Bab 16

13.6K 490 6
                                    

Pernikahan Maya dan Gerry sudah berjalan lima bulan lamanya. Selama ini, masih aman-aman saja. Baik Gerry, maupun Maya, keduanya menjalani hiruk pikuk rumah tangga dengan adem ayem. Dengan dibumbui berbagai drama dan pertengkaran kecil dari keduanya.

Gerry pun sudah mencoba memposisikan dirinya dengan baik. Laki-laki itu mencoba untuk bisa membagi waktunya yang menurutnya akhir-akhir ini sangat sibuk sekali. Bagaimana tidak sibuk? Setiap hari dia direcoki oleh berbagai berkas penting.

Tak hanya itu, setiap satu bulan sekali Gerry wajib mengunjungi salah satu sekolah ternama yang ada di Jakarta. Posisinya yang sebagai Donatur terbesar di sekolah itu, membuat Gerry mau tidak mau harus mengunjungi sekolah tersebut selama satu bulan sekali.

Selama lima bulan ini, cukup banyak perubahan yang terjadi didalam rumah tangga Maya dan Gerry. Kedua suami istri itu tampak kompak menjalani perannya masing-masing. Dan, ada satu hal yang akan membuat kalian terkejut bukan main.

Maya.

Perempuan itu sedikit-sedikit merubah sifatnya semenjak dia berteman dekat dengan Sesil—Sekertaris sang suami.

Ternyata Sesil membawa pengaruh yang positif untuk Maya. Maya, yang awalnya tidak bisa memasak, kini sudah tampak tidak kaku lagi saat perempuan itu berada di area dapur.

Tak hanya itu, Maya pun kerap kali menyiapkan segala kebutuhan Gerry. Seperti; Menyiapkan pakaian kerja, menyiapkan sarapan pagi, membuatkan bekal untuk Gerry, dan masih banyak lagi.

Gerry pun yang Maya kenal sebagai lelaki playboy, sepertinya sudah pensiun dari jabatannya. Maya selalu curi-curi pandang memperhatikan Gerry. Namun, awalnya perempuan itu ragu jika berpikir Gerry benar-ebnar sudah tobat dari sifat playboynya.

Entahlah, Maya tidak ingin membahas hal itu lagi.

Perubahan-perubahan kecil itu tampak membuat rumah tangga Maya dan Gerry terlihat harmonis. Rasanya sangat tentram sekali.

Bahkan, para tetangga rumah pun kerap kali dibuat iri ketika melihat pemandangan dimana Maya sedang mengantarkan Gerry  ke depan rumah untuk berangkat bekerja.

Bau gosong tercium memasuki area ruang keluarga. Maya, yang tengah sibuk dengan ponselnya sontak berdiri dari duduknya dan berlari kecil menuju dapur. Kedua mata perempuan itu melotot sempurna tatkala melihat masakannya gosong.

“Aishh,” Maya berucap lirih.

Akibat keasyikan bermain ponsel, Maya sampai lupa jika perempuan itu tengah memasak sesuatu untuk makan siang nanti. Dengan wajah muram, ia meraih teflon dan membuang masakannya yang sudah gosong itu ke dalam tempat sampah.

•••

Ting tong!

Suara bel rumah yang dipencet sebanyak tiga kali menggema keras di seluruh penjuru rumah Maya. Maya yang masih berada di dapur, membersihkan kekacauan yang dibuatnya pun sontak berjalan menghampiri pintu utama.

“Sebentar!” ujar Maya sedikit berteriak.

Saat membuka pintu rumah, Maya disuguhkan dengan keberadaan Gerry yang tengah dirangkul oleh seorang perempuan berpakaian err—kurang bahan. Maya mengerjapkan kedua matanya pelan kemudian berdeham kecil.

“Ekhem, masuk.” Ajaknya kepada dua orang itu.

Sesampainya di ruang tamu, Gerry dibantu oleh perempuan yang terlihat asing dimata Maya untuk duduk. Maya menilik sekilas wajah Gerry yang terdapat beberapa lebam dan ujung bibirnya yang sedikit sobek.

“Pembantu kamu ya?” tebak perempuan asing itu seraya menatap penampilan Maya dari ujung kepala hingga kaki.

Maya terbelalak ditempatnya.

Sialan!

Apa katanya? Pembantu?! Teriak Maya tidak terima dalam hatinya.

Memang, saat ini penampilan Maya terlihat sangat sederhana. Maya memakai daster sebatas lutut, dengan rambutnya yang dicepol asal, jangan lupakan wajahnya yang polos tanpa make up sedikit pun. Tapi, jangan salah. Maya terlihat cantik dengan penampilan demikian pun.

Sementara itu, Gerry berusaha mati-matian menahan tawanya. Laki-laki itu meringis kecil saat ujung bibirnya berdenyut sakit. Sontak, Maya dan perempuan asing itu memusatkan perhatiannya pada Gerry.

“Sakit ya? Tahan bentar ya Ger,” ujar perempuan itu dengan raut wajah khawatir.

Perempuan yang tidak Maya kenal itu menatapnya, sontak Maya menunjuk dirinya sendiri dengan ekspresi bertanya seolah mengatakan ‘Aku?’.

“Tolong bawakan kompresan dan es batu,” titahnya dengan wajah yang terlihat menyebalkan dimata Maya.

“Ck, cepetan sana!” gertaknya tatkala melihat Maya yang hanya diam saja ditempat.

Maya memutar bola matanya jengah.

Ingin sekali rasanya Maya mencubit mulut menyebalkan perempuan itu. Main suruh-suruh saja, nggak tahu apa ya, dia ini istrinya Gerry? Batin Maya.

Tiga menit berlalu, Maya datang menuju ruang tamu dengan tangan masing-maisng membawa kompresan dan baskom kecil berisi es batu. Perempuan itu meletakkan kedua benda tersebut diatas meja.

Perempuan yang tidak Maya ketahui namanya itu, mulai beraksi mengompreskan wajah Gerry menggunakan es batu. Maya hanya diam tidak berniat membantu atau menanyakan siapa perempuan itu, dan kenapa wajah Gerry penuh lebam.

“Sshh, pelan-pelan Sil.” desis Gerry dengan menampilkan ekspresi menahan sakit.

Sil? Jadi nama perempuan itu Sil? Maya menerka-nerka dalam benaknya.

“Kamu sih, malah ngeladenin cowok brengsek itu.” gerutu perempuan yang Gerry panggil Sil tadi sambil menekuk wajahnya.

Gerry hanya diam saja mendengarkan semua omelan dari perempuan itu. Maya pun hanya diam bak patung bernyawa, menyaksikan kegiatan dua orang berbeda jenis itu seraya menyandarkan punggungnya pada tembok, dengan tangan melipat di depan dada.

Sungguh dramatis sekali perempuan bernama Sil ini.

“But, thankyou ya Ger. Karena kamu, aku jadi bisa lampiasin rasa marahku sama cowok brengsek itu.” tutur Sil seraya mengulas senyuman tulus.

Gerry mengangguk singkat. “It’s okay,” sahutnya.

Maya curi-curi dengar obrolan Gerry dan perempuan bernama Sil itu. Sebenarnya Maya ingin beranjak pergi dari hadapan keduanya, namun kakinya seolah berkata lain. Jadilah Maya hanya diam berdiri dengan wajah datar.

“Oh ya, itu pembantu kamu kok disitu terus? Lagi nguping ya? Nggak sopan banget sih,” cibir Sil menatap Maya sinis.

Gerry menghela napas sejenak. “Yang kamu sebut pembantu itu, istri aku.” ujarnya dengan wajah tenang.

Mata Sil terbelalak. Saking terkejutnya, perempuan itu sampai membuka mulutnya dengan kedua mata masih melotot menatap Maya dengan pandangan tidak percaya.

Sil menoleh pada Gerry. “Are you kidding me?!” serunya sarkas.

Maya hanya berdecak pelan melihat reaksi perempuan itu.

“Alay,” gumamnya seraya melengos pergi meninggalkan Gerry dan Sil yang masih terkejut dengan fakta tadi.

•••
🐅Jangan lupa vote dan komen🐅

Married with Playboy (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang