XVII - t u j u h b e l a s

56 15 2
                                    

Hendery dan orang-orang yang Lucas sebut sebagai tim genset, kini hanya berdiam diri sambil melamun di ruang pengawas.

Ten, Yangyang dan Nicholas juga baru sampai setelah memutuskan untuk mengubur mayat Lucas di luar kubah yang masih berupa tanah basah yang lunak. Entahlah, tapi salju terlihat sangat sedikit di sekitar sana. Yeah—mereka beruntung.

"Aku ingin memberinya penguburan yang layak," Ten bersuara, wajahnya suram dan ia terus menunduk setelah duduk sambil bersandar pada tembok di sekitarnya."Tapi hanya ini yang bisa aku lakukan."

Yangyang jadi menoleh, menepuk pundaknya dengan perasaan iba.

"Diluar tidak ada zombie?" tanya Ruiqi sambil mengamati keadaan Xing Qiao."Ada, tapi sedikit." balas Nicholas.

"Kalian ada yang kepikiran nggak?" Sunoo pun ikut bersuara. Dia membuat seluruh atensi orang-orang terpusat padanya.

"Bagaimana keadaan kak Sungchan, kak Winwin, kak Xiaojun dan kak Giselle?"

Ah, mereka semua baru sadar. Mereka benar-benar lupa pada keempatnya. Ten dan Yangyang langsung bereaksi dengan bangkit dari posisi duduk masing-masing. Ten berdesis dan mengusak rambutnya kasar."Sial—aku baru ingat sama mereka!"

Sunoo merengut dan membuang nafas menahan kejengkelan."Terus, bagaimana kita akan mencari tahu kondisi mereka sekarang??"

"Mereka nggak ada yang bawa handie talkie?" tanya Hendery berusaha tetap tenang. Semuanya kompak menggeleng. Ada yang menjawab tidak dan ada yang menggeleng tidak tahu.

"Yang bawa handie talkie cuma kita, Hendery. Dan satu di tim genset. Salahkan saja orang yang memutuskan untuk hanya membawa dua alat komunikasi disini." Elkie melirik Ten dengan tajam.

Yang dilirik membuang muka. Sadar diri, tapi nggak mau sepenuhnya disalahkan. Lagipula, mana dia tahu kalau tim Hendery yang bertugas untuk mencari vaksin milik ibunya itu akan terpecah lagi menjadi dua kelompok yang terpencar.

Sunoo mendengus melihat mereka semua. Sikapnya tidak ada yang dewasa, ia membatin. Setelah itu, Sunoo mendekati Ruiqi yang terlihat hanya peduli dengan keadaan Xing Qiao disana.

Perempuan itu tengah memasang botol infus dengan tiang abal-abal yang ia temukan.

"Kakak bawa botol infus juga?" Sunoo bertanya. Keren juga prepare-an Ruiqi menurutnya."Hmm. Awalnya sih memang nggak mungkin ada yang butuh, tapi kupikir persiapan itu perlu."

"Ada berapa botol lagi?" Sunoo mengintip isi tas berisi peralatan medis milik Ruiqi. Gadis itu pun ikut melihat ke dalamnya.

"Entah. Mungkin sekitar tiga botol lagi?" Ruiqi menaikkan sebelah alisnya,"Kenapa Sunoo? Kau mau diinfus juga?"

Sunoo mengangguk-angguk tanpa bersuara."Iya dong, tolong."

Ruiqi tersenyum tipis tanpa sadar. Sunoo itu lucu juga. Seperti anjing. Eh nggak, maksudnya seperti anak anjing. Tapi anjing juga lucu. Yah gitu deh pokoknya.

"Sini tanganmu," Sunoo menjulurkan tangan kanannya. Ruiqi pun mulai mengusapnya dengan lap kecil beralkohol, kemudian menancapkan jarum infus dan menutupnya dengan kapas dan plester.

Ruiqi mengangkat botol infus lalu menggunakan tiang yang sama untuk menahannya. Tiang ini mungkin yang biasa digunakan orang-orang untuk menyampirkan mantel atau topi mereka.

"Hati-hati dengan tanganmu ya." peringat Ruiqi yang diangguki oleh Sunoo. Keduanya kemudian saling diam dan kembali pada kegiatan masing-masing alias tidak melakukan apa-apa.

Cuma Sunoo kembali duduk bersandar dan diam, sementara Ruiqi kembali mengawasi kondisi Xing Qiao.

"Kamera pengawasnya hidup kan?" tiba-tiba Nicholas berceletuk.

ne(x)t Level [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang