Spicy Level: 28

14.6K 1.2K 53
                                    

Akhirnya bisa pulang ... batin Luki yang sedang membuka loker untuk mengambil tasnya.

Jaga pagi hari ini lelahnya berkali-kali lipat karena banyak pasien dalam ketegori usia anak-anak. Kalau dihitung ada setidaknya empat pasien anak dalam rentang usia 8 bulan hingga 5 tahun yang dilarikan ke IGD karena demam tinggi dan begitu diperiksa, keempat pasien tersebut terkonfirmasi COVID-19. Tentu saja keluarga pasien ada yang menerima dengan pasrah dan membiarkan dokter melakukan tugasnya dan ada yang memilih memperkeruh suasana dan memperlambat proses dengan mengamuk di lobi IGD.

Di saat bersamaan, datang dua pasien anak dengan penurunan kesadaran. Yang satu dengan riwayat kejang kira-kira setengah jam sebelum di bawa ke rumah sakit dan yang satu lagi dengan status asmatikus.

Kacaunya kondisi di IGD membuat semua orang memjadi emosional. Miskomunikasi pun sempat terjadi ketika dr. Pramono Sp. PD melakukan visite. Bukan sesuatu yang fatal sebenarnya. Hanya karena satu jam sebelum visite, dokter yang stand by di nurse station sudah melaporkan jumlah pasien yang harus di-visite, tetapi setengah jam sebelum dr. Pramono datang, ada setidaknya dua pasien baru lagi dan dua pasien ini belum masuk dalam laporan terdahulu. Dokter Pramono memang tidak pernah marah hingga meninggikan suara atau melempar sesuatu—beliau pernah bilang marah-marah hanya membahayakan diri sendiri karena bisa membuat tekanan darahnya meningkat, tetapi yang dimarahi belum tentu sadar bahwa diri mereka bersalah dan berniat berubah menjadi lebih baik—tetapi sebagai akibat dari 'kelalaian' tim jaga pagi hari ini, semua nakes yang bertugas di IGD terpaksa mendengarkan ceramah selama 30 menit dengan berdiri.

Untungnya, Luki yang kebagian mendengar ceramah selama lima menit pertama, berinisiatif menyela ceramah dan meminta izin untuk menangani pasien bersama Sultan. Entah apa yang terjadi setelahnya, tetapi menurut kabar yang diceritakan oleh seorang perawat yang stand by di nurse station, nama Luki disebut-sebut sebagai 'muda-mudi tidak tahu sopan santun'.

Dasar tua gila hormat ... umpat Luki dalam hati. Kalau beliau mau berceramah, setidaknya tahu waktu. Mentang-mentang kegiatan pembelajaran koas sedang ditiadakan, semua uneg-unegnya dilampiaskan pada nakes yang aktif bekerja.

"Untung sif kita udah kelar, Dok!" Sultan berseru heboh dengan suara menggelegar ketika memasuki kamar jaga pria. Berbeda dengan Luki yang sudah mandi dan ganti baju, Sultan masih terlihat mengenakan scrubs yang tadi dipakainya selama jaga. "Meninggal, Dok. Pasien anak yang tadi."

Luki menutup pintu loker dengan punggungnya sembari kedua tangannya sibuk memasukan stetoskop ke dalam tas. "Yang mana, Bang?"

"Itu, loh. Yang datang dengan asma."

Sultan segera mendudukan diri di tepi tempat tidur. "Saya udah curiga dari awal, Dok. Katanya terakhir serangan asma tahun lalu, 'kan? Tadi waktu saya mau minta tanda tangan persetujuan tindakan, ibunya lagi nelpon keluarga di kampung. Terus adik iparnya, yang tadi saya bilang dandanannya kayak penyanyi dangdut Karawang, cerita sama saya. Katanya itu anak emang sering kumat asmanya, tapi karena lagi pandemi, sama ibunya nggak dibawa berobat. Takut dibilang COVID-19 karena gejalanya mirip. Terus saya tanya pengobatannya gimana sehari-hari, terus dijawab cuma beli inhaler di tukang obat di pasar. Dokter tau nggak, inhaler yang dimaksud itu apa?"

"Apa?" tanya Luki yang malas berpikir.

"Itu, Dok. Inhaler yang buat hidung mampet yang warnanya ijo biru, yang baunya kayak balsem. Cuma dikasih itu sambil diuap pake mesin uap yang lagi viral dipakein hand sanitizer."

"Diffuser? Pake hand sanitizer?" Luki mengerutkan keningnya, menatap Sultan dengan tatapan bingung.

"Aduh, nggak gaul lo, Dok," seloroh Sultan sambil mengguncang ponselnya. "Makanya hape jangan buat chat-an sama Mbak Laddi atau sama Dok Gadis. Sesekali download TikTok biar update apa yang lagi tren, Dok."

When The Food Is Too SpicyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang