EMPAT - MONDAY

470 85 5
                                    

07 Januari 2019, 06.48 am.

Aku adalah sebuah penyesalan yang tidak tau diri. Aku bertemu sebentar untuk bahagia, tetapi pergi selamanya untuk melukai. Andai saja hari ini adalah hari dimana aku pergi, takkan aku sebut diriku sebuah penyesalan yang tak tau diri lagi, tapi aku adalah sebuah perjuangan yang sangat berarti. AB. - DEZ14'02,SAMSTAG

"Eh si kupret malah nyantai baca buku, udah siang ini anjir."

Fiki yang sudah rapih memakai seragam sekolahnya melotot dengan apa yang dilihatnya. Bagaimana dia tidak marah, menyaksikan sahabatnya malah anteng membaca buku dan tak menggubris waktu yang sudah sangat terlambat untuk mereka berangkat ini.

"Emang jam berapa ini?"

"Udah mau jam tujuh cuicooonn. Gua tungguin lu dari tadi kagak nongol-nongol makanya gua samperin. Eh taunya malah tiduran baca buku."

"Yaudah yok marah-marah mulu, cepet tua lu."

"Ya lu pikir aja, udah jam segini pasti kejebak macet, mana hari senin. Lu mau disuruh lari sama Pak Burhan?"

"Udah ssstttt, ngomel mulu kagak kelar-kelar. Ayok berangkat."

Sambil berlalu pergi dan tak menghiraukan ocehan Fiki, Zweitson keluar rumah dan akan menemui supirnya yang sudah siap di depan rumah.


"Lah ni bocah bener-bener ya."

Fiki membuntuti Zweitson sama-sama berjalan ke arah mobil. Mereka selalu berangkat sekolah sama-sama, benar kata Fiki mereka sudah seperti Upin dan Ipin yang tidak bisa di pisahkan.

Jalanan sangat macet hari ini karena berhubung hari ini hari senin. Jalanan akan diambil alih oleh anak-anak yang berangkat sekolah. Apalagi ini pusat kota, yang bukan hari senin pun lalu lintas selalu dipadati dari arah manapun. Jangan lupa embel-embel upacara, yang siapa saja jika telat akan mendapat hukuman.

"Udah pasti ini telat, gue udah yakin." Ucap Fiki yang terus mengoceh di dalam mobil.

"Ini kalau sampe telat, fix ini mah fix gara-gara lu son."

Zweitson yang mendengar ocehan Fiki hanya bisa menggelengkan kepala dan menutupi telinganya.

"Kenapa dah macet bener nih jalanan."

"Fik,lu gak cape apa ngoceh mulu dari tadi? Berisik banget."

"Gua gamau lari di lapangan jwijoooonn, gua males. Mana panas mana cape keringetan bau matahari."

"Sssttttt diem ga? Gua pusiiiinngggg dengernya. Lu mau ngoceh sepanjang apapun gak akan ngerubah Jakarta jadi sepi."

"Ya iyaaaaa gue paham, tapi ya gimana gua gak mau di hukuuuumm."

"Lebay lu 5 puteran doang, lemah."

"Doang? 5 puteran itu doang? Gak habis tingking gua sama lu."

"Udah hayu turun telinga gue udah mau copot dengerin lu ngoceh."

"Ini belum nyampe kakanda."

"Jalan dikit napa sih? dari pada lama katanya gak mau telat."

"Ya udah ayo."

Sambil cemberut Fiki mengikuti Zweitson keluar dari mobil dan berjalan setengah lari untuk sampai di depan gerbang. Dan untung saja gerbang belum ditutup dan mereka bisa sampai di sekolah sebelum di mulainya upacara.

Setelah selesai upacara dengan secara kebetulan jam pertama dikelas Fiki dan Zweitson kosong. Guru yang bertugas hari ini sedang sakit dan tidak bisa hadir untuk mengajar. Kesempatan ini di pakai murid-murid untuk bersantai, begitu pun Fiki dan Zweitson.

ZWILLING (DEZ14'02,SAMSTAG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang