yangyang pun kembali melakukan hal yang sama ketika para zombie mulai mendekatinya. Hingga ia mendapati Ten menggeram padanya, dan mencoba untuk menyerang Yangyang.

Dia masih mengingat jasa-jasa dan sikap Ten yang selalu baik padanya. Jadi Yangyang hanya menendangnya dengan kuat kemudian membuatnya terpental jauh, tanpa melukainya.

Yang terpenting sekarang, Yangyang bisa mencapai lift, lalu menyerahkan tas serta vaksin yang ada didalamnya.

"Argh!!!" Yangyang hanya terkejut ketika salah satu zombie menggigit bahunya. Dia beruntung, baju pelindungnya memiliki busa tebal di bagian bahunya hingga gigitan zombie itu tidak sampai menyentuh permukaan kulitnya.

"Mundur kau sialan!" pekik Yangyang lalu menendang zombie itu kuat-kuat.

Sunoo yakin tidak salah dengar, dan ya—memang tidak. Dia tahu, itu adalah Yangyang. Jadi pemuda itu mengintip.

"KAK YANGYANG!!!" teriaknya begitu melihat Yangyang berada tepat di depan pintu lift.

Yangyang mendorong zombie terakhir yang ia serang dan menendang kepalanya hingga terpelanting cukup jauh. Sebelum ia memasuki lift dan menatap ke atap.

"Yangyang! Kau selamat! Ayo naik!!"

Tapi Yangyang tidak membalas. Ia hanya diam dan melemparkan tasnya yang langsung di tangkap Winwin. Pria itu segera memeriksa isinya dan menghembuskan nafas dengan perasaan lega.

"Kak Yangyang, dimana kak Giselle?" tanya Sunoo.

Yangyang sontak menunduk dalam. Ia menggeleng kecil. Kemudian kembali mendongak dengan senyuman sendu."Dia melakukan sebuah perjuangan hebat."

"Sial," Winwin secara reflek mengumpat setelah mendengarnya. Lagi, ia menangis.

"Kak, ayo cepat naik! Kami akan memegangimu. Jangan buang-buang waktu!" Sungchan mendesak. Dia tidak ingin membuang banyak waktu karena, lagipula, zombie diluar lift masih banyak.

ne(x)t Level [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang