XVIII. Haruno Family

365 41 7
                                    

Happy Reading

.

.

.


Jika Sakura disebut sebagai anak pembangkang, mungkin itu benar walau hanya dua puluh persen. Ia bukan anak mami papi yang tidak bisa berjauhan dengan orang tua dalam jangka waktu yang lama atau bahkan sebentar. Ia memang anak tunggal dan bergender perempuan, namun kenyataannya Sakura bukanlah anak yang manja.

Soal membangkang, walau tidak sepenuhnya benar namun jika boleh jujur kata jarang untuk membantah orang tua itu sepertinya tidak cocok. Ia sering, mungkin itu wajar saat ia berada di masa-masa labilnya anak remaja.

Yaa itu sisi negatif darinya, si anak yang selalu nekat dalam melakukan apapun. Termasuk saat orang tuanya melarang ini itu, Sakura pasti memilki seribu satu cara untuk tetap melakukannya. Seperti saat lima tahun lalu dirinya nekat pergi ke konser idolanya hingga tengah malam walau orang tuanya melarang keras, jalan-jalan ke tempat yang jauh, maraton drama hingga pagi, dan lain sebagainya. Astaga bagaimana hidup bisa berwarna tanpa itu semua, tanamkan dalam diri kalau sesekali nekat itu perlu.

Tapi bagaimana pun juga, ia tentu memiliki sisi positifnya. Sakura orang yang bertanggung jawab, ia nekat karena ia berani dan percaya diri. Seiring bertambahnya umur dan pengalaman, tentu saja ia jadi lebih dewasa dan dapat mengambil keputusan dengan bijak.

Terkadang Sakura memang nakal, tapi itu tidak menutup kemungkinan kalau ia adalah anak yang berbakti dan dapat membanggakan kedua orang tuanya. Seperti sekarang ini, Sakura telah berada di depan rumah sederhana milik keluarganya di Osaka. Taksi yang semula mengartannya sudah pergi. Sakura membuka pagar lalu memasukinya, suasananya tidak berubah semenjak terakhir kali ia pulang enam bulan yang lalu. Rumahnya tidak terlalu besar, tidak kecil juga, pada sisi kanan dan kiri dihiasi halaman yang indah dengan banyak tanaman cantik. Ibunya memang rajin merawat tanaman.

Hari memang sudah gelap, ia mengambil tiket kereta seadanya dan akhirnya mendapatkan jadwal yang kurang memuaskan. Setelah ayahnya pensiun dari pekerjaannya, kedua orang tuanya memilih untuk kembali ke rumah lama mereka yang berada di Osaka. Sedangkan dirinya tetap bekerja di Tokyo untuk melengkapi kebetuhan keluarga kecil mereka, ayahnya tentu masih memiliki uang pensiun yang cukup banyak namun ia menganjurkan agar uang itu disimpan saja dan akan dipakai saat ada hal yang genting untuk kedepannya.

Sakura langsung membuka pintu secara perlahan, tidak mengetuk terlebih dahulu karena ini rumahnya juga tentu saja. Saat sepenuhnya masuk, di dalam lumayan gelap, karena sudah malam mungkin orang tuanya sudah beristirahat sekarang.

"Sakura pulang" Sahutnya sedikit keras namun tidak ada balasan. Ternyata benar, mereka sudah tidur. Mungkin sebaiknya ia ke kamar orang tuanya untuk mengecek.

Namun saat ingin menaiki tangga, pandangannya beralih pada kue muffin coklat yang berada dia atas meja pantry. Ia lumayan merasa lapar apalagi setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, jadi langsung saja kesana untuk mengambil kue yang terlihat sangat menggiurkan itu, rasanya ludahnya akan menetes jika hanya memandangnya saja.

Saat hampir suapan terakhir, tiba-tiba ia mendengar suara sofa yang berputar.

"Ternyata kau masih ingat rumah, Sakura"

Sakura menengok terbata-bata ke arah ruang tamu yang ternyata hadir sosok ayahnya di sana sedang fokus membaca koran dengan kaca mata di ujung hidung.

"H-hai ayah, aku pulang" Ucapnya setalah menelan kuenya. Sakura baru ingin melangkah maju namun jari telunjuk ayahnya bergerak ke kanan kiri memberinya kode untuk berhenti.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang