XXIX. Sasuke's plan

276 37 2
                                    

Happy Reading

.

.

.


Sasuke baru bisa tidur saat larut malam, dan sekarang bahkan masih terlalu pagi untuk bangun. Biasanya ia tidak bisa tidur karena dihantui bayang-bayang yang tidak mengenakkan, kini ia malah semakin tidak bisa tidur karena terus memikirkan gadis itu. Matanya masih berat, namun rasanya enggan untuk kembali tidur, jadilah ia membuat secangkir expresso.

Sambil menunggu kopi panasnya menjadi hangat, ia pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Sasuke bertelanjang dada, sampai di depan cermin onyksnya langsung terfokus pada luka di bahunya.

Tanpa ekspresi, kepalanya pelan menengok ke bawah, menatap kosong bulir-bulir air yang menetes dari wajahnya ke wastafel. Otaknya kembali memutar kejadian beberapa hari lalu.

.

.

.

Hari ini Sasuke pulang ke mansion sesuai permintaan ibunya, katanya wanita itu rindu padanya. Jika kalian berfikir ia tidak sayang pada ibunya, maka itu salah besar. Sasuke begitu menyayangi dan menghormati wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya dengan susah payah selama ini.

Baru saja masuk, beberapa maid langsung memberinya salam sopan yang sama sekali tidak ia gubris, malah langsung bertanya dimana keberadaan ibunya. Jawaban mereka membuatnya bingung. Ia pun pergi ke dapur, sesuai dengan perkataan maidnya tadi.

"Sasuke? Akhirnya kau pulang.." Langsung memeluknya dengan erat dan dibalas serupa olehnya. Beberapa minggu yang lalu ia sempat kemari untuk urusannya dengan sang ayah sampai terjadi konflik baru, seperti biasa.

"Kaasan memasak?"

Mikoto-ibunya melepas pelukan itu, terkikik geli lalu kembali fokus memasak.
"Ya, khusus untuk putra ku yang hari ini datang"

Sasuke beralih duduk di kursi meja makan "Tidak perlu repot-repot dan lagi.. Ingat, jangan terlalu banyak pikiran. Kaasan tidak perlu khawatir, semuanya baik-baik saja"

"Kau ini masih saja seperti itu, tidak ada yang kaasan pikirkan.."

Selama beberapa menit mereka tidak saling berbicara, hanya ada suara masakan mendidih yang direbus di panci dan suara pisau yang sedang mengiris.

"Bagaimana hubungan mu dengan Karin-san? Kaasan harap kalian baik-baik saja"

Sasuke diam, bingung harus menjawab apa. Karin? Ah iya benar juga, ia sampai lupa akan itu. Entahlah, menurutnya jika berbicara soal hubungan yang serius, ia memang sudah ada. Tidak bisa dibilang sudah sangat ada juga, namun setidaknya berkembang. Dan hanya ada satu, satu yang menjadi matahari musim semi di tengah hidupnya yang gelap.

"Aku.. Tidak memperlakukannya dengan buruk, seperti yang kaasan bilang. Selayaknya seorang perempuan, aku menghormatinya"

Entahlah.

Tapi setidaknya ia berlaku sopan, sepertinya. Menurutnya.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang