Spicy Level: 13

16.5K 1.5K 32
                                    

Gadis benar-benar datang ke toko baju di kawasan Tebet yang disebutkan oleh Fabian semalam.

Gedungnya sendiri berupa sebuah rumah bergaya Batavia kuno yang terlihat seperti rumah-rumah yang dipakai untuk syuting film horor. Di halamannya terdapat tambahan bangunan dari peti kemas yang sepertinya merupakan area toko. Saat ini pagar rumah itu masih tertutup dan tidak ada siapa-siapa di sana.

Gadis datang terlalu cepat.

Masih jam delapan kurang dan menurut apa yang tertera di akun Instagram 'DoubleT_IDN' toko baru beroperasi pukul 10. Artinya masih ada waktu dua jam untuk Gadis habiskan dengan tidak melakukan apa-apa selain menggulir layar ponselnya. Atau mungkin Gadis bisa mencoba menghubungi kontak yang diberikan Fabian. Kertas itu semalam Gadis simpan di balik case ponselnya.

Setelah menyimpan nomor ponsel dengan nama 'Tomi-nya Igor', Gadis langsung membuka foto akun WA milik Tomi, dan nihil. Sepertinya mahluk bernama Tomi ini sengaja mengatur agar tidak sembarang orang bisa melihat profile picture-nya.

"Minta maaf baru tujuan," gumam Gadis sambil mengetik sebuah pesan untuk Tomi. Baru separuh dari keseluruhan isi pesan diketik, sebuah mobil terlihat berhenti tepat di depan pagar rumah horor itu.

Seorang pria berjaket hitam keluar dari mobil untuk membuka pagar lalu memarkir mobilnya agak ke dalam, tepat di bawah sebuah pohon. Pria berjaket itu hendak menutup kembali pagar dan saat itulah Gadis meloncat turun.

"Mas!" panggil Gadis sambil melambaikan tangan. Buru-buru Gadis menyeberangi jalan untuk mengejar pria yang tidak menyadari panggilan Gadis. "Mas! Tunggu!"

Pria itu berhenti melangkah ketika Gadis menggerakan pagar dengan kasar. Ketika menoleh, dia melepaskan earphone-nya. "Tokonya tutup, Mba. Cuma melayani via e-commerce."

"Aku bukan mau belanja," ungkap Gadis setengah berteriak. Setelah melepaskan maskernya, dia mengulang, "aku bukan mau belanja, tapi mau ketemu sama Tomi Prasetyo."

"Saya Tomi Prasetyo, ada perlu apa, Mbak?"


✿✿✿


Setelah dipersilakan duduk di teras rumah yang begitu kotor dan tidak terawat (serta ada bau-bauan aneh yang membuat Gadis harus berpura-pura menyemprotkan cairan desinfektan), mereka pun saling memperkenalkan diri. 

"Mbak ini siapanya Igor?"

Gadis tidak begitu mendengar ucapan lawan bicaranya sejak pria itu membahas secara singkat mengenai bisnis 'DoubleT' pun tidak sadar sedang ditanya-tanya. Dia sibuk memperhatikan penampilan pria itu dari atas ke bawah dan kepalanya sibuk melakukan penilaian. 

Tingginya sama seperti Gadis yang hari ini mengenakan wedges dan dilihat dari wajahnya pun sepertinya mereka seumuran.

Benar-benar berbeda dengan Tomi yang beberapa hari lalu Gadis temui di Surabaya, yang mengatakan bahwa ia baru saja kembali dari Bali untuk perjalanan bisnis. Yang kepalanya botak di bagian atas dan keriting di belakang. Yang bau parfumnya berasal dari parfum suntikan dan membuat hidung Gadis sakit.

"Kamu dalam satu bulan ini pernah ke Bali?" tanya Gadis terus terang. Kepalanya begitu penuh sampai-sampai dia tidak bisa berpikir jernih, jadi apapun yang melintas di kepalanya, hal itulah yang akan dia tanyakan.

Tomi bengong, "hah? Ke Bali? Nggak, ngapain? Kan lagi pandemi begini, mana bisa?"

"Bisa aja, sih. Kalo punya kenalan—intinya, kamu beneran Tomi Prasetyo?"

Pria itu tampak enggan saat dia merogoh saku jaketnya untuk mengeluarkan dompet. Pada Gadis dia menunjukan KTP, SIM, Debit, serta kartu mahasiswa yang menunjukan bahwa Tomi Prasetyo adalah bagian dari ULILA.

"Semalem temen saya ngasih tau ada perempuan yang nyari Igor dan katanya dalam waktu dekat mungkin bakal ngontak saya, itu Mbak, ya?"

Gadis masih menunduk menatap kartu identitas milik Tomi Prasetyo saat dia mengangguk.

Tanpa disadari Gadis, Tomi memperhatikan.

Pria itu menatap dari ujung kaki hingga ujung rambut dan memilih diam.

"Sebenernya Igor itu siapa, sih?" Suara Gadis terdengar serak sebelum dia berdeham. "Dia beneran alumni ULILA, kan?"

Tomi mengangguk.

Gadis mengeluarkan ponselnya, membuka galeri, dan menunjukan foto terbarunya bersama Igor yang mereka ambil saat mereka liburan berdua. "Bener yang ini orangnya? Atau orang ini pun bukan Igor?"

"Iya, betul. Itu Igor." Tomi merogoh saku jaketnya lalu mengeluarkan rokok. Sambil menyulut api, dia berkata, "dia emang bener anak ULILA, tapi berenti kuliah pas semester 4 atau 5. Saya lupa. Intinya dia nggak selesai kuliah dan sehari-hari cuma mondar-mandir di kampus, ngegaet maba, dan nongkrong di kantin. Dia agak bermasalah. Akhir-akhir ini banyak laporan dari alumni yang ditipu sama Igor, ngajak investasi pembangunan taman wisata di Bali, dan kerugiannya mencapai ratusan juta."

Pria itu mengembuskan asap dari mulutnya, "tapi kayaknya Mbak ini bukan korban penipuan investasi, ya? Soalnya Mbak ini korban wanita pertama Igor yang bisa sampe di sini. Biasanya yang dateng ke saya pasti laki-laki dan masih alumni ULILA."

"Aku alumni ULILA juga. Kedokteran. Ketemu Igor waktu internsip di Surabaya."

Tomi mengangguk-angguk.

"Kayaknya saya paham kenapa Mbak bisa ada urusan sama Igor," ujar pria itu sebelum mengembuskan asap. "Data alumni kan bisa diakses di website. Apalagi kedokteran yang datanya nyambung ke instansi-instansi yang kerja sama. Bisa jadi Igor nyari-nyari data korbannya dari situ."

Pria itu mengetuk batang rokoknya lalu memainkan di ujung jemari. "Sejauh ini saya belum pernah denger kabar korban penipuan perempuan. Kebanyakan alumni perempuan di kampus saya memilih jadi ibu rumah tangga, sih, jadi kayaknya nggak tertarik soal bisnis. Igor pun kayaknya punya kecenderungan hanya mau dekat dengan mereka yang punya bisnis atau bekerja di perusahaan-perusahaan oke."

Tarikan napas panjang tidak membantu Gadis meluruskan pikirannya. Masih semrawut, kacau balau, dan jelimet. Kalau Gadis buka mulut, omongannya pasti tidak keruan. 

Setelah lama terdiam, Gadis memberanikan diri bertanya. "Apa lagi yang kamu tau soal Igor?"

"Saya minta email Mbak, boleh? Saya kirimkan semua data Igor dan Mbak bisa pilih informasi mana yang Mbak butuhin." Pria itu mengeluarkan ponselnya. "Jangan salah sangka, ya. Saya bukan tipe yang suka sembarangan nyebar data pribadi orang lain, tapi untuk Mbak ... harusnya nggak masalah."

"Memangnya kenapa?"

"Soalnya Fabian bilang Mbak ini orang baik, jadi saya percaya."

Sudah tidak ada lagi tenaga untuk sekadar merespon omongan Tomi, jadi Gadis memaksakan seulas senyuman. Entah untuk apa dan karena alasan apa dia melakukannya.

Gadis tidak berlama-lama di sana dan pamit pulang begitu selesai bertukar email dan kontak WA. Tomi sempat menawarkan untuk membantu memesan taksi saat melihat langkah Gadis sempoyongan—saat Gadis beralasan tubuhnya lemas karena belum makan, Tomi sampai menawarkan untuk membelikan makanan—tapi Gadis menolak. Dia tidak ingin membuang waktunya lagi didekat orang-orang yang mengingatkannya pada Igor.

Tanpa peduli dengan kepadatan kawasan Tebet, Gadis melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Semua rambu-rambu dia abaikan hingga dia sampai di satu area yang tidak dikenalinya. Di sana Gadis menepikan mobil lalu berkali-kali membenturkan kening ke kemudi.

Dengan mata berair dia memandangi speedometer dan bertanya pada pantulan dirinya yang tampak samar di permukaan kaca.

"Kenapa semua yang Luki omongin selalu bener, sih? Yang cewek kan gue, harusnya gue yang bener!"


--------------


A/N:

Jangan-jangan sebenernya Luki itu ... hmm.


When The Food Is Too SpicyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang