Bab 9

14.5K 538 9
                                    

Malam hari pun tiba. Sesuai kesepakatan bersama-ah ralat, hanya Maya yang tidak sepakat dengan keputusan yang dibuat oleh suami sintingnya. Kini, keempat manusia berbeda gender itu tengah berada di salah satu rumah makan ternama.

Sejak Maya memasuki mobil hingga menginjakkan kakinya di rumah makan ini, perempuan itu hanya diam tidak mengeluarkan suara sepatah kata pun. Biasanya, dia yang paling heboh. Namun, tidak untuk kali ini.

Yah, tentu saja karena ada alasannya.

Perempuan yang memasang raut masam itu tidak suka melihat kedekatan Galen dan istrinya. Ingin sekali rasanya Maya menggantikan posisi Gisha. Maya ikhlas lahir batin.

"Silahkan Mas, Mbak, mau pesan apa?" ujar pramusaji seraya menyodorkan buku menu.

"Kamu mau makan apa sayang?" tanya Galen seraya mengusap surai Gisha lembut.

Huek. Maya muak mendengar kata-kata romantis yang keluar dari mulut Galen. Harusnya dia yang ditanya seperti itu. Maya menjerit dalam batinnya.

"Aku mau makan steak udang sama ikan tauco." balas Gisha setelah perempuan itu melihat-lihat daftar menu.

"Udang? Tumben banget pengen udang, biasanya kamu nggak suka tuh kalau aku tawarin makan udang." Galen mengeryitkan keningnya bingung.

"Nggak tau Mas, mungkin bawaan bayi hehe," Gisha tertawa kecil membuat Galen yang melihatnya pun ikut tertawa.

"Ah, manisnya. Istri siapa sih ini?" Galen dengan gemas mengacak rambut istrinya.

"Ihh Mas, rambutku jadi berantakan lagi 'kan!" gerutu Gisha seraya memajukan bibirnya.

Sudah cukup.

Rasanya Maya inign sekali menghancurkan rumah makan ini. Perempuan berusia dua puluh empat tahun itu mengibaskan salah satu tangannya. Seolah mengatakan jika ruangan ini sangatlah panas.

Gerry melirik sekilas pada Maya.

"Eh," Maya tersentak tatkala tangan Gerry terulur mengusap dahinya menggunakan tissue.

Maya berdeham kecil berupaya mengusir kecanggungan yang sempat terjadi.

"Panas banget ya?" Gerry bertanya seraya masih mengusap dahi sang istri.

"Ehm, lumayan." balasnya dengan suara pelan.

"Mau makan apa?" tanya lelaki itu yang kini sudah membuka-buka buku daftar menu.

"Terserah." jawab Maya spontan.

Gerry menaikkan salah satu alisnya.

"Huh, perempuan memang benar-benar rumit. Ditanya baik-baik malah jawab terserah." gumam lelaki itu sedikit geram.

Maya yang mendengar gumaman lelaki itu pun menyaut.

"Lo-ehm, kamu ada ngomong sesuatu?" tanya perempuan itu dengan sedikit gagap.

Maya tidak terbiasa memanggil aku-kamu. Terlebih dengan Gerry. Lelaki menyebalkan di hidupnya.

Gerry menggeleng. "Nggak." jawabnya dengan datar.

"Mbak, saya pesan capcai kuah, ayam kecap, dan sop kepiting. Minumnya air putih saja." tutur Gerry kepada pramusaji.

Pramusaji itu pun mencatat pesanan Gerry dan Galen. Setelahnya, pramusaji tadi pamit undur diri untuk menyiapkan pesanan mereka.

"Udah berapa bulan Kak?" tanya Gerry saat Galen tengah asik mengelus perut istrinya-Gisha.

Galen mendongak menatap wajah adiknya. "Tiga bulan. Kamu kapan nyusul Ger? Biar anakku ada temannya," ujarnya diiringi senyum sumringah.

Gerry tidak lantas menjawab pertanyaan Kakaknya. Dia menoleh melihat bagaimana reaksi Maya.

Dan benar, seperti dugaannya. Perempuan yang berstatus sebagai istrinya itu, hanya menundukkan kepalanya dengan tangan saling bertaut.

"Doain aja Kak," timpal Gerry seraya tersenyum tipis.

"Oh ya, Maya mau punya anak berapa nih?" tanya Gisha penuh antusias.

Maya tersedak saat mendengar pertanyaan dari Gisha. Sontak Gerry langsung menepuk-nepuk punggung istrinya pelan. Setelah dirasa membaik, Maya mengerjapkan kedua matanya.

"A-anak?" cicit perempuan itu kikuk.

"Iya, anak. Kamu mau punya anak berapa?" Gisha mengulangi pertanyaan yang sama.

"Em-"

"Sedikasihnya Tuhan aja Kak," potong Gerry sebelum Maya menjawab pertanyaan Kakak iparnya.

Maya sontak menoleh ke arah suaminya. Ini benar Gerry? Suaminya yang merangkap sebagai lelaki playboy cap badak itu? Kenapa tingkah laki-laki itu berbeda?

Biasanya, dia akan membuat Maya kesal, marah, jengah. Tapi tidak dengan malam ini. Apakah karena Gerry mengetahui jika dirinya tengah sedih melihat keromantisan Galen dan Gisha?

Jika benar karena itu, Maya benar-benar sangat marah.

Dia tidak suka dikasihani.

•••

Setelah sampai di rumah sejak tiga puluh menit yang lalu, Maya langsung beranjak menuju kamarnya. Perempuan itu berdiam diri di kamar.

Gerry pun sedikit aneh dengan tingkah istrinya itu. Namun dia berusaha bersikap acuh. Toh, bukan urusannya juga pikir Gerry.

"Istrimu mana Ger?" tanya Sarah seraya celingak-celinguk mencari keberadaan keponakannya.

"Udah masuk kamar Tan." balas Gerry seraya tersenyum simpul.

Memang setelah sah menjadi suami Maya, kedua pengantin baru itu sepakat untuk tinggal di rumah Maya terlebih dahulu. Bukan tanpa alasan. Maya mengatakan jika perempuan itu ingin merekam kenangan di rumahnya ini.

"Ck, anak itu. Bukannya ikut kumpul disini." cerocos Sarah seraya berdecak pelan.

"Udahlah, nggak-papa. Mungkin Maya capek, jadi langsung ke kamarnya." Suami Sarah mencoba menenangkan istrinya itu.

"Kalau gitu, Gerry pamit ke kamar duluan ya, Om, Tan." ujar Gerry yang langsung mendapat anggukan Sarah dan suaminya.

Ceklek!

Gerry memutar knop pintu kamar. Tak lupa lelaki itu kembali menutup pintu kamarnya. Dapat Gerry lihat, jika Maya-istrinya tengah duduk di depan meja rias. Maya terlihat tengah sibuk dengan skincare malamnya. Entahlah Gerry tidak paham dengan urusan para perempuan.

"Apa?" tanya Gerry saat maya terus-menerus menatapnya sejak ia memasuki kamar.

Maya membuang muka seraya berdecih.

Gerry menaikkan alisnya bingung. "Gue ada salah?" tanyanya lagi dengan raut wajah penasaran.

"Gue idi silih?" gerutu Maya mengejek Gerry.

"Kenapa sih lo? PMS?" tekan Gerry yang tidak mengerti dengan sikap Maya.

Setahunya, hari ini dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Lalu, kenapa perempuan itu menatapnya tajam. Seolah dia telah melakukan kesalahan besar?

Gerry terus menatap gerak-gerik Maya hingga perempuan itu menaiki kasur. Maya teridur dengan posisi memunggungi Gerry.

Melihat itu pun Gerry menghela napas pendek. "Ck, dasar singa betina." gumamnya.

•••

🐅Jangan lupa vote dan komen🐅

Married with Playboy (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang