Spicy Level: 38

12.3K 1.2K 89
                                    

Gadis mengumpulkan rambutnya lalu mengikatnya menjadi bentuk cepol besar di atas kepala.

"Luki, udah tidur, ya?" tanyanya seraya menoleh pada sosok yang berbaring di sampingnya. Kalau dilihat dari posisinya, pria itu tampak membelakangi Gadis. Tubuhnya bergerak naik-turun perlahan dengan irama teratur yang begitu halus.

"Gue nggak bisa tidur, nih," adu Gadis. Dia lalu memutar tubuhnya menghadap punggung Luki.

Dalam keheningan, Gadis menatap punggung telanjang itu.

Biasanya usai bercinta, Luki akan memakai kembali kausnya karena dia selalu mengeluh kedinginan kalau tidur di kamar Gadis. Namun, kali ini pria itu tidak peduli dengan suhu di ruangan. One round and he's down.

"I was thinking about what you said earlier," mulai Gadis sembari memposisikan tangan sebagai bantalan. "Gue mau coba ketemu sama mereka dan menyelesaikan semuanya."

Setelah mengembuskan napas, Gadis melanjutkan, "selama ini gue nggak pernah mau bicara lagi sama orang yang udah ninggalin gue karena I don't deserve them. Gue nggak dirugikan apa-apa dengan perginya mereka. Bahkan ada mereka pun nggak nambah keuntungan apapun. I just feel sad and lonely but it'll go away soon."

"But the thing Olivia did to you ... I don't like it." Gadis memerhatikan punggung Luki, melihat ada bekas luka yang menarik perhatiannya, lalu menyentuhnya. "Apa yang dia lakukan itu keterlaluan. Dia udah bikin gue malu. Gimana kalo gara-gara kelakuan Olivia lo jadi mikir—"

"Berisik, Dis. Gue mau tidur."

Respon Luki membuat Gadis manyun, tetapi tidak lantas berhenti mengganggu tidur pria itu. Dia bergeser maju hingga memepet ke punggung Luki lalu memeluk dari belakang.

"At one point, I'm glad it's you, Luki." Gadis menempelkan keningnya ke punggung Luki. "Because I know you're not them."

"Kata siapa gue nggak kayak mereka?"

"Kalo alasan lo deket sama gue karna uang, dari dulu lo akan terima semua hadiah dari gue and would ask for my help. Nyatanya nggak pernah. Waktu gue nolongin lo, bukannya bilang terima kasih, gue malah dimarahin." Gadis mengecilkan suaranya. "Gue kan pengen bisa berguna buat lo."

Ada gerak tarikan napas panjang yang dirasakan Gadis dari sosok yang dipeluknya. Tangan yang semula melingkar sebatas perut pun digenggam erat dan didekap oleh sosok itu.

"Gaji gue di rumah sakit nggak sampe dua digit. Insentif dokter umum emang lumayan gede per bulan, tapi tiga bulan terakhir belum cair dari pusat. Gue harus bayar tagihan listrik, air, internet, kartu kredit, dan kebutuhan sehari-hari. Belum lagi nabung buat sekolah." Luki mengusap punggung tangan Gadis. "Kalo tiba-tiba ditawarin easy money kayak gitu, ya jujur aja, gue tertarik."

"But you declined the offer."

Pelukan Gadis dilepaskan oleh Luki.

Gadis kecewa, tetapi begitu melihat pria itu berbalik menghadapnya lalu mendekapnya erat, dia tidak bisa protes.

Karena pelukan Luki membuatnya melupakan sejenak seluruh kekecewaannya.

"Harus gue tolak, Dis," ujar Luki sambil menempelkan pipinya pada puncak kepala Gadis. "Karena kalo gue terima, artinya gue harus ngerelain lo kembali ke lingkungan yang nggak sepantasnya lo huni. Teman-teman yang bikin lo merasa nggak dihargai, tunangan yang mungkin nggak pernah tulus mencintai lo—"

"Mantan tunangan," ralat Gadis.

Luki terdiam lalu tertawa pelan. "Oh, iya. Lupa sekarang lo punya gue."

Gadis ikut tertawa. Dia mendongak, mengecup dagu Luki dua kali lalu kembali membenamkan wajahnya di dada bidang Luki.

"Gadisnya Luki, Lukinya Gadis."

When The Food Is Too SpicyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang