35. Mengungkap yang Tersekap

99 25 0
                                    

Keramaian siswa berangsur-angsur menyusut seiring waktu yang terus mengitari rotasi kehidupan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keramaian siswa berangsur-angsur menyusut seiring waktu yang terus mengitari rotasi kehidupan. Di belakang panggung, anak Hexatas Voice sedang asyik sekali menyoraki satu sama lain. Tawa riang bagai nada bahagia yang berpusar di sekitar. Mereka berhasil melalui pentas seni di Persatas Day dengan lancar, meski tanpa senior mereka yang sudah lulus tahun kemarin.

Salah satu dari mereka mengayunkan lengannya yang pegal karena terus menabuh drum. Personel lainnya juga mengalami hal serupa. Sakit punggung, kebas jari, kaku pinggang. Meski begitu, mereka senang karena acara besar bagi Hexatas Voice ini bisa berlalu tanpa hambatan. Satu-dua berteriak girang, sudah rempong merencanakan acara makan-makan atau sekadar nongkrong untuk merayakan hasil dari latihan mereka yang ditambah porsinya selama satu bulan ini.

Persatas memuntahkan sebagian warganya untuk kembali ke rumah masing-masing. Sementara itu, anak OSIS berpencar. Karena Persatas Day telah berakhir sepenuhnya, foto bersama seluruh panitia pun sudah, maka Mat biarkan saja anggotanya untuk beristirahat sejenak sebelum mengadakan evaluasi akhir. Sebagian besar anak OSIS kembali ke kerumunan kelas masing-masing.

Oh, ya. Kebanyakan siswa memang sudah dipulangkan. Akan tetapi, tidak untuk anak kelas sebelas yang tengah menghitung keuntungan, juga membereskan stan bazar yang mereka gunakan selama dua hari ini.

Di tengah keraguan, Asa bimbang harus melangkahkan kakinya ke arah mana. Kalau langsung ke anak kelasnya ... tidak, tidak. Asa tidak berani! Anak perempuan itu menggelengkan kepala. Atensinya langsung teralihkan ketika mendengar suara rendah yang menyapa telinga.

"Ayo."

Asa tambah ketar-ketir begitu mendapati anak laki-laki berkacamata tebal di hadapannya yang tampak menunggu Asa untuk lekas bergerak maju. Aduh! Asa gugup, tahu. Ini jauh lebih mendebarkan dibanding mengerjakan soal KSN Astronomi tahun lalu! Keringat dingin menetes di pelipis. Asa menatap Alfis dengan sorot ketakutan. "Harus sekarang, ya, Fis?"

"Sekarang." Alfis membenamkan tangan ke saku celana. "Kalau mau memperbaiki hubungan, jangan pernah menunda-nunda atau membiarkannya berlarut-larut hingga jadi masalah yang lebih besar. Kalau kelamaan, bisa-bisa kamu jadi terbiasa menormalisasi perpecahan dengan teman sekelas. Oh, atau kamu mau nunggu olimpiade besok, ujian akhir semester, ujian kelas dua belas, tes UTBK, kelulusan, baru minta maaf?"

Demi mendengar pertanyaan sarkas Alfis, lekas saja Asa menggeleng seraya berseru spontan, "Enggak!" Ya ampun. Keluar lagi, deh, omongan pedas Alfis yang setara dengan sambal mi ayam Mang Dod. Asa meringis. Apa boleh buat. Perkataan Alfis ada benarnya juga. Hari Senin, dua hari lagi, adalah waktu pelaksanaan olimpiade sains nasional. Setelah pembinaan Asa bersama Kak Daniel, Bu Luthfia, juga empat delegasi Persatas lainnya di bidang astronomi, hari itu adalah puncaknya.

Dengan begitu, sebelum hari Senin tiba, sekaranglah satu-satunya kesempatan untuk memperbaiki segalanya. Asa ingin mempersiapkan olimpiadenya dengan maksimal di hari Sabtu dan Minggu. Asa tidak ingin menunda sesuatu yang bisa menjadi beban pikiran tambahan selama mengerjakan soal OSN. Asa harus menuntaskannya hari ini.

Ambis Kronis!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang