Terhitung sudah tiga hari lamanya Maya menumpang di rumah Gerry. Bukan tanpa alasan, perempuan itu dengan sangat terpaksa mengungsi sejenak di rumah pria yang sudah ia juluki buaya darat itu. Oma serta Tante Sarah belum kunjung pulang dari Kota.
Demi menyelamatkan nasib buruknya, Maya pun menyisihkan rasa gengsinya sejenak. Masih untung jika Gerry mau menampungnya dan memberinya makan selama Maya tinggal di rumahnya. Bahkan untuk uang jajan pun terkadang Maya meminta pada Gerry.
“Ger, gue pinjam duit lo dong..” Nah, seperti sekarang contohnya.
Gerry memasang raut melasnya. “Please deh May. Masa uang seratus ribu yang kemarin udah habis?” tanya Gerry dengan nada suara frustasi.
Maya menggaruk rambutnya yang tak gatal. “Yaiyalah. Lo kira, gue bisa hidup dengan uang pas-pasan?” seru Maya dengan sewot.
Gerry menghembuskan napasnya kasar. Pria itu merogoh saku celananya dan membuka dompetnya. Gerry meraih dua lembar uang berwarna merah kemudian diberikannya uang tersebut kepada Maya. Sontak kedua mata Maya berbinar melihat itu.
“Cukup ‘kan?” tanya Gerry dengan nada sedikit kesal.
Maya tersenyum sumringah. “Hehe, baik amat Bang..” ucapnya kemudian melayangkan flying kiss kepada Gerry.
Gerry bergidik ngeri melihat tingkah absurd Maya. “Hari ini gue pulang malam. Jangan lupa kunci rumah. Jangan keluyuran nggak jelas. Gue bisa laporin semua tingkah lo sama Oma.” tutur Gerry berupa ancaman yang dilayangkan untuk Maya.
Maya mencebikkan mulutnya sebal. “Iya deh yang lagi kesemsem sama janda kembang mah beda,” sindir Maya dengan wajah terlihat menjengkelkan.
Gerry tersenyum miring. “Janda lebih menggoda.” timpal Gerry yang langsung merapikan rambutnya.
“Gimana? Gue udah ganteng ‘kan?” tanya Gerry dengan penuh percaya diri.
Maya memutar bola matanya malas. “Iya ganteng. Saking gantengnya, sampai mirip pantat si Sepul.” oceh Maya membuat air wajah Gerry mengkeruh.
“Pokoknya ingat, jangan keluyuran. Gue nggak akan segan aduin lo ke Oma.” Gerry berujar sebelum melangkah keluar rumah meninggalkan Maya di ruang TV.
Begitulah Maya dan Gerry. Keduanya selalu berada di situasi yang berbeda-beda. Terkadang selalu ribut sampai berniat untuk saling membunuh. Kadang juga terlihat akur layaknya seorang kakak beradik.
•••
Gerry menggandeng tangan Lusi—Kekasih barunya semenjak ia putus dengan Gita. Setelah insiden pertengkaran kecil yang terjadi diantara Maya dan Gita, tanpa segan Gerry langsung memutuskan Gita. Menurutnya, perempuan seperti Gita itu akan sangat merepotkannya.
Beruntung, memiliki wajah yang tampan serta bentuk tubuh yang atletis membuat Gerry tidak kehilangan akal untuk menggaet para betina diluaran sana. Bahkan, seorang janda muda pun berhasil ditaklukan oleh pria yang memiliki julukan playboy itu.
“Sayang, skincare aku udah mau habis.. Nanti antar aku belanja ya ke mall?” tanya Lusi dengan nada terdengar manja.
Gerry tersenyum manis. “Iya..” sahutnya dengan singkat.
Lusi menatap wajah tampan Gerry tidak berkedip. “Tapi—kamu ‘kan yang bayarin nya?” tanya wanita itu dengan wajah lugu nan polos.
Gerry terkekeh kecil melihat wajah kekasihnya itu. “Iya sayang.. Tapi ada syaratnya okay?” Gerry tersenyum penuh arti.
Tanpa sepatah kata pun, Lusi sontak menganggukkan kepalanya kuat. Karena sudah berpengalaman, wanita itu langsung beringsut mendudukkan pantatnya diatas pangkuan Gerry. Lusi menampilkan senyuman maut yang membuat Gerry ikut tersenyum melihatnya.
Kedua insan itu mulai menyatukan bibir mereka. Keduanya saling memagut dengan lembut. Perlahan ciuman lembut itu berubah menjadi liar dan kasar. Gerry mendesis pelan tatkala merasakan sebuah benda menempel pada dada bidangnya.
•••
“Hm enak,” seru Maya saat perempuan itu mencicipi ice cream beraneka rasa.
Maya tidak menyia-nyiakan kesempatannya saat ia mendapatkan uang dari Gerry. Dengan semangat empat lima, perempuan itu menuju mini market dan membeli aneka ragam snack serta ice cream.
“Tumben si Gerry baik banget,” gumam Maya disela memakan ice creamnya.
Maya mengendikkan bahunya acuh. “Bodo ah. Yang penting dapat uang, bisa jajan sepuasnya.. Yuhuu!” serunya dengan nada girang.
Maya bersendewa kecil setelah menghabiskan cup ice cream yang berukuran besar. Salah satu tangannya mengusap perutnya yang sedikit membuncit. Maya tertawa kecil melihat perutnya sendiri.
Mungkin jika orang lain melihatnya, mereka akan berpikir jika maya tengah berbadan dua. Padahal tidak. Itu hanyalah hasil dari makanan yang selama ini ia santap.
Ah, jangan lupakan jika Maya juga tipekal perempuan yang malas berolahraga. Perempuan itu anti sekali dengan yang namanya olahraga.
Suara derap langkah kaki membuat Maya menoleh ke belakang. Disana, Gerry terlihat melangkah mendekat pada Maya dengan langkah lunglai. Wajah pria itu tampak kusut. Kening Maya pun mengkerut membuat lipatan pada dahinya.
“Kenapa lo? Pasti nggak dapat jatah dari si janda itu ya?” serobot Maya melontarkan pertanyaan frontal.
Gerry melirik Maya sekilas. “Gue mau gila rasanya.” ucap pria itu dengan napas pelan.
“Hah? Lo gila? Baru sadar lo?” Maya menaikkan salah satu alisnya seraya terkekeh kecil.
“Ck, gue serius.” timpal Gerry yang mulai geram dengan tingkah Maya.
Maya membenarkan posisi duduknya. “Terus? Emangnya lo kenapa sih Ger? Jangan buat gue mati penasaran.” ujar Maya dengan nada sewot.
“Nanti juga lo tau sendiri,” Bukannya memberitahu masalah yang menimpa dirinya, pria itu justru membuat Maya semakin dibuat penasaran dengan tingkahnya.
“Gil—“
Ucapan Maya terhenti saat terdengar suara klakson mobil dari halaman rumah. Maya dan Gerry saling menatap satu sama lain. Gerry bangkit dari duduknya dan mengisyaratkan agar perempuan yang sudah menumpang di rumahnya untuk mengikutinya.
Sesampainya di luar rumah, Maya melihat Oma dan Tantenya serta si kecil Daffa. Namun yang membuat perempuan itu heran ialah kehadiran kedua orang tua Gerry beserta Kakak laki-laki pria itu.
•••
Maya menatap Gerry menuntut penjelasan. Namun, pria itu sama sekali tidak mengatakan sepatah kata pun.
Suasana di dalam ruang tamu ini terasa sangat berbeda. Hawa sejuk berganti menjadi sangat panas dan sedikit mencekam. Maya menatap kedua orang tua Gerry yang hendak membuka suara dengan tatapan aneh.
“Begini.. May, ada yang mau Tante sampaikan kepada kamu.” ujar wanita yang duduk di depan Maya.
Maya menipiskan kedua bibirnya.
“Emh, tentang apa ya Tan?” tanya perempuan itu penasaran.“Biar Oma saja yang menyampaikannya..” sambar Oma membuat seluruh pasang mata menatap ke arahnya.
“Maya… Oma mau kamu dan Gerry menikah.” ucap wanita paruh baya itu dengan lugas.
Maya terdiam di tempatnya dengan tubuh menegang. Apakah gendang telinganya tidak salah mendengar? Oma memintanya agar ia dan Gerry menikah? Yang benar saja?!
•••
🐅Jangan lupa vote dan komen🐅
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Playboy (End)
General FictionKehidupan Maya terasa jungkir balik setelah perempuan itu terikat perjodohan konyol yang diusulkan oleh Oma-nya. Terlebih yang menjadi calon suaminya ialah Gerry si laki-laki playboy cap badak yang tak lain merupakan teman semasa SMA-nya dulu. Kira...