Plang!
Maya meringis kecil tatkala sebuah kaleng bir bekas menimpa kepalanya. Kedua mata perempuan itu celingak-celinguk mencari siapa pelaku yang sudah melempar kaleng bir tersebut. Saat netranya menatap satu sosok yang sedang berdiri diatas balkon, sontak Maya melototkan kedua matanya.
“Heh playboy cap badak! Lo kalo mau buang sampah ke tempatnya dong,” teriak Maya membuat pria itu menatap ke arahnya balik.
“Oh sorry, gue kira lo tempat sampah.” sahutnya seraya menggaruk telinganya dalam.
Maya berkacak pinggang mendengar ucapan pria itu. “Dasar setan.” maki Maya sembari menghentakkan kakinya kesal.
Tidak ingin membuat moodnya bertambah buruk, perempuan itu melangkah memasuki rumahnya meninggalkan pria yang tadi melempar bekas kaleng bir padanya dengan wajah memerah menahan kesal.
•••
Maya duduk bergabung bersama Tante dan Oma nya. Jangan lupakan sosok kecil Daffa yang sedang bersandar nyaman di dada Sarah. Maya mencibir dalam hati melihat tingkah manja bocah laki-laki itu.
“Apa kamu lihat-lihat?” seru Daffa saat menyadari jika Maya terus menatapnya.
Maya memutar bola mata malas. “Jangan ge’er.” tekan Maya.
“Bu, Kak Maya tuh dari tadi gangguin aku terus.” adu Daffa kepada Sarah dengan wajah melasnya.
Kedua mata Maya terbuka lebar. “Kamu jangan fitnah aku ya Daf. Aku nggak gangguin kamu tuh, nyebelin!” cerocos Maya tidak terima dengan apa yang diucapkan oleh setan kecil itu.
“Maya,” tegur Sarah yang sudah pasti akan membela putranya.
“Bela aja terus.” Maya mendengus sebal dengan mulut mencebik.
Daffa yang mendapat pembelaan dari sang Ibu sontak bersorak riang dalam hatinya. Bocah laki-laki itu tersenyum miring kepada Maya seraya menjulurkan lidahnya mengejek sepupu nackalnya itu.
“Seru banget kayaknya, nonton apa sih Oma?” Maya berpindah tempat kemudian duduk di samping Oma nya.
Oma-nya tidak menjawab pertanyaan Maya. Sontak hal itu membuat Dafa tertawa mengejek. Maya hanya bisa menghela napas kasar. Oma nya memang selalu seperti ini. Jika sudah berhadapan dengan sinetron kesukaannya, hal apapun akan diabaikan oleh wanita paruh baya itu.
“Hahaha kasihan deh looo…” gumam Daffa yang kembali menjulurkan lidahnya.
Maya tidak menggubris ejekan Daffa. Perempuan itu dengan cepat memeluk tubuh gempal Oma-nya dan bergelanyut manja di lengan sang Oma. Tanpa Maya sadari, kedua matanya sayup-sayup mengerjap pelan pertanda ia akan menyusul alam mimpinya.
•••
Plak!
“Maya bangun,” Dengan tidak berperasaannya Sarah menabok bokong sintal Maya agar perempuan kebo itu terbangun dari tidurnya.
“Ck, ganggu aja sih Tan.” Maya berdecak kesal karena tidurnya terganggu.
“Bangun, udah sore. Nih anterin ke rumah sebelah, disuruh Oma.” Sarah menyerahkan sebuah rantang kepada Maya.
Dengan sedikit tidak ikhlas Maya mendudukkan tubuhnya. Perempuan itu masih mengumpulkan nyawanya yang belum terkumpul sepenuhnya. Sesudahnya, Maya pun meraih rantang tersebut dari tangan Sarah.
“Kenapa nggak sama Tante aja sih,” gerutu Maya yang tidak didengarkan oleh Sarah.
“Cepet anterin! Nanti Oma marah. Kamu mau, nggak dikasih uang jajan lagi sama Oma ha?”
Agaknya ancaman Sarah kali ini berhasil. Buktinya, Maya langsung beranjak berdiri dengan wajah masam. Jangan lupakan mulutnya tidak berhenti menggerutu.
Memang, selama ini Maya selalu meminta uang jajan dari sang Oma. Perempuan itu tidak mempunyai pekerjaan alias pengangguran. Akan tetapi, sesekali jika ia sedang rajin akan membantu Tantenya mengelola Toko Bunga.
•••
Maya menatap pintu rumah bercat putih dengan tatapan malas. Dengan sedikit kasar perempuan itu menggedor pintu rumah tersebut dengan tidak sabaran. Sahutan dari si Tuan rumah yang memintanya menunggu tidak Maya hiraukan.
Perempuan itu terus menggedor pintu tersebut dengan kencang sampai seseorang membuka pintunya dan menampilkan wajah merah padam.
Ceklek!
“Sabar dikit bisa nggak sih!” seru seorang pria sembari menatap wajah Maya dengan tatapan kesal.
“Nih, dari Oma.”
Tanpa berbasa-basi terlebih dahulu, Maya langsung menyodorkan rantang yang ada ditangannya.
“Ck, lo itu nggak bisa banget ya basa-basi sedikit?” pria itu berdecak seraya menerima rantang pemberian Maya.
“Bodo amat.” sahut Maya dengan sewot.
“Jadi cewek galak bener. Nggak ada yang mau, tau rasa lo.” Gerry menatap Maya dengan sedikit jengah.
“Dari pada lo? Playboy cap badak.” ejek Maya sembari tersenyum miring.
“Kenapa emangnya? Banyak kok yang suka sama gue. Sedangkan lo?” Gerry menaikkan salah satu alisnya seraya menatap penampilan Maya dari atas sampai bawah.
“Awas ya lo. Gue sumpahin lo bakalan cinta mati sama gue!” Maya yang sudah tidak tahan pun mengeluarkan sumpah serapahnya.
“Gue? Cinta mati sama lo? Hahaha, mimpi.” Gerry terkekeh kecil seraya menggelengkan kepalanya.
“Sorry ya, lo itu bukan tipe gue banget.” celoteh Gerry dengan salah satu tangannya memegang dagunya.
“Depan rata, belakang rata. Cih, beda jauh sama tipe gue.” ucap Gerry memandang remeh tubuh Maya.
Maya sontak menyilangkan kedua tangannya di depan dada. “Body shaming lo. Dasar pengangguran!” umpat perempuan itu.
Gerry menatap tajam Maya. “Sadar diri Mbak, lo juga pengangguran kali,” celetuk Gerry sambil tersenyum kecil.
Maya semakin menatap Gerry tidak suka. Pria itu benar-benar membuatnya naik pitam. Maya melangkahkan kakinya mendekat pada Gerry. Dengan sedikit tidak berperasaan, perempuan itu menarik bahkan menjambak kasar rambut Gerry.
“Aduh, awshh—“ Gerry mengaduh saat tangan Maya berhasil menarik rambutnya.
“Gila lo, lepasin tangan lo dari rambut gue!” seru Gerry seraya mencoba melepaskan tangan Maya.
Maya tersenyum sumringah. “Tidak semudah itu ferguso.” ucapnya sembari menarik kembali rambut Gerry.
Suara gaduh yang ditimbulkan Maya dan Gerry sampai terdengar ke rumah Maya. Sarah yang memang posisinya sedang berada di halaman rumah sontak menghampiri kedua manusia yang saling menjambak satu sama lain itu.
“Bagus ya! Udah gede masih aja main jambak-jambakan!” sarkas Sarah membuat Maya maupun Gerry menghentikan aktivitasnya sejenak.
“Kalian ini udah besar. Tolong dong ingat umur,” Sarah memijat pangkal hidungnya yang terasa berdenyut.
“Apa perlu Tante nikahin kalian berdua supaya kalian akur?” Pertanyaan Sarah sontak membuat Maya dan Gerry saling menatap satu sama lain.
Tidak! Ini sangat berbahaya. Maya tidak ingin perang ketiga terjadi jika dirinya menikah dengan Gerry. Membayangkannya saja ia sangat enggan.
•••
🐅Jangan lupa vote dan komen🐅
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Playboy (End)
General FictionKehidupan Maya terasa jungkir balik setelah perempuan itu terikat perjodohan konyol yang diusulkan oleh Oma-nya. Terlebih yang menjadi calon suaminya ialah Gerry si laki-laki playboy cap badak yang tak lain merupakan teman semasa SMA-nya dulu. Kira...