Sunoo menatap sebuah kalung yang berada di genggamannya. Benda berliontin oval itu terasa begitu berat ditangannya.
Bukan karena ukurannya memang, tapi karena kenangan dibalik asal-usul bagaimana benda itu bisa berada ditangannya lah yang memberatkannya.
Pemuda itu tersenyum miring, namun matanya justru berkaca-kaca sembari terus memandang kalung itu.
"Tolong katakan pada ayah dan ibuku, aku sangat menyayangi mereka..."
"Sampaikan pada Ningning, aku kembali memutuskan untuk tetap bersama Giselle. Aku akan menjaganya."
Sunoo mengerang kecil dan mengusap air matanya dengan kasar.
Di helikopter itu, tak hanya dirinya yang menyimpan kesedihan. Hampir semua orang dari mereka yang tersisa, juga merasakan kesedihan yang sama sepertinya.
"Kalian gila,..." gumamnya pedih, mengingat kembali perpisahan dari dua orang manusia yang entah bagaimana kabarnya setelah ini.
Sunoo menggelengkan kepalanya tak kuasa."Ningning akan menghabisiku, kak Yangyang. Gadis itu benar-benar akan membunuhku—dan," Sunoo menatap lamat-lamat kalung dalam genggamannya. Ia kembali menangis deras.
"—D-dan paman Kaiho akan—akan menjadikanku umpan zombie lagi..." isaknya pilu.
Setelahnya, Sunoo mendekap lutut dan menyembunyikan wajahnya sendiri. Sunoo memilih untuk menangis disana.
Ini kesedihan terdalam yang pernah ia alami. Bahkan ketika ia tahu kalau kakaknya sudah tiada, Sunoo seolah bisa menerima hal itu dengan tabah dan ikhlas.
Tapi kenapa karena Giselle—dia jadi seperti ini?
"Se-sebenarnya apa yang kau lakukan—hiks—padaku kak...Giselle?"
Ia terlalu meresapi kesedihannya. Sunoo bahkan tidak menyadari jika dirinya menjadi pusat perhatian dua manusia yang duduk tak jauh darinya.
Sungchan dan Hendery, menatap Sunoo tanpa ekspresi.
Tapi dalam emosinya yang berkecamuk, Sungchan terpukul dan mengalami kesedihan yang sama seperti Sunoo. Dan Hendery? Dia tidak perlu mendapat pertanyaan bodoh, seperti 'apa semuanya baik-baik saja?' atau tidak.
Jika orang-orang ingin tahu, Hendery kehilangan ketiga kawannya. Dan dia hampir kehilangan calon istrinya.
Dan melihatnya masih dalam kondisi yang buruk, tentu membuat pria itu tak akan pernah bisa tenang.
"Bukankah, dia bodoh?" celetuk Sungchan, berusaha tersenyum namun pandangannya tetap kosong.
Sama seperti Sunoo lagi, kedua matanya berkaca-kaca. Berbinar, dan air matanya siap untuk meluncur bebas dari tempatnya menggenang.
Hendery tersenyum hambar."Aeri—tidak, maksudku Giselle. Kau benar, kakak sepupumu itu bodoh."
"... Namun, kebodohannya menyelamatkan kita." lanjut Hendery.
Sungchan terkekeh miris.
"Kalau bisa, aku ingin menggantikan tempatnya. Dia layak bahagia," pemuda itu menoleh ke samping, pada Hendery yang juga menatapnya."Bukankah begitu? Dia terlalu banyak berkorban, dia tidak pernah bisa memikirkan dirinya sendiri." Sungchan berkeluh dan tanpa sadar air matanya terus berjatuhan.
Hendery tersenyum tipis."Dia pahlawan terbaik sepanjang aku mengenalnya." cetus lelaki itu, kelu.
Sungchan justru terisak mendengar ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ne(x)t Level [✓]
Ciencia Ficción"Langkahku yang selanjutnya, akan membawaku pada level yang berbeda." Kisah baru, pelakon lama dan misi yang baru. Semenjak berhasil keluar dari Seoul, Giselle sudah berhasil mengupas lebih banyak kisah tentang kehidupan dirinya yang sesungguhnya ju...