'Dibesarkan oleh seorang abbusive itu adalah dewasa yang menyakitkan...'
-Maraka Leksmana-###
Maraka menatap pintu kaca didepannya yang tertutup rapat. Mendapati luka yang dibubuhkan pria berstatus sebagai seorang ayah dari Amerta membuat Maraka nyaris kehilangan pikirannya.
Maraka mengeluarkan telefonnya dan mengontak seseorang diujung sana.
"Halo ??" Ujar Maraka.
Maraka memejamkan kedua matanya erat. Berusaha mengontrol kemarahan yang berkobar didalam dada Maraka.
"Malam ini Ata terluka. Dia ada diruang ICU sekarang. Temukan bajingan itu dan aku sendiri yang akan menghabisinya..." Desis Maraka tajam.
Tak berselang lama selepas pembicaraan dengan seseorang diteleponnya,ruang dimana Amerta dirawat terbuka. Menampakkan dokter dengan beberapa perawat keluar dari sana.
"Gimana keadaannya dokter ??" Balas Maraka.
"Tidak separah sebelumnya. Tapi tidak bisa dikatakan ringan juga. Pelipis kanan Amerta robek tidak luas tapi pendarahannya cukup banyak, namun tidak perlu khawatir karena kami sudah menanganinya. Juga tentang luka-luka lainnya,tidak ada yang serius dan hanya butuh istirahat cukup maka dia akan kembali pulih...." Jelas sang dokter.
Maraka mengangguk.
"Setiap kali kamu kemari,pasien yang kamu bawa selalu sama. Apa kalian sering bertengkar seperti ini ??" Ujar sang dokter bingung.
Maraka tidak bisa menyalahkan sang dokter,memang dari awal Maraka selalu meminta dokter ini untuk menjadi dokter yang menangani Amerta. Dia menolak semua rekomendasi dokter lainnya,namun sampai saat itu juga Maraka sama sekali tidak menjelaskan perihal luka-luka yang dialami oleh Amerta.
"Terimakasih atas bantuan dokter menangani sahabat saya. Tapi saya mohon maaf sebab tidak seharusnya Anda tahu tentang kenapa luka itu muncul,bukankah itu termasuk pelanggaran kode etik profesi Anda ??" Balas Maraka tegas.
Jangan lupakan predikat mahasiswa hukum dalam diri Maraka. Jelas dia faham mengenai hal-hal tersebut. Sang dokter mengangguk pelan dan meminta maaf atas pertanyaannya yang membuat keluarga pasien tidak nyaman. Selepas kepergian sang dokter Maraka memasuki ruang inap Amerta.
Wanita itu sudah membuka kedua netranya dan menatap kosong kedepan.
"Pelipis Lo robek. Itu luka terparah yang Lo dapat sekarang. Kenapa Andrew berhenti selepas membuat pelipis Lo robek ??" Ujar Maraka enteng sembari duduk didepan Amerta.
Amerta menoleh.
"Lo berharap gue mati ??" Balas Amerta.
Maraka memberikan potongan apel merah kepada Amerta.
"Biasanya bajingan itu tidak akan berhenti sebelum nafas Lo memendek. Sangat amat mengherankan,ketika dia berhenti hanya karena kau pingsan..." Jelas Maraka.
Jangan salahkan Maraka. Mereka berdua memang sering membicarakan keadaan menyedihkan seperti sekarang ini dengan santai. Seakan-akan apa yang dialami oleh mereka adalah hal yang biasa.
"Mungkin dia takut gue mati. Seluruh aset dari keluarga Kanakita akan jatuh ke gue semua. Lo tahu benar,yang kaya di keluarga itu nyokap gue dan Lo juga tahu benar apa isi surat wasiat itu..." Jelas Amerta dan melahap kembali apel ketiganya.
Maraka mengangguk.
"Gue udah periksa semuanya dan nggak ada aktifitas pembobolan yang dilakukan sama Andrew. Juga malam ini,gue bakal kasih dia pelajaran karena udah berani bikin Lo seperti ini...." Jelas Maraka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Divisi Media
FanfictionTentang dua kepala yang berbeda pikiran, hasil dan dampak. Dipersatukan dalam struktur organisasi mahasiswa. Lantas ? Bagaimana nasib divisi yang mereka pimpin ? 'Untuk hasil yang lebih maksimal kita rekaman pake drone. Ini kelasnya milad bukan pro...