Dengan sangat terburu-buru Fiki datang ke sebuah rumah sakit. Ditemani Ara, memanglah sudah waktunya pulang sekolah. Sesampainya disana dia berlari ke salah satu ruangan yang ditunjuk Mang Imbon. Kabar duka ini memang datangnya dari Mang Imbon.
"Mana Soni Mang Imbon?"
"Sebentar dulu den Fiki, den Soni lagi diperiksa dulu sama dokter."
"Kok bisa sih mang Imbon Soni masuk rumah sakit? Ada apa?"
"Den Soni tadi pergi ke salah satu bar, Mang Imbon juga gak tau den kalau den Soni pergi kesana. Eh tau-taunya ada yang nelpon kerumah katanya den Soni di bawa ke rumah sakit. Mang Imbon juga belum tau keadaan den Soni kayak gimana."
"Hikss.. Hikks... Soni, lu kenapa?"
"Udah Fik, yang sabar dulu ya. kita doain Soni gak kenapa-kenapa."
"Tapi Ra, Soni ngapain ke bar coba. Dia kan bukan anak nakal."
"Kita belum tau, kita tungguin aja Soni ya."
Ara memegang tangan Fiki untuk mencoba menenangkan Fiki yang sedari tadi menangis. Fiki tanpa hentinya memanggil nama Zweitson diluar ruangan tempat Zweitson dirawat. Setelah hampir 30 menit pintu terbuka menampakan seorang dokter dan 1 suster.
"Suster tolong siapkan ruangan saya ya."
"Baik dok."
Begitulah percakapan mereka sebelum Fiki menghampiri sang dokter.
"Dokter bagaimana keadaan kakak saya?"
"Maaf sebelumnya apakah saya bisa berbicara dengan pihak keluarga pasien yang bernama Zweitson?"
"Saya adiknya dok."
"Apakah ada orang tuanya?"
Serentak semua menggelengkan kepala. Namun Mang Imbon yang merasa dirinya sudah seperti orang tua bagi Zweitson akhirnya mengeluarkan suara.
"Saya saja dok yang jadi wali buat den Zweitson. Nanti saya jelaskan saja."
"Baiklah, bapak bisa ikut ke ruangan saya."
"Tapi dok, saya boleh masuk kan buat jenguk kakak saya?" Sela Fiki, sebelum dokter dan Mang Imbon akan pergi.
"Boleh. Tolong patuhi arahan suster didalam ya."
"Baik dok terimakasih."
Fiki sesegera mungkin untuk masuk ke dalam ruangan, begitupun dengan Ara. Mang Imbon dan dokter pun pergi.
"Soni?"
Fiki menangis meratapi keadaan Zweitson. Muka Zweitson penuh dengan lebam dan beberapa perban terpasang di tangannya.
"Hikkksss... Soni kenapa lu begini? Siapa yang udah tega bikin lu kayak gini?"
"Maaf sebelumnya, adek-adek boleh jenguk pasien tetapi jangan sentuh apapun ya. apalagi daerah badan pasien."
"Suster boleh tanya gak? Sebenarnya apa yang dialami teman saya?"
Kali ini Ara angkat bicara, setelah melihat Fiki yang hanya menangisi Zweitson. Ara benar-benar merasa iba dengan adik kakak yang satu ini.
"Pasien mengalami beberapa pukulan hebat di bagian kepala dan tubuhnya. Dibagian tangan terdapat beberapa sayatan akibat benda tajam. Dari keterangan yang ada, pasien terlibat perkelahian dengan temannya. Kebetulan temannya dilarikan ke rumah sakit yang berbeda."
"Jadi Soni berantem?"
"Keterangan sementara yang diterima pihak rumah sakit seperti itu, dan sekarang masih dalam penyelidikan."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZWILLING (DEZ14'02,SAMSTAG)
Fiksi RemajaCerita ringan, tentang sesosok anak yang tak pernah mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya. Ibunya depresi sedangkan ayahnya seorang yang tak cukup mengerti tentang tanggung jawab. Zweitson Darelano, ini adalah kisahnya. Jangan terlalu mengas...