Bab 21

12.3K 350 0
                                    

Satu minggu kemudian.

Terdengar bunyi nyaring dari bel rumah Maya dan Gerry. Padahal, waktu masih menunjukkan pukul delapan pagi. Entah siapa yang bertamu sepagi ini.

"Ck, siapa sih yang datang pagi-pagi gini," gerutu Maya seraya berjalan pelan.

Perlahan Maya membuka knop pintu rumahnya. Hal pertama yang wanita itu lihat ialah siluet seorang pria dan wanita yang tengah membelakanginya.

"Mama?" panggil Maya ragu.

Intan-Ibu mertua Maya itu membalikkan tubuhnya. Senyuman tipis terpatri di wajah cantiknya. Perlahan wanita setengah baya itu menghampiri sang menantu dan memeluknya erat.

"Akhirnya Mama bisa ketemu sama kamu. Mama kangen banget," ujar Intan yang masih setia memeluk tubuh Maya.

Maya membalas pelukan dari Ibu mertuanya tak kalah erat. "Maya juga kangen sama Mama," balas wanita itu.

"Sayang, ada siapa yang datang?!" teriak seseorang dari dalam rumah.

Maya merutuki Gerry yang berucap seenak jidat. Sontak Intan melepaskan pelukannya dan menatap wajah Maya menelistik.

Maya yang ditatap seperti itu pun tidak dapat menyembunyikan rona merah di kedua pipinya. Sementara itu, Anton-Ayah mertuanya hanya tersenyum tipis melihat tingkah sang istri dan menantunya.

"Loh, Mama kok disini? Papa juga?" Gerry menatap kedua orang tuanya tidak percaya.

"Kenapa? Enggak boleh Mama datang ke rumah anak Mama sendiri?" sahut Intan sewot.

Gerry berdecak pelan. "Bukan gitu Ma, kalau Mama sama Papa mau kesini 'kan aku bisa jemput kalian." ucap Gerry sembari mengampiri kedua orang tuanya.

"Ayo masuk Ma, Pa," ajak Maya seraya berjalan memasuki rumah berdampingan dengan sang Ibu mertua.

Mereka ber-empat pun berkumpul di ruang keluarga. Maya melengos ke dapur untuk membawakan beberapa camilan dan minuman untuk kedua mertuanya.

"Betah disini?" tanya Anton seraya menatap setiap sudut ruangan rumah putra keduanya.

Gerry hanya mengangguk singkat.

"Gimana? Maya udah isi belum?"

Gerry mengerutkan keningnya tanda ia tidak mengerti apa yang diucapkan oleh sang Ibu.

"Ck, maksud Mama tuh Maya sudah hamil belum?" Intan berdecak gemas.

Sontak Gerry membuka mulutnya beroh-ria.

"Belum," balas pria itu sembari meraih sebuah apel yang disajikan Maya.

Maya melirik suaminya mencoba menerka pembicaraan apa yang sedang dibahas oleh kedua mertuanya serta Gerry.

"Kalau bisa jangan ditunda." ujar Intan penuh harap.

Tidak ingin mati penasaran, Maya pun melontarkan pertanyaan kepada Ibu mertuanya.

"Jangan ditunda apa ya, Ma?" tanya wanita itu dengan wajah penuh penasarannya.

Intan menatap wajah Maya sesaat, "Anak. Kalian enggak berniat nunda anak 'kan?" sahut Intan spontan.

"Mama kepingin sekali momong anak kalian," seru Intan dengan wajah memelas.

Maya meneguk ludahnya kasar. Anak ya? Entahlah, Maya belum sempat kepikiran tentang hal itu.

"Mama tenang aja, aku sama Maya lagi berusaha kok. Doain aja," tutur Gerry dengan wajah santai.

"Perlu Papa kasih obat penguat?" celetuk Anton seraya menatap Gerry dan Maya bergantian.

Sontak Gerry dan Maya pun saling bersitatap untuk beberapa detik. Kedua pipi Maya bersemu. Sedangkan Gerry, pria itu hanya berdeham kecil mencoba mencerna perkataan sang Papa.

"Enggak usah Pa, tendangan Gerry pasti enggak akan melesat," canda pria itu seraya terkikik kecil.

Maya melotot menatap wajah suaminya tidak percaya. Astaga! Rasanya Maya ingin menelan Gerry hidup-hidup!

•••

Intan menghela napas lega. Wanita setengah baya yang masih terlihat awet muda itu menatap langit-langit kamar dengan perasaan campur aduk.

"Kenapa lagi Ma?" tanya Anton seraya mengusap bahu sang istri.

Intan menoleh pada suaminya. "Aku lega Mas, akhirnya Maya dan Gerry bisa menerima pernikahan ini." gumam wanita itu.

Anton hanya diam mendengarkan perkataan istrinya.

"Sebenarnya Mas sudah tahu kalau Gerry itu menyukai Maya sejak dulu." Anton pun mulai membuka suara.

Kedua mata Intan terbuka, "Mas tahu dari mana?" tanyanya.

Anton mengendikkan kedua bahunya. "Dari gerak-gerik dia saja, sudah kelihatan kalau dia naksir Maya. Hanya saja, karena rasa gengsi membuat Gerry menyangkal perasaannya itu." sahut Anton panjang lebar.

Intan menganggukkan kepalanya paham. "Syukurlah kalau seperti itu. Padahal aku sudah sangat khawatir jika Gerry masih bermain perempuan, meskipun dia sudah terikat pernikahan." gumam Intan.

"Mas percaya dengan Gerry, dia tidak akan melakukan hal seperti itu." ujar Anton seraya merangkul bahu sang istri.

Intan dan suaminya berencana akan menginap selama satu minggu di rumah Gerry. Anton pun hanya mengiakan permintaan sang istri tercinta. Istrinya itu berkata sangat ingin menemui putra keduanya beserta menantu kesayangannya.

"Ma, ayo.." ajak Anton tiba-tiba.

"Hah? Ayo apa?" Intan bertanya dengan raut wajah tidak mengerti.

Anton tersenyum smirk. "Mencari pahala," ucapnya sebelum menerjang sang istri dengan ciuman memabukkan.

🐅Jangan lupa vote dan komen🐅

Married with Playboy (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang