13. Bunyi Sunyi Menyanyi

120 38 45
                                    

Tawaran yang meluncur dengan santai dari bibir Kiano hanya memperburuk suasana hati Asa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tawaran yang meluncur dengan santai dari bibir Kiano hanya memperburuk suasana hati Asa. Detik berikutnya, Kiano berdeham. Anak laki-laki itu berniat meralat kalimatnya, yang malah membuat Asa tambah kebakaran jenggot, dongkol setengah mati.

"Oh, enggak jadi. Enggak usah join, ya. Kita enggak open member. Kita, kan, MaFiKiBi, Ma untuk Mat dan Matematika, Fi untuk Alfis dan Fisika walau dia malah berkhianat ke astronomi di tahun ini, Ki untuk Si Ganteng Keren Kiano Aldebaran dan Kimia, Bi untuk Bintang dan Biologi. Kalau kamu ikutan, nanti jadi MaFiKiBas, ketambahan As untuk Asa dan Astronomi, enggak estetik."

Lambaian tangan Kiano yang tampak menatap Asa dengan prihatin itu membuat Asa nyaris meledak seketika. Asa mendengkus galak. "Lagian, siapa yang mau!" Setelah berseru sinis dengan tampang paling garang, Asa memalingkan muka. Tahu begini, sebaiknya Asa langsung ke Perpustakaan Manonjaya saja. Lumayan, bisa hemat waktu, uang, dan hemat tenaga agar tidak disia-siakan dengan menumpuk rasa jengkel dalam jiwa.

Akan tetapi, yang paling membuatnya dongkol adalah penjelasan Kiano sebelumnya. Apa katanya? MAS JONTOR? MaFiKiBi Society Joging untuk Setor Reparasi? Deskripsi programnya sama persis dengan yang sedang Asa jalankan saat ini! Asa mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari tempat kosong yang jauh dari posisi keempat agen MS. Sayangnya, satu-satunya tempat tersisa hanyalah di samping Alfis, tepat di antara tempat duduk Alfis dan Kiano.

Iya. Lantai lesehan ini memang hanya menyediakan tiga meja bulat. Selain yang dipakai MaFiKiBi Society, dua lainnya sudah terisi. Asa mengetuk-ngetuk ujung sepatunya ke tanah. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Duh ... ayolah! Semoga ada salah satu pengunjung yang selesai dan lekas bangkit dari duduknya.

Akan tetapi, semua rutukan sebal Asa di dalam hatinya itu terdistraksi oleh mengudaranya suara berat yang seolah menghunuskan padang tajam. "Kalau butuh, ya, bilang aja. Kamu itu makhluk sosial. Apa susahnya bilang 'mau ikut duduk'? Enggak usah mempersulit hidup, deh."

Alfis ... Badak Galak itu! Asa mengerutkan alisnya tidak suka. Lagi-lagi begitu. Kapan semua kalimat sok dari bibirnya itu bisa tersumpal, sih? Heran. Hobinya selalu saja mengibarkan bendera perang pada Asa. Lebih sebalnya lagi, semua yang dikatakannya itu selalu tepat sasaran. Atmosfer suasana sekitar seketika berubah kelam.

Demi menyelamatkan situasi yang ada, lekas-lekas Bintang angkat suara. "Idih, segala banget, Alfeses. Udah, udah. Sini aja, Sa! Kamu, geser duduknya, sana! Ih! Malah nempelin upil di pinggir meja!" Dengan tubuh mininya, Bintang mendorong-dorong punggung Kiano agar lekas menyingkir, sehingga spasi kosong itu terdapat di antara Bintang dan Kiano. Bintang menepuk-nepuk lantai di sebelah tempat duduknya. "Sini!"

Merasa diusir, Kiano berdecak malas. Pinggir meja untuk koleksi upilnya sudah ketahuan. Tidak aman. Meski begitu, dirinya santai saja melanjutkan rutinitas mengupilnya, lantas menyentilkan harta karun itu ke sembarang arah. "Bintang, kok, rempong banget, sih?"

Tak mengindahkan nyinyiran Kiano yang bagaikan emak-emak tengah menggosipkan kenaikan harga minyak atau rumor tentang tetangga janda beranak tiga yang hendak menikah lagi, Bintang hanya mengangkat bahu, sudah terbiasa. Tangannya melambai, meminta Asa untuk bergabung dan duduk di sebelahnya.

Ambis Kronis!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang