Spicy Level: 50

10K 1K 109
                                    

Warning:

Hello and hi!
You're currently reading the revised version of Level 50.
Hopefully you'll enjoy reading this chapter as much as you did with the previous version.

Enjoy ^^


✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿



Setelah telpon terputus, Gadis masih diam termenung menatap ponselnya.

"I'm sorry, Luk."

Dengan langkah lunglai Gadis kembali ke bangunan paviliun di mana dua sahabatnya menunggu.

"Kayaknya gue balik aja, deh," ujar Gadis seraya duduk di tempatnya semula, memasukan ponsel ke dalam tasnya, lalu menatap dua wanita di hadapannya. "I'm sorry, guys. Bukannya gue nggak mau spend the rest of the day with you two ... I need to be alone. Sorry."

Setelah memaksakan seulas senyum, Gadis kembali mengenakan maskernya. Wanita itu berjalan ke luar ruangan sambil menenteng tas. Sam dan Feli mengikuti di belakang.

"Gadis nggak mau nunggu Bagas pulang? Biar kita anterin, daripada naik taksi," tawar Sam ketika melihat Gadis kembali mengeluarkan ponsel untuk memesan taksi. "Dia lagi beli makan siang—atau kita bisa makan siang bareng. Mau, ya?"

Sudah sesuai titiknya kan Bu?

Tangan Gadis mengetik balasan sebelum beralih pada Sam. "I'm sorry, Sam. Gue lagi nggak napsu makan and I really need to be alone. Salam buat Bagas, ya. Buat orang rumah juga, Fel."

Feli mengangguk paham, sementara di sampingnya, Sam terlihat cemberut.

"Jadi, sampe di sini aja?"

Gadis dan Feli menoleh bersamaan.

"Awalnya Gadis main sama kita karena diajak Olip, 'kan?" Sam mengembuskan napasnya. "Sekarang, setelah semua masalah yang dibuat Olip dan dia sibuk sendiri dengan agendanya, apa kita nggak bisa main bareng lagi?"

Ada perubahan air muka di wajah Feli usai mendengar pertanyaan lugu Sam. Mereka berdua pun jadi tampak murung dan jauh lebih canggung dari sebelumnya.

Melihat hal itu, Gadis pun memilih untuk tetap diam.

Kepalanya begitu penuh untuk bisa mencerna semuanya. Apalagi untuk memutuskan masih maukah dia menghabiskan waktu dengan Feli dan Sam.

Tanpa sadar, genggaman tangan Gadis pada ponselnya pun semakin menguat. Hatinya terus memohon agar taksi yang dipesan segera tiba dan menyelamatkannya dari suasana tidak nyaman di pinggir jalan itu.

Mata Gadis memandangi gambar mobil yang bergerak perlahan di layar ponselnya sebelum menatap jalanan kosong di depan. Dari sekian banyak hal yang dia pikirkan dan ingin ucapkan, di hadapan dua sahabatnya—kalau memang sebutan itu masih berlaku—Gadis hanya diam.

Bahkan setelah taksi yang dipesan tiba dan membawanya pergi dari kediaman orang tua Feli itu, Gadis sama sekali tidak menoleh atau membalas lambaian tangan mereka.


✿✿✿


" ... maaf, Bu, tapi jadi nggak sesuai maps, ya?"

"Iya, Pak. Tolong ke lokasi yang saya tulis di situ aja, ya. Tetap saya bayar, kok."

"Bukan masalah uangnya, Bu, tapi ini—"

Driver tersebut tidak dapat meneruskan kalimatnya ketika melirik melalui spion dalam dan melihat si penumpang mengeluarkan sejumlah uang dari dompet. Tanpa bersuara wanita itu menghitung dan suara peraduan kertas itu tidak kunjung selesai.

When The Food Is Too SpicyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang