Spicy Level: 9

17.8K 1.4K 104
                                    

Ketika Gadis membuka mata, pemandangan yang dilihatnya di atas sana masih langit-langit berwarna membosankan. Warnanya cenderung kusam dan begitu plain. Tidak seperti kamarnya di Surabaya yang sudah di-custom sedemikian rupa hingga membuat Gadis selalu bersemangat untuk bangun pagi.

Ruangan itu masih gelap dengan pencahayaan seadanya dari lampu-lampu di headboard tempat tidur ditambah dari cahaya matahari yang—"aduh, mampus kita!"

Gadis bangun tiba-tiba dengan mata melotot menatap kekacauan di kamarnya. Dia pun beranjak, meraih kaus yang semalam dipakainya—dan pagi ini dengan ajaib ditemukan tersangkut di kursi meja rias—lalu memungut celana dalam yang tergeletak.

"Bersih kayaknya," ujar Gadis setelah mengendusnya. Buru-buru dia memakainya sambil berusaha menemukan ponsel yang entah dia letakan di mana semalam.

"Luki bangun!" teriak Gadis yang berlutut untuk mencari di kolong tempat tidur. "Adek lo sama Esa kan mau ke sini, Luk! Ini jam ..." Gadis meraih ponsel milik Luki di nakas samping tempat tidur "... oh, shit! Jam 6, Luk! Sumpah, lo harus bangun! Luki!"

Orang yang dibangunkan tidak merespon. Masih tergeletak sambil memeluk guling.

Gadis mengangkat sebelah alisnya. Menatap bingung sosok pria yang berpakaian lengkap dan kini menguasai 2/3 bagian kasur. Sebuah pertanyaan melintas dalam kepala Gadis, tetapi dia tidak punya waktu untuk terheran-heran.

Adiknya Luki dan suaminya yang menyebalkan itu akan datang dan mereka tidak boleh melihat kekacauan di kamar ini!

"Luki, bangun!" Guncangan di badan Luki yang begitu ekstrim membuat pria itu berdecak sambil menepis tangan Gadis. Pria itu menggerutu tidak jelas, lalu berbalik membelakangi Gadis. Tangannya berniat mengambil bantal untuk menutupi wajahnya, tetapi Gadis dengan sigap menarik bantal tersebut.

Satu tangan Gadis menepuk-nepuk pipi Luki. "Please, Luk. Bangun sekarang! Luki!"

"Bawel banget sih lo!" tukas Luki yang menepis tangan Gadis dengan keras.

Masih dengan mata yang menutup, pria itu bangkit perlahan-lahan dari posisinya. Ia tidak mengatakan apa-apa dan lantas meninggalkan kamar Gadis.

Gadis hanya diam seperti patung di tengah ruangan, menatap pada pintu yang tadi dilalui Luki, lalu menunduk.

"Gue harus mandi."


✿✿✿


Pukul 9 lebih sedikit, Gadis dan Laddi sudah berada di depan rumah Bu RT. Mereka berdua disambut dengan sangat ramah oleh wanita yang memanggil mereka dengan julukan 'Mbak Laddi dan Ny. Asmara'.

Saat pertama melihat wujud Bu RT, Gadis dibuat terkejut. Wanita paruh baya itu tampil begitu ekstra dengan gamis ungu dan hijab berwarna kuning keemasan. Wajahnya didempul habis-habisan menggunakan foundation yang tampak abu-abu dan terlihat jelas di beberapa area di ada foundation yang tidak di-blend. Lipstiknya mengikuti tren ombre, tetapi versi tidak bergradasi, alias tercetak batas tegas antara dua warna.

Oh, Gadis begitu ingin mengomentari alis yang terlihat seperti potongan lakban hitam itu, tetapi dia menahan diri.

Kata Bu RT, beliau mau menjenguk salah satu warga di RT sebelah yang kena Covid, tetapi rencana itu harus diundur karena mau menyambut 'Mbak Laddi dan Ny. Asmara'. Tentu saja saat Gadis bertanya 'Kenapa pasien Covid malah dijenguk?', jawaban dari Bu RT—kalau sampai didengar oleh nakes yang bertugas di luar sana—dapat memicu perang dunia.

"Pak Fadli udah cerita sama Ibu, katanya istrinya Pak Luki baru pulang dari Surabaya, ya? Tadinya Ibu mau mampir ke rumah, tapi kan nggak enak, ya? Pikir Ibu kan abis perjalanan dari Surabaya takutnya masih capek dan mau kangen-kangenan dulu sama Pak Luki, ya? Ibu ngerti, kok. Lagi pandemi begini, mau bikin acara resepsi pasti susah, ya? Kemarin juga kan warga RT sebelah lagi ngadain resepsi, eh, ada tetangga yang lapor lewat ... apa itu, ya? Aplikasi yang buat lapor satpolpp itu. Langsung digrebek, lho. Makanya Ibu ngerti banget kalo Pak Luki nggak ngabarin apa-apa. Nikahannya juga jauh kan, ya?"

When The Food Is Too SpicyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang