Spicy Level: 29

15.1K 1.2K 97
                                    

Gadis penasaran apa yang dibicarakan oleh tiga pria dewasa di ruang transit sampai membuat pemandangan di ruangan itu terlihat sangat suram.

Memang, sih. Tidak banyak yang bisa dilihat oleh Gadis selain pria bertubuh kekar dan rambut gondrong yang menjadi satu-satunya pria yang menghadap ke arah dapur. Sisanya duduk membelakangi. Bahkan Luki duduk di tempat yang tertutup tirai.

Sepertinya tidak mungkin membahas bisnis.

Karena Gadis tahu persis Luki tidak suka dengan hal-hal yang berbau hitung-hitungan. Lagipula Luki tidak terlihat seperti orang yang punya mental bisnis. Kalau dia memulai bisnis, Gadis yakin tidak akan pernah balik modal karena Luki terlalu masa bodo dengan masalah keuangan.

Apa mungkin  mereka mendiskusikan masalah yang sempat dibicarakan tempo hari saat Alexander Robyn datang?

Waktu itu Gadis sempat mendengar mereka membahas sesuatu tentang permainan. Entah permainan apa yang para lelaki itu sedang bahas, tetapi sepertinya serius sekali.

Sambil menyantap soto daging dengan nasi hangat, Gadis memperhatikan ruangan di seberang sana. Melihatnya membuatnya teringat pemandangan yang kerap dilihatnya saat kuliah dulu.

Gadis lumayan sering menimbrung kegiatan belajar kelompok di tempat Luki. Karena saat kuliah dulu, Gadis kesulitan mengikuti kurikulumnya dan semua teman-teman dekatnya adalah orang-orang yang begitu ambisius. Beberapa kali Gadis mencoba belajar bersama, tetapi akhirnya dia hanya bisa diam menonton. Kalau bertanya, teman-teman sekelompoknya akan melirik dengan tatapan aneh dan tidak jarang ada yang berkomentar menyindir, "lain kali kalo mau diskusi minimal Google dulu kan bisa."

Sementara grup belajar Luki—yang saat itu terdiri atas Luki, Mahesa, Robyn, Magenta, David, dan beberapa anggota lain—membuka kesempatan untuk siapa saja untuk ikut menimbrung.

Dulu itu, Alexander Robyn lulus dengan predikat cum laude saat wisuda sarjana maupun saat sumpah dokter. Pria itu juga berhasil masuk tiga besar peraih nilai tertinggi se-Indonesia saat ujian kompetensi kedokteran. Memang, sih, pria itu tidak pernah mau diminta memimpin diskus, tetapi kalau ditanya, ia tidak pernah menolak menjawab dari hal paling mendasar sekali pun.

Begitu juga dengan Magenta yang terkenal sebagai pria paling rajin dan telaten. Catatannya selama kuliah kini diperjualbelikan di pusat percetakan ULILA dalam bentuk paket per semester. Pria yang selalu jadi tempat pelarian apabila Gadis sedang buntu mengerjakan makalah itu bahkan secara sukarela menyebar jawaban tugas ke grup angkatan dan sebelum ujian, dia direkrut untuk menjawab soal-soal turunan dari senior.

Kalau Mahesa ... entahlah. Gadis tidak pernah mengobrol dengan pria itu karena pembawaannya yang menyeramkan dan irit berbicara.

Sementara Luki ....

Selama kuliah dulu Luki tidak pernah terlihat unggul dalam hal akademis. Namun, pria itu tidak bodoh. Sepertinya tujuan Luki hanyalah menyerap ilmu sebanyak-banyaknya dan bertahan hidup di lingkungan ULILA hingga lulus. 

Gadis tersenyum geli mengingat bagaimana dulu Gadis sering menangisi tugas-tugas yang menumpuk di depan Luki. Pria itu tidak pernah membantu mengerjakan, hanya mengomel selayaknya seorang kakak pada adiknya, lalu menemani sampai semua tugas itu selesai.

Ya, kekasih Gadis adalah tipe pria yang seperti itu.

He may be annoying but he's cute.

Sambil menggigit sendok, Gadis tertawa, lalu kembali memandang lurus pada sosok yang sedang tersenyum ke arahnya.

"Did he just smile at me?" gumam Gadis yang masih mengemut sendok.

Gadis mengedipkan matanya beberapa kali, memastikan sosok yang menghadapnya memang tengah mencuri pandang ke arahnya. Pria itu menunduk, tangan mengusap dagunya yang tertutup janggut, dan—THERE! HE'S SMILLING AGAIN!

When The Food Is Too SpicyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang