'Gue nggak pernah merasa se-bimbang ini. Dimana gue merasa bersalah namun sisi lainnya gue juga merasa lega...'
-Akasa Rajasa-
***
Akasa menatap sedih Amerta yang baru saja memasukkan koper berisikan set kamera dan satu backpack hitam berisikan pakaiannya. Setelah memastikan seluruh barang yang dibutuhkan oleh Amerta lengkap, wanita itu memutari mobilnya untuk berdiri didepan Akasa.
Pria berambut panjang itu menatap Amerta dengan wajah sedih. Jam menunjukkan pukul 7 lewat 10 menit, yang mana masih ada 20 menit untuk Amerta berangkat ke Surabaya. Amerta tersenyum tipis, meminta Akasa untuk menunduk.
Akasa berpikir Amerta akan memberikan pelukan selamat tinggal atau ciuman di kening, tapi dugaannya salah. Amerta malah menyentuh rambutnya dan mengikatnya menjadi satu membentuk cepolan kecil.
"Potong rambut gih, udah panjang banget..." ujar Amerta.
Akasa menggeleng.
"Kalau potong rambut berarti jadian ??" balas Akasa.
Amerta menggeleng.
"Ga usah dipotong, panjangin sampai pinggang. Habis itu di kepang dua..." balas Amerta dan masuk kedalam mobil.
Akasa menghela nafas pelan kala Amerta membuka kaca mobilnya.
"Apalagi ??" balas Amerta mendapati ekspresi wajah Akasa.
"Lo bakal pergi gitu aja ?? Nggak ada pelukan buat gue ?? Gue udah effort banget loh datang kesini, terus bantuin packing, habis ini juga gue bakal ketemu sama Kak Sevan..." jelas Akasa lesu.
"Kemarin kan udah. Salah sendiri kenapa nggak kemarin aja ketemu Sevan nya..." balas Amerta tenang.
Akasa semakin merengut mendengar ucapan Amerta.
"Yaudah, sana..." balas Akasa kesal.
Gagal sudah dia mendapatkan apa yang dia mau. Satu Minggu, dalam waktu segitu, jelas Amerta akan sangat susah ditemui lagi, kalaupun dia yang ke Surabaya dia harus menyesuaikan jadwalnya dulu.
"Kas..." panggil Amerta kala Akasa sudah mundur beberapa langkah dari samping kaca mobilnya.
"Apa ??" balas Akasa dan kembali berdiri disamping Amerta.
"Coba agak nunduk..." balas Amerta.
Meski kesal, Akasa menurut.
"Apa ??" ujar Akasa sembari menundukkan badannya disamping jendela Amerta yang terbuka.
Amerta tersenyum miring dan dengan sekali gerakan dia membubuhkan satu kecupan di pipi kiri Akasa.
"Sampai ketemu Minggu depan, jangan lupa telfon gue kalau dapat lebam dari kakaknya Sania..." ujar Amerta dan langsung melajukan mobilnya tanpa memberikan kesempatan pada Akasa untuk berkomentar.
Pria itu masih termenung dengan posisi sedikit membungkuk. Meraba pipi miliknya yang masih terasa lembab bekas bibir Amerta. Ah, sepertinya lipstik wanita itu menempel. Akasa buru-buru mengeluarkan ponselnya dan mengecek wajahnya di kamera dan benar saja, ada jejak bias merah yang sudah dipastikan itu bekas bibir Amerta.
Dengan cepat, Akasa memotret itu dan menyimpannya. Wajahnya kontan panas. Sial. Bisa-bisanya dia merona hanya karena sebuah kecupan dari Amerta. Tapi ya jelas lah merona! Ini Amerta! AMERTA! Yang namanya terkenal, yang skill nya diakui dan yang disukai banyak orang. Meski sedikit yang benar-benar dekat dengan wanita itu.
"Ah, jantung sialan. Pelan-pelan detaknya goblok, serangan jantung modar gue. Belum pacaran sama Amerta, jangan mati dulu plisss..." ujarnya sembari meremas tengah dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Divisi Media
FanfictionTentang dua kepala yang berbeda pikiran, hasil dan dampak. Dipersatukan dalam struktur organisasi mahasiswa. Lantas ? Bagaimana nasib divisi yang mereka pimpin ? 'Untuk hasil yang lebih maksimal kita rekaman pake drone. Ini kelasnya milad bukan pro...