Berdasarkan survei yang teruji keakuratannya, ada suatu surprise yang tidak pernah menyenangkan apalagi dinanti-nantikan oleh anak-anak Persatas. Walau sama-sama dadakan, tetapi surprise yang satu ini tidak seenak tahu bulat apalagi mi ayam pangsit Mang Dod yang masih panas. Iya. Namanya ulangan dadakan.
"Untuk penilaian tengah semester genap ini, Bapak akan ambil dari ulangan harian sekarang, ya. Semuanya, persiapkan selembar kertas dan alat tulis di atas meja. Kalian tidak perlu mengumpulkan buku maupun alat komunikasi ke depan. Bapak percaya pada kalian. Hanya satu yang perlu ditekankan, bahwa Bapak tidak menoleransi kecurangan dalam bentuk apa pun."
Begitulah kalimat pembuka Pak Prana setelah memasuki ruang kelas. Terdengar sangat manis dan mengasyikkan, hingga anak-anak di kelas XI MIPA-1 langsung menggelengkan kepala menahan haru, tak tahan dengan wali kelas mereka sendiri yang sungguh berbakti dan mengabdi pada negeri.
Tanpa berniat mengelak, seorang Asa dengan ambisinya yang tak mengenal kata habis sekalipun masih merasakan jantungnya berdetak kencang setiap kali mendengar hal-hal sejenis tes, kuis, ulangan, juga latihan soal! Hanya saja, yang membedakan Asa dengan teman-teman lainnya adalah alasan di balik ketegangan itu.
Jika yang lain merasa tidak tenang karena belum belajar, maka Asa tidak bisa menenangkan desiran darah yang beredar cepat di sistem tubuhnya karena antusias yang meledak-ledak! Asa sangat menyukai ujian. Dengan adanya ujian, guru bisa mengecek perkembangan masing-masing siswa. Dengan berefleksi pada hasil ujian, Asa bisa mengukur dan mengetahui sudah seberapa jauh langkahnya selama ini.
Tidak ada yang mengerikan dalam proses belajar-mengajar. Bagi Asa, rasa takut terhadap ulangan dadakan itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang memang menyadari bahwa dirinya tidak maksimal dalam belajar. Gumaman kecewa yang mengudara di sana-sini membuat Asa bertanya-tanya. Untuk apa protes keberatan pada guru? Untuk menghindari nilai merah di rapor pembelajaran? Lantas, kenapa tidak belajar saja untuk mempersiapkannya sejak awal?
Menurut Asa, ujian ini tidak semata-mata tentang menjawab dengan benar, lantas mendapatkan nilai tinggi untuk perbekalan memasuki universitas nanti. Selain melatih kejujuran, adanya ujian ini bisa mengajarkan suatu hal pada Asa. Mungkin tidak disadari siswa lainnya, tetapi Asa merasa bahwa ujian ini salah satu faktor pembentuk karakter kita agar tidak pernah melarikan diri dari masalah.
Sebagai seorang pelajar, tentu mereka semua akan selalu dihadapkan dengan yang namanya ulangan. Untuk naik ke level berikutnya, tentu Asa harus diuji, bukan? Jika dianalogikan sebagai masalah, maka ujian ini mengajarkan Asa untuk tetap menguatkan langkah dalam menghadapi sesulit apa pun soal-soal kehidupan.
Jika ingin melaluinya dengan gemilang, maka maksimalkan segalanya. Jika tidak sesuai dengan harapan, maka jangan salahkan soal ujiannya. Kalau tak mau dunia yang keras pada Asa, maka Asa yang seharusnya keras pada diri sendiri. Dunia tidak selamanya sesuai dengan apa yang Asa mau. Terlahir dalam keluarga yang serba-terbatas membuat Asa memahami pepatah itu lebih baik dari siapa pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambis Kronis!
Teen FictionAmbis itu keren abis! Yakin? Kalau ambis-nya udah kronis, gimana? Katanya, anak ambis itu selalu didekati teman sekelas karena banyak benefitnya. Akan tetapi, tidak berlaku pada Asa Nabastala. Kepribadiannya yang ambis dan egois membuat Asa tidak be...