Spicy Level: FINALE

14.5K 791 86
                                    

🔞🔞🔞

Warning:

Probably the last warning for this story.
Although their spicy romance has just started ;)

🔞🔞🔞


Tangan gesit Mahesa berhasil menarik pintu kaca sebelum sepasang sandal menghantam ke arahnya. Bunyi empuk terdengar saat sandal biru itu jatuh ke permukaan lantai dan barulah ia berani membuka kembali pintu kaca yang membatasi dirinya dengan area kolam.

Dan si pemilik sandal yang siap meledak.

Nope.

Diralat; si pemilik sandal sudah murka.

"Pulang!" usirnya dengan suara penuh ancaman.

"Jangan galak sama aku dong, Sayang," ledek Ganesa sambil tertawa. Pria itu kini dijadikan tameng sementara yang lain—Mahesa, Sultan, dan Robyn—bersembunyi di balik tubuh kekarnya. "Lanjutin aja mesra-mesranya. Masih belum layu, 'kan?"

"Masih pagi begini, kayaknya masih gampang buat tegak paripur—"

Ucapan Robyn terhenti saat wajahnya dicium sandal milik Luki. Robyn pun terhuyung dan jatuh terduduk sambil memegangi wajahnya.

"Si dongo," gumam Mahesa.

"Kalian ngapain di sini?" Gadis buru-buru menghampiri, menghentikan Luki sebelum melempar satu lagi sandal yang sudah digenggamnya. Wanita itu menarik Luki mundur lalu memperhatikan wajah-wajah yang kini cengengesan di hadapannya.

"Saya mau jengukin Dok Mahesa, disuruh wakilin teman-teman IGD, Dok."

"Gue juga mau jengukin Esa," sahut Robyn tanpa rasa bersalah. Ia menunjuk pada Ganesa. "Nemenin dia, nih. Katanya Esa lagi nginep di sini."

"Kalo gue ke sini karena katanya Eca ada makanan gratis buatan chef bintang lima," aku Ganesa sebelum ditoyor oleh adiknya.

Mahesa menjauh dari tiga orang tamu sambil menepuk tangannya yang tidak berdebu lalu bertolak pinggang. "In my defense, gue nggak tau mereka mau dateng. Tau-tau nongol di depan dan rusuh minta makan."

"Saya beneran mau jenguk, Dok." Si perawat berusaha meyakinkan. "Tadi malem Mak Juni nelpon ke Dok Alya, katanya kalo mau anter parsel ke rumah Dok Luki aja. Makanya saya yang wakilin."

"Ya udah, pulang sana. Kan udah ketemu sama Esa." ujar Luki sambil mengibas tangan.

"Yaah, nggak dapet makan dulu, nih? Atau disalamin ongkos pulang."

Robyn tertawa. Ia menepuk bahu Sultan dua kali. "Foto-foto Luki barusan lo cetak aja, Bang. Selembar lo jual gocap juga pasti laku."

Mahluk jelmaan setan itu akhirnya sibuk sendiri membicarakan peluang bisnis dari foto dan video yang mereka ambil tanpa seizin subjeknya. Melihat bagaimana mereka sudah tidak peduli, Luki pun mengusap wajah lalu menyugar rambutnya. Sudah pasrah, tidak peduli dengan kelakuan manusia-manusia jahanam pembajak rumahnya, dan memilih membereskan barang-barangnya di meja.

Menyusul kekasihnya sambil berlarian kecil, Gadis kemudian menarik lengan baju Luki. "Tadi mau ngomong apa? Let's continue where we left."

"Nggak jadi," jawab Luki malas. Pria itu melirik pada empat orang gila yang menyela pembicaraan pentingnya. Sangat disayangkan pernyataan tiba-tibanya digagalkan, tetapi sepertinya itu lebih baik. Setelah ini dia bisa menyusun rencana lalu mempersiapkan diri sekaligus membawa langsung cincin untuk Gadis. "Feeling-nya udah redup."

When The Food Is Too SpicyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang