Terhitung sudah dua hari Maya dan Gerry menempati rumah baru pemberian Papa Anton. Sejauh ini, aman-aman saja. Gerry pun kerap kali bertegur sapa dengan para tetangga dekat rumahnya.
“Mas Gerry, udah ganteng aja. Mau kemana Mas?” tanya Lina—Tetangga depan rumah.
Gerry menghentikan langkahnya sejenak. “Saya mau lari pagi Mbak,” balasnya diiringi senyuman tipis.
Lina tidak menampik jika mengatakan lelaki di depannya ini sangatlah tampan. Namun sayang seribu sayang, kabar Gerry yang sudah memiliki seorang istri membuat janda muda itu harus menelan pil pahit.
“Lain kali ajak saya ya Mas, saya juga suka olahraga pagi.” Lina berucap seraya menyelipkan rambutnya pada telinga.
Gerry hanya tersenyum tipis meresponnya.
“Kalau begitu, saya permisi ya Mbak, mau lanjut lari pagi.” ujar Gerry yang mendapat anggukan menggoda dari Lina.
“Hati-hati Mas Ger,” seru Lina saat melihat punggung tegap Gerry yang mulai menjauh.
Lina senyum-senyum sendiri ditempatnya. Perempuan itu memegang kedua pipinya seraya terus melihat ke depan seolah di depannya masih ada sosok Gerry.
Maya yang sedari tadi melihat interaksi Lina dan Gerry, memutar bola matanya jengah.
“Ekhem, kayaknya Mbak Lina bahagia banget ya pagi ini.” sindir Maya seraya melipat kedua tangan di depan dada, dan menyandarkan punggungnya pada tembok.
Lina sontak membalikkan tubuhnya dan melihat sosok perempuan yang ia ketahui sebagai istri Gerry. Seketika mood Lina berubah menjadi buruk. Janda muda itu turut melipat kedua tangannya di depan dada seolah sedang menantang Maya.
“Kenapa memangnya? Mau saya bahagia kek, sedih kek, itu bukan urusan kamu.” semprot Lina dengan nada ketus.
Maya terkekeh kecil melihat respon janda muda itu.
“Kamu ngetawain saya?” tukas Lina dengan wajah memerah.
Maya hanya mengendikkan bahunya singkat. “Kasihan banget sih Mbak, masih muda udah jadi janda.” cibir Maya seraya menatap Lina dari ujung kepala hingga kaki.
“Kenapa ya, Mbak bisa jadi janda? Padahal, masih muda banget loh. Apa gara-gara Mbak nggak bisa kasih servisan yang mantep buat mantan suami Mbak?” Tebak Maya seraya memasang wajah pura-pura terkejut.
Lina menggeram kesal mendengar ocehan perempuan di depannya.
“Kamu jangan sembarangan ya kalau bicara! Saya bisa tuntut kamu atas pencemaran nama baik.” teriak Lina seraya menjambak rambut Maya.
Maya melotot tidak terima. “Lepas,” Maya mencoba melepaskan tangan Lina dari rambutnya.
Namun kekuatan janda muda itu sangatlah kuat. Maya hanya bisa pasrah. Tidak terima karena rambutnya ditarik dengan kuat, Maya pun membalas, menjambak rambut Lina tak kalah kuatnya.
“Hey, lepasin!” seru Lina yang kembali menjambak kuat rambut Maya.
“Nggak akan, sebelum Mbak lepasin rambut saya.” tantang Maya yang masih menjambak rambut si janda menyebalkan itu.
Kedua perempuan berbeda generasi itu masih saling menjambak satu sama lain. Tidak ada yang menghentikan aksi keduanya. Karena memang, komplek perumahan pagi ini sangatlah sepi. Jarang ada orang berlalu-lalang di pagi hari.
Setelah memakan waktu sekitar sepuluh menit, sebuah suara bernada tegas menghentikkan aksi Maya dan Lina. Namun, kedua perempuan itu masih tetap bertahan, tidak melepaskan tangannya dari jambakan lawan masing-masing.
“Stop. Kalian bukan anak kecil, nggak malu sama umur, hah?” suara Gerry yang bernada tegas serta raut wajah yang serius, membuat kedua perempuan itu melepaskan tangannya.
“Mas Gerry..” cicit Lina dengan suara terdengar manja.
Maya berdecih melihat aksi gatal janda muda itu.
“Kenapa kalian bertengkar?” tanya Gerry seraya memijat pangkal hidungnya pelan.
“Maya duluan Mas yang mulai! Dia ngata-ngatain saya. Katanya, saya nggak bisa muasin mantan suami saya, makanya saya diceraikan.” Lina bertutur dengan memasang raut tidak terima.
Gerry menghela napas mendengar penjelasan dari Lina. Kedua netra tajamnya melirik Maya, yang sedari tadi hanya diam seraya bersiul santai.
“Maya, minta maaf sekarang.” titah Gerry tegas.
“Ogah.” tolak Maya mentah-mentah.
“Mas, lihat..” rengek Lina bak anak kecil yang tidak dibelikan permen oleh Ibunya.
Maya bergidik geli mendengar suara yang terdengar menyeramkan di telinganya.
Gerry lantas menatap tajam Maya. Melihat tatapan mata suaminya, membuat nyali Maya menciut. Dengan terpaksa, maya harus meminta maaf pada janda menyebalkan di depannya itu.
“Maaf,” ujar Maya dengan nada malas.
Lina mengangkat dagunya angkuh seraya tersenyum miring, melihat Maya yang sudah kalah telak. Setelahnya, janda muda itu kembali merubah ekspresinya menjadi sedikit memelas.
“Meskipun saya sempat terluka dengan ucapan kamu, tapi saya maafin kamu. Saya nggak mau memperpanjang masalah sepele ini. Saya tipe orang yang selalu memaafkan kesalahan orang lain.” kata Lina dengan wajah sumringah.
Ck, pencitraan. Maya berteriak dalam hatinya.
Maya langsung melengos pergi meninggalkan Lina dan Gerry. Gerry yang melihat tingkah istrinya pun hanya bisa menghembuskan napas lelah. Perempuan itu selalu saja mencari masalah. Ujar Gerry dalam batinnya.
“Sekali lagi, maafin istri saya ya Mbak.” ujar Gerry dengan nada tidak enak.
“Udahlah Mas, namanya juga perempuan. Mungkin istrinya Mas, cemburu lihat saya ngobrol sama Mas Gerry kayak begini.” timpal Lina seraya tersenyum kecil.
Gerry diam mendengar perkataan Lina. Apakah benar yang dikatakan janda muda didepannya ini? Maya cemburu dengannya?
•••
Gerry menghentikkan langkahnya tatkala netranya melihat Maya tengah duduk di depan televisi. Tak ayal perempuan itu tertawa terbahak-bahak saat melihat adegan lucu. Tanpa sengaja, netranya bersitubruk dengan kedua mata Maya.
Maya langsung membuang muka. Perempuan itu masih kesal dengan Gerry. Ingin sekali rasanya Maya menendang Gerry ke planet Pluto.
“Lo marah?” tanya Gerry yang entah sejak kapan sudah duduk di samping Maya.
Maya diam tidak mengindahkan pertanyaan Gerry. Perempuan itu mengabaikan Gerry secara terang-terangan.
“Ck, sikap lo tadi nggak benar. Lo udah keterlalun sama Mbak Lina.”
Maya menoleh saat lelaki itu mulai membahas si janda menyebalkan plus gatal itu.
“Lo belain dia ketimbang gue?” Maya menatap Gerry tidak percaya.
“Ini bukan masalah gue ngebelain lo atau nggak. Lo ngerti nggak sih? Gue yakin, lo diajarin attitude sama orang tua lo. Pakai attitude itu.”
Kata-kata Gerry yang sangat pedas berhasil menusuk hati Maya. Maya merasakan sesak di ulu hatinya. Seolah ada pedang tak kasat mata yang tertancap disana. Maya bangkit dari duduknya.
“Lo lupa? Gue nggak punya orang tua. Siapa yang mau ngajarin gue tentang attitude hah?!” sarkas Maya dengan mata mulai berkaca-kaca.
“Sebelum lo ngatain orang, sebaiknya lo pikir dulu.” Maya bergegas meninggalkan Gerry yang tengah menatap punggung Maya dengan ekspresi tidak terbaca.
Gerry mengacak kasar rambutnya. “Sialan lo Ger,” maki lelaki itu pada dirinya sendiri.
•••
🐅Jangan lupa vote dan komen🐅
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Playboy (End)
General FictionKehidupan Maya terasa jungkir balik setelah perempuan itu terikat perjodohan konyol yang diusulkan oleh Oma-nya. Terlebih yang menjadi calon suaminya ialah Gerry si laki-laki playboy cap badak yang tak lain merupakan teman semasa SMA-nya dulu. Kira...