Maya dan Gerry tengah berada di dalam mobil yang hendak menuju ke Desa, dimana tempat keduanya dibesarkan. Satu jam yang lalu, Maya mendapat telpon dari Sarah—sang Tante. Tante Sarah memberi kabar jika Oma Maya sudah meninggal dunia.
Sejak menaiki mobil pun, hanya terdengar suara isak tangis pilu Maya. Perempuan itu tak henti-hentinya menangisi kepergian sang Oma.
Penampilan Maya benar-benar terlihat sangat menyedihkan. Rambut yang kusut, wajah sembab, terlebih kedua matanya tampak bengkak akibat terlalu lama menangis.
Setelah menempuh waktu yang cukup menguras air mata Maya, kini mobil Gerry sudah memasuki area bale desa. Lima menit berlalu, Gerry sudah memarkirkan mobilnya di depan halaman rumah mendiang Oma Maya.
Setelah mesin mobil dimatikan, tanpa berkata apa pun, Maya langsung membuka pintu mobil dan berlari menuju ke dalam rumah. Rumahnya sangat ramai. Banyak warga yang sedang berbela sungkawa terhadap kepergian Oma Maya.
“Oma..” lirih Maya seraya celingak-celinguk mencari keberadaan Oma-nya.
“Oma dimana?!” seru perempuan itu saat melihat keberadaan Sarah.
Sarah hanya bisa diam melihat tingkah Maya. Wanita yang menjadi Tante dari Maya itu, berjalan menghampiri keponakannya. Tante Sarah meraih bahu Maya dan membawa perempuan itu ke dalam pelukannya. Tangis Tante Sarah pecah saat ia memeluk Maya.
“Oma aku dimana T-tante?” Maya bertanya sembari menangis sesenggukan.
Sarah tidak bisa menjawab pertanyaan Maya.
“Tante jawab aku!” bentak Maya memberontak dalam pelukan Sarah.
Sarah menggigit bibirnya dalam. Wanita itu sudah tidak kuat lagi. Sarah melepaskan Maya dalam pelukannya. Sontak tubuh Maya hampir merosot ke lantai jika Gerry tidak menahan kedua tangan perempuan itu. Maya masih menangis dengan tatapan kosongnya.
Gerry menghembuskan napasnya pelan. Perlahan lelaki itu membawa tubuh Maya ke dalam dekapannya. Tak sampai disitu saja, tangan kekar Gerry mengelus punggung Maya, mencoba menenangkan perempuan yang ada di dekapannya.
Para tetangga yang berada di dalam rumah yang melihat kejadian tersebut hanya bisa menatap sendu pada Maya. Mereka tahu jika Maya adalah cucu perempuan yang sangat disayangi oleh mendiang Oma-nya. Mereka saksi jika mendiang Oma, membesarkan Maya dengan penuh kasih sayang.
Gerry tidak merasakan pergerakan apa pun dari Maya. Sontak lelaki itu menepuk pipi Maya pelan. Gerry kembali menghela napasnya.
Maya pingsan.
•••
Maya melenguh tatkala merasakan aroma minyak kayu putih di area hidungnya. Perempuan itu mengerjapkan kedua matanya dengan berat. Hal pertama yang ia lihat ialah, langit-langit kamar yang sudah tidak asing lagi untuk Maya.
Seakan tengah menaiki roller coaster, Maya mencoba mengingat-ngingat kembali apa yang terjadi padanya hari ini. Otaknya seakan buntu. Maya terkekeh kecil. Perempuan itu bermimpi jika Oma-nya meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Perlahan Maya mendudukkan tubuhnya dan beranjak dari atas ranjang. Maya melangkahkan kakinya hendak menuju ruang keluarga saat gendang telinganya mendengar suara banyak orang. Atau hanya perasaan Maya saja, yang merasa rumahnya terasa ramai sekali? Batin Maya.
“Ada Kak Maya, Bu.” cicit Daffa saat bocah berusia sepuluh tahun itu menyadari keberadaan Maya.
Sarah menoleh pada Maya. “Sini, May.” Ajaknya mengintrupsi Maya, agar perempuan itu duduk di sebelahnya.
Maya menurut tanpa membantah. Entahlah, rasanya Maya sangat lemas dan malas untuk berdebat dengan sang Tante. Setelah Maya mendudukkan pantatnya di sebelah Sarah, perempuan itu menyandarkan kepalanya pada bahu Sarah.
“Tadi aku mimpi,” ucap Maya membuat seluruh mata menatap kearahnya.
“Aku mimpi Oma meninggal. Aku kaget dong, nggak mungkin ‘kan Oma ninggalin aku.” Maya berucap seraya terkekeh kecil.
Tidak ada yang menyahut ucapan Maya. Hal itu, membuat Maya kesal.
“Kok kalian pada diem aja sih? Terus, Oma kemana? Kenapa dari tadi nggak kelihatan?” cerocos Maya dengan kedua mata celingak-celinguk mencari keberadaan Oma.
Sarah menghembuskan napasnya sejenak.
“Maya, Oma memang sudah meninggal.” tutur Sarah seraya mengusap rambut Maya.
Tubuh Maya menegang.
Maya membenarkan posisi duduknya. Kepalanya tidak lagi menyandar pada bahu Sarah. Kedua mata Maya menatap Sarah dengan tatapan tajam. Seolah sedang mencari kebenaran di kedua mata Tantenya itu.
Perlahan kedua mata Maya berkaca-kaca.
“Kenapa—“
“Kenapa Oma ninggalin aku, Tante?” suara Maya tercekat tatkala dia bertanya seperti itu.
Sarah hanya mampu menggelengkan kepalanya. Tidak tahu harus menjawab bagaimana pertanyaan Maya. Sarah pun merasa demikian, wanita itu merasa kepergian Ibunya sangat mendadak. Ia belum siap kehilangan sang Ibu untuk selama-lamanya.
Lantas, bagaimana dengan nasib Maya? Yang sejak bayi sudah ditinggalkan oleh Ibu yang sudah melahirkannya. Ayah-nya pun sudah mempunyai keluarga baru, disaat Maya merasa ditinggalkan seorang diri.
Hanya Oma-nya yang selalu menemani Maya. Hanya Oma, yang memberikan kasih sayang tanpa batas kepada Maya. Hanya Oma, yang selalu menegerti Maya dalam keadaan apa pun. Sekarang, Maya kembali ditinggalkan oleh orang yang ia sayang.
Lalu, kepada siapa Maya akan mengadu? Tempatnya mengadu sudah berpulang untuk selama-lamanya. Kepada siapa lagi Maya akan mengeluhkan segala keluh kesahnya?
“K-kenapa kalian nggak izinin Maya hiks..”
“Buat antar Oma, ke tempat peristirahatkan t-terakhirnya,” ucap Maya sesenggukan.
Perempuan itu seolah kembali mendapat tamparan keras mengenai fakta jika sang Oma memang benar sudah meninggalkannya di dunia.
Maya benar-benar sudah tidak sanggup lagi. Kalian boleh menganggap Maya lebay. Karena memang, yang saat ini Maya rasakan sangat sakit dan sesak sekali.
Hening.
Semua orang hanya bisa bungkam tidak ada yang mampu menjawab pertanyaan Maya. Gerry yang notabenya suami Maya pun, hanya bisa menatap sendu pada istrinya. Gerry tidak tahu harus berbuat apa, agar Maya tidak menangisi lagi kepergian Oma.
Untuk hari ini, Gerry akan membiarkan perempuan itu menangis sepuasnya. Gerry pikir, Maya perlu melakukan itu untuk meluapkan rasa sedihnya karena ditinggal oleh sang Oma.
Gerry pun sama sedihnya dengan Maya. Laki-laki itu tidak menyangka jika kepergian Oma akan secepat ini. Oma sangat baik sekali kepada semua orang. Gerry tidak akan pernah melupakan semua kebaikan dari Oma. Termasuk, membuat dirinya dan Maya terikat dalam ikatan pernikahan.
“Terima kasih Oma, sudah menyatukan saya dan Maya.” Gerry berucap dalam hati.
"Saya berjanji akan menjaga Maya." lanjutnya dalam hati.
•••
🐅Jangan lupa vote dan komen🐅
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Playboy (End)
General FictionKehidupan Maya terasa jungkir balik setelah perempuan itu terikat perjodohan konyol yang diusulkan oleh Oma-nya. Terlebih yang menjadi calon suaminya ialah Gerry si laki-laki playboy cap badak yang tak lain merupakan teman semasa SMA-nya dulu. Kira...