5

21.5K 1.4K 51
                                        

Semalam Caca selamat dari amukan Melviano. Pria itu hanya mogok berbicara padanya selama 2 jam. Satu hal baru yang Caca ketahui, Melviano mudah dibujuk dengan makanan. Apalagi makanan kesukaannya. Bukan makanan yang mewah ataupun sulit dibuat. Berbekal informasi dari Mama Tya, Caca semalam membuat ayam yang dimasak dengan soda. Jadi makanan kesukaan Melviano adalah ayam yang dimasak dengan soda? Bukan. Pria itu sangat menyukai segala jenis olahan ayam.

Caca sedikit bersyukur. Berkat nasihat maminya saat dulu ia hendak mendekati seorang lelaki, ia jadi pandai memasak begini.

Nasihatnya begini "Kebanyakan cowok itu sebenarnya paling gampang di taklukan pakai makanan. Selain pepatah dari mata turun ke hati, ada juga pepatah lain yang ternyata juga benar. Yaitu dari perut lalu ke hati. Intinya ada banyak cara kamu ngambil hati seorang laki-laki. Salah satunya dengan kasih tahu dia gimana rasa masakan kamu."

Beruntungnya nasihat itu benar-benar terbukti pada Melviano, suaminya sekarang. Saking sukanya dengan masakannya, Melviano sampai bertanya lagi apa ayam semalam masih ada dan bisa ia makan untuk sarapan? Tentu jawabannya tidak. Ayam semalam kan sudah ludes dihabiskan sendiri oleh Melviano. Memang orang kalau kenyang suka agak menurun daya pikirnya.

"Ca masak ayam kaya semalem dong." Caca yang sedang menyapu halaman depan mendengus kesal. Melviano sejak sarapan memang selalu membahas ayamnya. Marisca jadi bingung dia harus senang atau kesal jika begini. Bukannya dia tak mau memasakannya lagi, tapi ayam di kulkas sudah habis. Yang masih ada malah daging-dagingan, padahal mereka juga mabok rendang kemarin. Bahkan sisa rendang pemberian Bu Ana masih ada di freezer.

"Ayamnya tuh habis, bulan depan lah kalo ke supermarket lagi. Kita beli ayam satu kandang!" Jawabnya kesal.

"Ada tukang sayur tahu Ca, coba tanya ke Reina sana udah lewat belum." Perintah Melviano.

"Lo aja sih sana, gue masih nyapu nih. Kalo gak bersih nanti suaminya brewokan!"

"Gue kalo brewokan juga cakep kok Ca, udah gak apa-apa tanya Reina buruan." Caca mendengus kesal, gadis itu tetap menyelesaikan menyapunya. Bodo amat Melviano mau marah, dia tetap tak mau suaminya brewokan.

Kesal karena Caca tak beranjak, Melviano berjalan sendiri menuju rumah Luki. Sahabatnya itu sedang mencuci mobil di garasinya.

"Luk bini lo dimana?" Luki terkekeh saat Melviano berdiri di depan mobilnya.

"Padahal yang gue tunggu-tunggu Caca, kok malah lo yang datang. Gak jadi brewokan dong lo?" Ledek Luki.

"Sialan!" Luki tertawa nyaring. Wajar jika pria itu mendengar obrolan pasutri baru itu, rumah mereka kan bersebelahan. Lagipula tembok pembatasnya tak terlalu tinggi jadi suara mereka jelas terdengar.

"Kenapa lo nyariin bini gue?"

"Udah panggilin aja." Tanpa beranjak dari kegiatan mencucinya, Luki memilih untuk berteriak memanggil istrinya.

"Yang! Ayang! Dicariin Melviano ni!" Dari dalam Reina muncul, dengan spatula yang masih berada di tangannya.

"Kamu ngapain sih teriak-teriak, kenapa gak masuk aja manggilnya?" Tanya Reina dengan tatapan kesalnya pada Luki.

Melviano paham mengapa Reina sekesal itu, masalahnya suara Luki ini bisa terdengar sampai pos satpam depan perumahan. Sangat keras, dia saja tadi kaget saat Luki tiba-tiba teriak.

"Maaf yang, kan aku lagi nyuci mobil."

"Ditinggal sebentar kan bisa ish! Sorry Mel ada apa ya?"

"Itu tukang sayur biasanya udah lewat belum Na?"

Luki memeras lap kotornya, lalu mengibaskan lap itu dengan keras membuat cipratan airnya berterbangan hampir mengenai Reina. Wanita itu mendelik tak suka.

A Blessing In DisguiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang