Spicy Level: 27

16.5K 1.4K 115
                                    

"Tulang hidung lo kok bengkok, sih?"

Luki mengeluarkan suara untuk menjawab pertanyaan itu. Hidungnya mengerut ketika telunjuk Gadis bergerak meraba. Benar-benar, deh. Orang sedang enak-enaknya tidur malah diganggu dengan topik mengenai anatomi hidung yang bengkok.

"Dari lahir?"

"Waktu SMA berantem," jawab Luki sambil menepis tangan Gadis yang sekarang malah mengetuk di atas ujung hidungnya. "Ngapain sih, Dis? Gue ngantuk."

"Jangan tidur dulu dong. Kebiasaan banget tiap abis main gue malah ditinggal tidur. Ngobrol, yuk. Biar kayak di film-film."

Luki mengerang.

Tidak tahan dengan tangan Gadis yang terus menggerayangi tubuhnya. Baru juga beberapa menit lalu wanita itu mengelus-elus dada Luki, lalu tangannya memegangi perut, dan kalau tidak dihentikan wanita itu tadi berniat memainkan area di bawah sana. Setelah dilarang, Luki kira wanita yang sama sekali belum mengenakan pakaian di sampingnya itu malah sibuk mengomentari seluruh anatomi Luki.

Bekas luka yang membuat satu sisi alis lebih pendek.

Bulu mata yang lentiknya seperti di-extension di sebuah salon kecantikan.

Tulang hidung sedikit bengkok.

Dan bibir yang tetap lembab tanpa dipulas lip balm.

Dan bisa-bisanya Gadis masih mempertanyakan kenapa dia tidak boleh tidur di kamar Luki setelah apa yang dia lakukan.

"Film yang lo tonton itu diperankan aktor dan mereka nggak benar-benar bercinta, Dis. Kecuali kalo lo nonton film porno, selesai seks ganti adegan seks di tempat lain dan langsung abis. Ain't nobody got time for talks."

Gadis tertawa sebelum berguling mendekat ke arah Luki. Dengan posisi menelungkup, wanita itu menatap pria di sampingnya yang berusaha memejamkan mata.

"Okay, we're not actors and not filming anything. So, let's do it our way; ngobrol. Jadi, sejak kapan lo suka sama gue?"

Luki yang semula menelungkup bangkit dari posisinya untuk meraih ponsel di nakas samping tempat tidur. Ponsel kerjanya sudah ramai notifikasi, tetapi hari ini Luki libur, jadi dia tidak ingin diganggu, sementara ponsel pribadinya hanya ada beberapa notifikasi dari adiknya yang menjawab chat Luki semalam. Tangan Luki pun beralih membuka aplikasi ojek online.

"Gue mau pesan McD. Mau, nggak?" tanya Luki sambil menggulir layar mencari menu yang diinginkannya.

"The usual, please," jawab Gadis sambil menopang dagu. "Pesan kopi juga dong, Luk."

Mata Luki sempat menatap ke langit-langit sebelum kembali menatap ponselnya, memasukan pesanan Gadis, lalu membayar. Setelah selesai, dia beralih pada restoran lain, memasukan pesanan favorit Gadis—Caramel Macchiato—dan hanya diam sebelum menekan tombol 'Pesan'.

"Kayaknya waktu kita mulai FWB-an, gue udah suka sama lo." Barulah tombol itu ditekan dan pesan dari driver untuk meminta menunggu muncul. Ponsel itu kemudian diletakan kembali ke atas nakas.

"Waktu skripsian, udah suka?"

"Kayaknya setelah itu."

"Berarti waktu gue ngajakin lo ke pesta anniversary Pap and Mam, belum suka juga?"

Satu alis Luki terangkat, "itu kejadian kapan?"

Wanita di sampingnya berdecak kecewa. Salah langkah. Sepertinya Luki pun sudah lupa kapan dia mulai menyukai Gadis dan yang bisa diingat oleh pria itu hanya kata kunci 'Sudah lama' dan 'Saat mulai FWB'. Ya, sudahlah. Gadis langsung tidak berminat melanjutkan pertanyaan itu.

When The Food Is Too SpicyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang